KOMPAS - Jumat, 20 Juli 2007
Pemenuhan 20 Persen Bukan Kuasa Pemerintah
Jakarta, Kompas - Realisasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tampaknya belum akan terwujud dalam waktu dekat.
"Pemerintah tidak berkuasa memenuhi tuntutan tersebut mengingat pemerintah tidak bisa serta-merta mengatakan, APBN tahun ini sekian. Hak itu ada di DPR sebagai pemegang hak budget. Oleh karena itu, setiap tahun pemerintah dan DPR membicarakannya. Namun, semangat kita menuju ke sana. Saat ini anggaran terus meningkat dari tahun ke tahun hingga memenuhi itu," kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa dalam jumpa pers di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (19/7).
Jumpa pers tersebut diadakan setelah Hatta Rajasa bersama Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta menerima 13 wakil dari ribuan guru yang berunjuk rasa sepanjang hari di Gedung MPR/DPR dan Istana Negara. Salah seorang dari 13 guru yang diterima adalah Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Barat Dedi Effendi.
Hatta menjelaskan, pemerintah menangkap apa yang disampaikan para guru dalam beberapa kali unjuk rasa yang dilakukan di Jakarta. Oleh karena itu, Hatta mengimbau para guru untuk tidak perlu lagi beramai-ramai datang ke Jakarta. "Beberapa perwakilan nanti bisa menanyakan sejauh mana follow up dan bagaimana prosesnya. Sebab, prosesnya terus berjalan. Pemerintah telah mendengar apa yang menjadi kerisauan para guru," lanjutnya.
Kemarin hampir 30.000 guru yang tergabung dalam PGRI wilayah Jawa Barat dan Banten turun ke jalan dengan mengusung berbagai tuntutan.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan di sejumlah tempat di Jakarta tersebut merupakan akumulasi dari bentuk kekecewaan kalangan guru terkait dengan berbagai kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam menangani bidang pendidikan.
Selain mempertanyakan kembali kesungguhan pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total APBN—di luar gaji guru dan pendidikan kedinasan—mereka juga menggugat kelambanan pemerintah menerbitkan sejumlah peraturan pemerintah. Salah satu di antaranya adalah Peraturan Pemerintah (PP) tentang Guru sebagai implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. PP ini dinilai penting karena, antara lain, akan menjadi landasan utama pelaksanaan program sertifikasi guru, yang pada akhirnya "berbuah" pada pemberian tunjangan profesi guru senilai satu kali gaji pokok.
Isu lain yang kembali diusung dalam demo kali ini terkait pemberlakuan ujian nasional (UN) sebagai standar penentu kelulusan. "UN itu harus ditinjau ulang. Sepandai apa pun anak, kalau gagal dalam satu mata pelajaran yang di-UN-kan, tetap gagal untuk melanjutkan sekolah," kata Burhaniawan, anggota PGRI dari Bekasi, seusai bersama rekan-rekannya diterima Ketua DPR Agung Laksono dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita.
Akumulasi kekecewaan
Aksi yang dilakukan para guru yang berangkat dari berbagai penjuru wilayah Jawa Barat dan Banten itu sempat memacetkan sejumlah ruas jalan utama di Ibu Kota. Di depan Gedung MPR/DPR, arus lalu lintas bahkan sempat dialihkan karena seluruh badan jalan dipenuhi para pengunjuk rasa. Di Jalan Medan Merdeka Utara, ribuan guru yang berpakaian batik putih-hitam tersebut memenuhi separuh ruas jalan.
Sejumlah guru menuturkan, aksi unjuk rasa ini merupakan akumulasi dari kekecewaan mereka terhadap janji-janji pemerintah, terutama terkait dengan masalah kesejahteraan para guru. Di antaranya menyangkut realisasi pemberian uang makan dan tunjangan fungsional. Sementara itu, terkait dengan pemenuhan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN, menurut mereka, hal tersebut sudah merupakan "perintah" dari Mahkamah Konstitusi kepada pemerintah yang memenangkan gugatan PGRI terkait masalah ini.
Ketua PGRI Jawa Barat Dedi Effendi seusai pertemuan dan jumpa pers mengatakan, "Tidak ada kejelasan. Dari dulu selalu mengambang. Kami belum puas atas penjelasan pemerintah. Seharusnya pemerintah tidak memberikan angan-angan. Kami harap menteri-menteri terkait cepat tanggap terhadap masalah guru. Itu kalau pemerintah tidak mau rekan-rekan kami dari daerah akan terus-menerus datang ke Jakarta."
Meskipun telah diminta oleh pemerintah untuk tidak lagi datang ke Jakarta, Dedi dan teman-temannya sepakat untuk terus mendesak pemerintah sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Terkait dengan masih banyaknya PP yang belum diselesaikan oleh pemerintah sebagai turunan UU Guru dan Dosen, Ketua DPR Agung Laksono mengakui kenyataan tersebut. Namun, Agung menambahkan, berdasarkan pengecekan yang dilakukan pihak DPR, sejumlah PP dimaksud masih berada di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ketika ribuan guru yang tergabung dalam Pengurus Daerah PGRI Banten berangkat ke Jakarta untuk berunjuk rasa, ratusan guru bantu dari berbagai sekolah di Banten juga menggelar unjuk rasa di Serang, ibu kota Provinsi Banten. Para guru bantu yang tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia Banten tersebut meminta agar mereka segera diangkat sebagai pegawai negeri sipil, sebagaimana dijanjikan oleh pemerintah.(sut/jos/inu/nta/nel)
Friday, July 20, 2007
Guru Kembali Turun ke Jalan
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:47 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment