Wednesday, August 08, 2007

IPTEK: Pemimpin dan Manajemen Infrastruktur

KOMPAS - Rabu, 08 Agustus 2007

NINOK LEKSONO

Melalui sistem quick count atau penghitungan cepat, Rabu (8/8) petang, hasil Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta akan diketahui. Tak lama setelah itu, DKI akan punya gubernur baru. Sementara sosoknya baru, sebagian besar tugasnya boleh jadi merupakan warisan lama, meskipun penanganannya tetap menjadi dambaan warga masyarakatnya.
Pada era banyak musibah, juga pada masa saat berbagai infrastruktur membutuhkan banyak perhatian, pemimpin baru DKI semakin diharapkan memperlihatkan sikap kepemimpinan yang konkret.
Seperti halnya di Amerika Serikat menyusul terjadinya musibah runtuhnya Jembatan 35W Interstate di Minneapolis pekan lalu, pemimpin (dalam hal ini Presiden George W Bush) diharapkan kehadirannya bukan sebagai commander-in-chief (panglima tertinggi), tetapi sebagai comforter-in-chief (penghibur tertinggi). Kunjungan Bush ke jembatan itu, yang dilakukan akhir pekan lalu, telah ia gunakan untuk memperlihatkan empati kepada masyarakat, khususnya kepada korban dan keluarganya yang terkena musibah di Sungai Mississippi tersebut.
Selain memperlihatkan empati, pemimpin yang warganya mengalami musibah harus bisa mengerahkan sumber daya yang dimilikinya untuk menyediakan dana darurat bagi upaya kemanusiaan.
Belajar dari musibah Mississippi, pihak berwenang di AS segera memerintahkan inspeksi terhadap semua jembatan di Negara Bagian Minnesota yang mempunyai desain sama dengan Jembatan 35W Interstate yang runtuh.
Reaksi pemimpin terhadap musibah yang datang menimpa warga jelas akan menjadi sorotan publik. Pengamat politik di AS, juga di Indonesia, semakin tajam dalam menyoroti komunikasi publik para pemimpin. Larry Sabato, guru besar ilmu politik di Universitas Virginia, menilai Bush tampil lebih baik ketika menghadapi krisis penembakan di Virginia Tech daripada di musibah lain, padahal musibah badai Katrina seharusnya menjadi pelajaran tertinggi bagi pemerintah, kata Sabato seperti dikutip kantor berita Associated Press (JP, 5/8).
Manajemen infrastruktur
Tentu saja tidak ada pemimpin yang ingin masa pemerintahannya dipenuhi musibah. Namun, agar terhindar dari musibah, khususnya yang berasal dari infrastruktur, pemimpin perlu memberikan perhatian dan menerapkan manajemen yang baik. Kalau tidak, rentetan musibah seperti dialami oleh AS bisa terjadi.
Seperti diberitakan, dua minggu sebelum musibah jembatan, ada pipa uap di Manhattan yang meledak dengan suara bak letusan gunung berapi. Dua tahun sebelumnya, tanggul penahan ombak yang dibuat secara kurang memadai di New Orleans ikut memberi jalan bagi terjadinya banjir saat terjadi badai Katrina.
Sejumlah kejadian di atas, seperti disebut dalam tajuk rencana The New York Times (IHT, 6/8), merupakan tanda-tanda paling dramatik dari kegagalan AS dalam merawat struktur fisik negeri itu yang makin tua umurnya, dan itu terjadi justru ketika kebutuhan atas jalan, sistem transit, fasilitas penanganan limbah, dan fasilitas vital lain semakin tinggi. Dalam situasi seperti itu, kalau terjadi kegagalan katastrofik, banyak jiwa yang bisa jadi korban. Kalaupun tidak ada musibah, menuanya infrastruktur tersebut juga akan menurunkan kualitas hidup dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Lalu ketika satu bencana sudah terjadi, penyelidikan harus dilakukan dengan tuntas. Dalam hal Jembatan 35W Interstate di Minneapolis, memang belum diketahui persis apa yang menjadi penyebab keruntuhannya. Sejauh ini teori menyebutkan ada keretakan yang tidak terdeteksi, atau kelelahan metal, atau erosi tanah di sekeliling penopang bawah air.
Analisis lain menyoroti desain jembatan yang panjangnya sekitar 600 meter, tetapi kurang dilengkapi dengan sistem penopang berlapis sehingga manakala terjadi kegagalan pada salah satu struktur kunci menyebabkan keseluruhan struktur runtuh.
Ketika praktik engineering zaman sekarang mensyaratkan dibuatnya sistem cadangan untuk bagian-bagian kritikal, pascamusibah Minneapolis ditemukan 756 jembatan di AS yang desainnya serupa dengan jembatan yang runtuh tidak memiliki pengaman berlapis (redundant). Kini jembatan-jembatan tersebut diminta untuk diinspeksi dan dipantau dengan saksama.
Tantangan berlapis
Yang menjadi persoalan, inspeksi sendiri kini juga sedang dipersoalkan di AS. Contohnya, pipa yang meledak di Manhattan belum lama dinyatakan layak oleh awak pemeriksa utilitas, tanggul di New Orleans secara teratur diperiksa oleh Korps Insinyur Angkatan Darat, serta jembatan di Minneapolis juga diinspeksi setiap tahun.
Tidak kurang fundamentalnya dari inspeksi adalah tantangan investasi. Sebagaimana juga terjadi di tempat-tempat lain, kala anggaran terbatas, yang kerap terjadi adalah pemangkasan dana perawatan, langkah yang akan membuat pejabat atau pemerintah penerus sering harus menanggung konsekuensinya.
Semuanya lalu terbuka untuk dikaji ulang. Di AS pun pascamusibah Minneapolis dipikirkan pembentukan komisi untuk memeriksa keadaan infrastruktur di AS, menetapkan prioritas, dan memberikan rekomendasi skema pendanaan.
Musibah tidak jarang mendatangkan ide baru, baik untuk perawatan maupun untuk pembangunan infrastruktur. Di AS musibah jembatan di Minneapolis menimbulkan ide untuk pendirian bank nasional yang bisa mendorong munculnya investasi publik ataupun swasta. Ini didasari alasan bahwa investasi infrastruktur tidak bisa ditunda-tunda.
Di Indonesia juga sudah ada upaya penggalangan dana dan upaya, seperti melalui Infrastructure Summit. Namun, hasil konkretnya masih ditunggu. Dalam skala nasional ataupun provinsi, peremajaan dan perluasan infrastruktur yang besar peranannya bagi dinamisasi perekonomian dirasakan urgen.
Khususnya untuk DKI, inovasi di bidang infrastruktur tampak lebih urgen lagi ketika masyarakat merasakan jalan raya dan prasarana transportasi pada umumnya semakin jauh dari memadai. Jalanan yang padat seiring dengan terus bertambahnya kendaraan, terbatas dan kurang terawatnya transportasi umum merupakan contoh yang amat nyata.
Pemimpin baru Jakarta—di luar tugas dan tanggung jawabnya di bidang yang lain-lain—segera akan diapresiasi manakala ia segera bisa membukukan prestasi awal di bidang infrastruktur. Kalaupun bukan memperluasnya, meningkatkan kualitasnya saja sudah baik, seperti yang bisa membuat warga bisa berangkat ke tempat kerja secara lebih nyaman.

0 comments: