Wednesday, August 08, 2007

Kekeringan: Pemerintah Bentuk Tim Pengatur Penggunaan Air

KOMPAS - Rabu, 08 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Pemerintah telah membentuk tim gabungan yang bertugas mengatur penggunaan air irigasi agar terdistribusi secara adil. Penanggulangan kekeringan di sawah beririgasi juga bisa dilakukan berdasarkan permintaan langsung agar masalah kekeringan cepat teratasi.
Direktur Pengairan pada Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian Gatot Irianto, Selasa (7/8), mengungkapkan, tim penanggulangan masalah kekeringan itu terdiri dari Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Perum Jasa Tirta, pemerintah daerah, camat, dan aparat keamanan.
"Tim ini turun ke lapangan melihat kondisi terakhir dan melakukan tindakan penyelamatan. Petani yang sawahnya kekeringan tetapi belum terpantau bisa langsung melaporkan agar bisa ditangani," kata Gatot. Untuk mempercepat tindakan, petani bisa menghubungi nomor 0811113017.
Menurut Gatot, masalah kekeringan salah satunya adalah akibat pengelolaan air yang tidak adil. Petani di hulu dan tengah ingin panen tiga kali, sementara di hilir dua kali saja karena tidak kebagian air.
Terkait dengan makin banyak dan sering terjadinya penyerobotan air oleh petani di kawasan hulu, Badan Koordinator Wilayah Cirebon dan Balai Pengelola Sumber Daya Air Sungai Cimanuk dan Cisanggarung, Jawa Barat, meminta polisi turun tangan. Aparat penegak hukum itu diminta mengamankan pintu air dan mengawasi pembagian air di sejumlah wilayah di Cirebon, Majalengka, dan Indramayu.
Kepala Badan Koordinator Wilayah Cirebon Tubagus Hisni mengatakan, di sepanjang aliran irigasi primer hingga tersier banyak terjadi pencurian air. Air yang semestinya ditujukan ke satu zona pertanian ditutup di tengah jalan irigasi dan dialihkan ke zona lain. Ada pula yang mencuri air dengan cara menyedot dengan pompa dan mengalirkannya ke lahan sendiri.
Padahal, air di irigasi itu sudah diatur sedemikian rupa dengan sistem gilir giring, sesuai zona dan giliran masing-masing.
Penyerobotan air biasa dilakukan pada malam hari, seperti di Kecamatan Kapetakan dan Suranenggala di Kabupaten Cirebon. Pencurian air lewat pompa terjadi di Kecamatan Juntinyuat dan Krangkeng di Kabupaten Indramayu dilakukan terang-terangan pada siang hari.
Menurut Hisni, di lapangan petugas pengairan juga kesulitan mengatasi pencurian air. "Sekalinya kami memindahkan pompa air, mereka datang dengan membawa senjata tajam," ujar Hisni yang berencana segera mengirim permintaan bantuan ke Kepolisian Wilayah III Cirebon.
Rp 146,9 miliar
Gatot juga mengimbau pemerintah daerah lebih aktif mencari solusi kekeringan. Sebab, anggaran pengairan dari pusat semua sudah disalurkan ke daerah. Bila dikelola dengan baik, katanya, dampak kekeringan bisa diminimalkan.
Menurut Gatot, tahun ini pemerintah pusat mengalokasikan anggaran Rp 146,9 miliar untuk menanggulangi dampak kekeringan. Dari jumlah itu, Rp 19.5 miliar untuk pembangunan saluran irigasi bertekanan, embung (Rp 29,1 miliar), dam parit (Rp 3,51 miliar), serta sumur resapan (Rp 7,555 miliar). Alokasi untuk pembangunan 2.212 unit sumur dangkal sebesar Rp 33,18 miliar, 99 unit sumur dalam (Rp 29,7 miliar), dan bantuan 488 unit pompa (Rp 24,4 miliar).
"Semua dana sudah disalurkan ke provinsi dan kabupaten sejak Januari 2007," katanya.
Berkait dengan dana itu, Departemen Pertanian juga telah mengirimkan teguran kepada sejumlah bupati dan mengancam tidak akan memberikan dana pada tahun anggaran berikutnya.
Secara terpisah, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air Deptan Hilman Manan menyatakan, kekeringan yang melanda lahan sawah dan menyebabkan ancaman puso tanaman padi sekarang umumnya di luar rencana tanam yang disepakati bersama. "Mereka ini tidak dianjurkan menanam padi pada musim tanam gadu, tetapi nekat berspekulasi," katanya.
Mulai teraliri, tetapi kurang
Dari Karawang, Jawa Barat, para petani di Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran, Pakisjaya, dan Batujaya sudah merasakan ada tambahan pasoka air ke sawah mereka. Akan tetapi, menurut Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Karawang Ijam Sujana, debit air tidak mencukupi seluruh kebutuhan sehingga ratusan hektar sawah belum bisa diolah, khususnya di Desa Muara, Muara Baru, Sukatani di Kecamatan Cilamaya Wetan; Desa Sumberjaya dan Cikuntul di Kecamatan Tempuran; serta desa-desa di Kecamatan Pakisjaya dan Batujaya.
Selain debit air irigasi kurang, lanjutnya, petani di pesisir pantai tidak setiap saat bisa memompa air dari saluran irigasi. Mereka harus menunggu air laut supaya tidak ikut terpompa ke sawah.
Sejumlah petani di Desa Kepandean, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, juga mengaku mulai mendapatkan air secara bergiliran menyusul ketersediaan air yang makin berkurang. Untuk menyiasati kekurangan air, petani mengganti tanaman cabai dengan tanaman palawija lain.
Hancur diterjang banjir
Dari Hanoi, Vietnam, dilaporkan, hujan deras disertai badai selama sepekan terakhir telah menghancurkan ribuan hektar lahan pertanian. Di Provinsi Daklak, lebih dari 6.000 hektar lahan tanaman padi dan jagung rusak.
Di daerah Dong Xuan, 10 hektar tanaman padi hancur akibat diterjang banjir. Di provinsi lain seperti Gia Lai, Dak Nong, Lam Dong, Thua Thien, dan Dong Nai, sekitar 30.000 hektar tanaman pangan juga rusak akibat banjir.
Sementara itu, di sejumlah provinsi di wilayah pantai Vietnam hujan justru diharapkan bisa memulihkan lebih dari 30.000 hektar lahan tanaman padi yang hancur akibat kekeringan.
Vietnam bersama Thailand dan China merupakan produsen beras yang selama ini memasok beras impor ke Indonesia. Kerusakan akibat banjir dikhawatirkan akan mengganggu produksi sehingga menyulitkan Indonesia mencari beras impor ketika produksi dalam negeri anjlok akibat kekeringan.(NIT/ELD/MKN/YNT/EGI/WIE/ reuters/fro/MAS)

0 comments: