Tuesday, August 07, 2007

Pemerintah Harus Bertindak

KOMPAS - Selasa, 07 Agustus 2007

Luas Sawah yang Kekeringan di Pulau Jawa Terus Meluas

Jakarta, Kompas - Pemerintah diminta mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan nasib ribuan petani dan kondisi kritis ratusan ribu hektar tanaman padi karena kekeringan. Langkah mendesak ini untuk menghindari terjadinya penurunan stok produksi yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.
Apalagi kondisi kritis pertanian Indonesia terjadi di tengah stok akhir beras dunia turun akibat dampak pemanasan global.
Hal itu diungkapkan perwakilan Lembaga Penelitian Beras Internasional (International Rice Research Institute/IRRI) untuk Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam, Mahyuddin Syam, dan Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo di Bogor dan Jakarta, Senin (6/8) siang.
Menurut Mahyuddin, sekarang ini tanaman padi di sawah beririgasi golongan III atau di ujung saluran irigasi (tail end) kritis. Terlambat sedikit saja memberi air, maka tanaman padi kekeringan. Kalaupun bisa tumbuh, bulir padinya hampa sehingga produksi padi merosot.
"Pemerintah harus segera memberikan bantuan dalam bentuk pompa air dan membangun sumur-sumur pantek. Ini solusi paling nyata bagi petani," katanya.
Terus meluas
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, area sawah yang terkena dampak kekeringan terus meluas. Itu disebabkan musim kemarau yang baru mulai dan tidak tertutup kemungkinan sawah di luar Pulau Jawa juga akan menghadapi kondisi serupa.
Di Jawa Tengah, hingga awal Agustus 2007 tak kurang dari 107.028 hektar tanaman padi rusak akibat kekeringan. Dari jumlah itu, 10.028 hektar dinyatakan puso.
Namun, Kepala Subdinas Produksi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah Hari Tri Hernawan optimistis kondisi tersebut tidak terlalu berpengaruh pada produksi padi. Dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2007, realisasi luas panen padi di Jateng mencapai 1,021 juta hektar atau sekitar 92,7 persen dari sasaran yang ditetapkan.
Dari Banyumas dilaporkan, lahan sawah seluas 7.033 hektar di wilayah Bakorlin Wilayah III kekeringan. Selain itu, 424 hektar lahan sawah di wilayah itu sudah puso.
KTNA mencatat, area tanaman padi seluas 20.000-30.000 hektar di Cirebon dan sebagian Indramayu tidak kebagian air. Ini disebabkan debit air di Bendung Rentang tidak cukup mengairi sawah milik ribuan petani kecil dan petani penggarap (Kompas, 6/8).
Namun, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengatakan, saat ini Departemen PU tak dapat berbuat apa-apa.
Siswono mengatakan, dampak kekeringan yang mengancam tanaman padi akibat petani terlalu yakin (overestimate) musim hujan akan terus terjadi hingga September 2007 seperti halnya musim kemarau tahun lalu, yang juga mundur selama dua bulan.
Di sisi lain, petani dengan sawah beririgasi golongan I dan II atau lebih dekat dengan saluran irigasi berlomba memompa air dari saluran sekunder menjelang masuk musim tanam ketiga.
Menurut Siswono, rasa percaya diri yang berlebihan itu muncul akibat lemahnya manajemen informasi iklim kepada petani. Spekulasi dan perkiraan yang meleset tidak akan terjadi jika petani mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
Departemen PU menyatakan, hingga awal Agustus ini baru dua waduk besar yang kondisi airnya harus diawasi. Namun, debit air waduk diperkirakan terus menyusut karena musim kemarau makin mendekati puncaknya.
"Hingga awal Agustus ini dua waduk besar yang volume airnya makin menyusut adalah Kedungombo di Jawa Tengah dan Saguling di Jawa Barat. Hujan makin jarang turun sehingga besar kemungkinan volume air waduk makin menyusut," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Air Departemen PU Imam Anshori.
Imam mengatakan, elevasi air waduk besar lainnya, seperti Djuanda (Jatiluhur), Gajah Mungkur, dan Sempor, masih normal, tetapi memang pengaturan air harus dilakukan untuk mengantisipasi kekeringan.
Akan tetapi, menurut Djoko Kirmanto, jika di suatu daerah aliran sungai yang mempunyai waduk sampai terjadi kekeringan, hal itu karena tidak disiplinnya pembagian air.
Stok beras dunia menipis
Berdasarkan data produksi beras yang dirilis Departemen Pertanian Amerika Serikat, stok akhir beras dunia per Juli 2007 diproyeksikan sebesar 71,99 juta ton, lebih rendah dibandingkan 2006/2007. Jika dibandingkan lagi dengan stok akhir 2005/2006 sebesar 77,26 juta ton, stok akhir saat ini jauh lebih kecil.
Stok akhir beras dunia yang makin kecil itu harus diperebutkan oleh banyak negara konsumen beras. Belum lagi bencana yang melanda China dan perubahan iklim di Filipina, yang juga membuat beras di pasar internasional makin menyusut.
Produksi beras dunia per Juli 2007/2008 sebesar 420,81 juta ton. Lebih tinggi 4,44 juta ton dibandingkan periode sebelumnya, tetapi kebutuhan dunia juga meningkat 6,36 juta ton.
Menipisnya stok beras dunia membuat harga beras di pasar internasional juga meningkat. "Bila sebelumnya harga rata-rata beras 220 dollar AS per ton, kini sudah di atas 300 dollar AS," kata Mahyuddin.
Sementara itu, di Padang, Sumatera Barat, Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, pergerakan ketahanan pangan Indonesia menuju arah yang lebih baik.
"Sekarang stok beras nasional bagus. Hari ini kekuatan stok beras 1,7 juta ton, yang berarti ketahanan pangan sampai delapan bulan mendatang. Yang lebih menggembirakan, pengadaan dalam negeri mencapai 1,6 juta ton," tutur Mustafa.
Dengan pengadaan dalam negeri yang terus meningkat, angka ketergantungan beras dari luar negeri semakin berkurang. Kuota impor tahun 2007 sejumlah 1,5 juta ton, sesuai izin yang diterbitkan Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan, baru terealisasi 700.000 ton. (MAS/RYO/NAW/WHO/ WIE/MDN/SON/ART)

0 comments: