Tuesday, August 14, 2007

Perbaikan Sekolah Rusak Terancam Gagal

KOMPAS - Selasa, 14 Agustus 2007

Rehabilitasi Sekolah Jangan Mencontoh SD Inpres

Bandung, Kompas - Perbaikan sekolah rusak yang ditargetkan selesai tahun depan diperkirakan akan gagal karena pemerintah pusat terkesan tidak serius mendanai program tersebut. Padahal, peran pemerintah pusat mencapai 50 persen dari peran provinsi dan kabupaten/kota.
Ketidakseriusan pemerintah pusat membuat pelaksana di tingkat kabupaten/kota kebingungan. "Saat menandatangani nota kesepahaman tahun 2006 untuk rehab ruang kelas dan pembangunan ruang kelas baru, Menteri Pendidikan Nasional mengatakan, dana role sharing merupakan dana di luar dana alokasi khusus (DAK). Tetapi, pada tahun 2006 dan 2007, dana role sharing dari pemerintah pusat belum turun," kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis Wawan Arifin, Senin (13/8).
Yang terjadi justru beberapa bulan setelah penandatanganan nota kesepahaman, Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis menerima surat Mendiknas yang menyatakan role sharing diberikan berupa DAK. "Padahal, sekitar 60 persen dari DAK itu digunakan untuk perbaikan fisik sekolah dan 40 persen untuk buku serta alat peraga. DAK juga membatasi pembangunan fisik hanya tiga kelas dalam satu sekolah, padahal ada sekolah yang semua kelasnya rusak sehingga pembangunan fisik di sekolah itu terkatung-katung," kata Wawan.
Ungkapan Wawan menggambarkan situasi di sejumlah daerah. Rencana perbaikan sekolah rusak terkendala banyak hal, umumnya karena faktor minimnya anggaran atau alokasinya tidak tepat. Kerusakan ruang kelas SD sudah mencapai ratusan ribu, umumnya disebabkan mutu bangunan buruk dan pembangunan serba massal.
Menurut Wawan, jika pemerintah tegas dalam pembagian peran mendanai perbaikan sekolah, sebaiknya semua DAK dialokasikan untuk perbaikan fisik. Untuk pengadaan buku dan alat peraga bisa dicukupi dari bantuan operasional sekolah (BOS) buku dan BOS reguler.
Kabupaten Ciamis merencanakan merehabilitasi 4.571 kelas, tetapi sejak tahun 2006 hingga tahun 2007 baru merehabilitasi 660 kelas.
Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Bandung. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Achmad Saefudin menilai rencana perbaikan ribuan kelas di wilayahnya tak akan mencapai sasaran jika dana dari pemerintah pusat belum jelas. Masalah yang dialami Kabupaten Bandung hampir serupa dengan Ciamis. Mereka tidak mendapatkan dana role sharing dari pemerintah pusat, tetapi DAK dan block grand.
Dalam konteks itu, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Suyanto mengatakan, setelah otonomi daerah, sekolah-sekolah saat ini milik pemerintah daerah. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang baik, termasuk selesainya rehabilitasi ruang kelas atau sekolah yang rusak, membutuhkan komitmen dari setiap pemerintah daerah.
"Ini bukan berarti pemerintah pusat lepas tangan. Pemerintah pusat tetap membantu upaya percepatan rehabilitasi sekolah rusak, tapi pemerintah daerah juga harus menunjukkan komitmennya kepada pendidikan di daerahnya sendiri," ujar Suyanto.
Dalam data Departemen Pendidikan Nasional tercatat sekitar 213.000 ruangan kelas SD yang rusak. Untuk mendata kembali jumlah ruangan kelas yang rusak, menurut Suyanto, Mendiknas akan mengirimkan surat untuk meminta data lebih akurat.
Suyanto menyebutkan, ada kabar jika tahun 2008 ada dana alokasi khusus senilai Rp 6,9 triliun yang akan dipakai membantu percepatan rehabilitasi sekolah rusak. Pemerintah menargetkan tahun 2009 rehabilitasi sekolah rusak di semua wilayah Indonesia sudah tuntas.
Di Lampung, sekadar menyebut contoh, dari 52.245 ruang kelas, sebanyak 7.671 dalam kondisi rusak berat dan 12.654 ruang kelas rusak ringan. Perbaikan yang dikerjakan sejak awal 2007 belum diketahui kemajuannya.
Kondisi buruk juga ditemukan di Jambi. Sekitar 3.000 ruang kelas SD rusak. Kepala Subdin Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Rumsi Rizal mengemukakan, total 7.861 lokal SD di Jambi mendesak diperbaiki. Sesuai kesepakatan pusat, provinsi, dan kabupaten, perbaikan dilaksanakan dengan dana gabungan ketiga pihak.
Di Pontianak, Kepala Dinas Pendidikan Kalbar Ngatman, Senin, menyatakan, masih sekitar 3.000 ruang kelas rusak tahun ini, sementara kemampuan keuangan dalam APBD Kalbar untuk perbaikan sekolah rusak hanya Rp 3 miliar-Rp 4 miliar per tahun. Menurut Ngatman, dana itu hanya bisa untuk memperbaiki 40 ruang kelas. Perbaikan satu ruang butuh Rp 75 juta-Rp 100 juta. Sementara itu, Sumsel membutuhkan Rp 821 miliar untuk perbaikan 8.297 ruang kelas SD, SMP, SMA, dan SMK yang rusak.
Dalam konteks itu, Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, rehabilitasi dan pembangunan sekolah baru hendaknya jangan lagi mencontoh pembangunan masa lalu yang dikenal dengan sebutan SD inpres. Sebab, bangunan sekolah itu tak tahan lama karena kualitas bahan dan pengerjaan yang tak bagus.
Meskipun dilakukan secara bertahap, rehabilitasi dan pembangunan sekolah harus kokoh dan sesuai dengan standar. (WSI/ITA/HLN/LKT/DOE/YNT/ SON/WIE/FUL/WHY/RAZ/ELN)

0 comments: