Monday, July 16, 2007

Penerbangan Terganggu

KOMPAS - Senin, 16 Juli 2007

Bandara Supadio Diselimuti Kabut Asap dan Embun

Pontianak, Kompas - Pembakaran lahan oleh masyarakat masih marak di Kalimantan Barat, khususnya di sekitar Bandar Udara Supadio, Pontianak. Termasuk di dalamnya adalah Kecamatan Rasau Jaya, yang tahun lalu dijadikan percontohan pengelolaan lahan tanpa membakar.
Pembakaran lahan oleh masyarakat juga masih marak di Sumatera Selatan (Sumsel). Sementara itu, pemantauan satelit menunjukkan di seluruh wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) tercatat 19 titik panas.
Seiring dengan itu, Sabtu dan Minggu (15/7) pagi terjadi penundaan pendaratan di Bandara Supadio, Pontianak. Ini terjadi karena jarak pandang pada pagi hari hanya 600-700 meter, sementara batas amannya 800 meter.
Namun, Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Bandara Supadio, Pontianak, Girwanto membantah sinyalemen bahwa gangguan pendaratan itu terjadi karena kabut asap. Menurut dia, kabut yang menyelimuti Bandara Supadio dan mengganggu penerbangan pada pagi hari adalah embun bercampur asap.
"Kandungan asapnya masih relatif kecil," katanya.
Menurut Girwanto, embun masih berpotensi mengganggu penerbangan pada pagi hari karena saat ini masih banyak awan cirrus di Kalbar sehingga hujan juga masih berpotensi terjadi.
Pemantauan Kompas menunjukkan gangguan pendaratan sekitar 1,5 jam kemarin antara lain dialami Batavia Air, Sriwijaya Air, dan AdamAir. Selain itu, pesawat Batavia Air dari Pontianak yang dijadwalkan lepas landas pukul 07.00 ditunda sekitar satu jam.
Menurut salah seorang petugas PT Angkasa Pura II Bandara Supadio, informasi mengenai jarak pandang sudah disampaikan sejak awal ke maskapai penerbangan sehingga mereka bisa menunda pemberangkatan pesawat dari Jakarta.
Lebih murah
Sejumlah petani di Rasau Jaya menyatakan, pembakaran adalah cara paling cepat sekaligus murah untuk mengatasi keasaman di lahan gambut. "Dengan membakar saja, petani masih tekor, apalagi kalau tidak membakar. Kalau petani dilarang membakar, pemerintah seharusnya memberi jalan keluarnya," kata Bahrawi (35), petani jagung di Rasau Jaya.
Menurut dia, untuk menetralkan keasaman tanah, ia harus mengeluarkan biaya Rp 300.000 dan pupuk hingga Rp 4 juta. Dengan membakar, ia cukup membeli pupuk Rp 2 juta.
Pembakaran lahan juga mulai marak di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Leonardo Hutabarat menyatakan, penerapan teknologi sederhana untuk membuka lahan tanpa membakar, yaitu dengan cara menebas rumput, butuh ongkos minimal Rp 500.000 per hektar.
Berkaitan dengan pemadaman, Pemprov Sumsel menerima bantuan dua helikopter dari perusahaan perkebunan. Pinjaman tersebut, kata Gubernur Sumsel Syahrial Oesman, diterima karena pemprov tak mampu menyediakan helikopter. Sumsel sendiri sudah menganggarkan Rp 2 miliar untuk seluruh upaya pencegahan kebakaran ataupun penanggulangannya, termasuk dampak akibat munculnya kabut asap. (WHY/CAS/WAD/LKT)

0 comments: