Wednesday, July 04, 2007

Pertemuan Presiden-DPR Alot

KOMPAS - Rabu, 04 Juli 2007

Ada Fraksi yang Minta Presiden Tetap Hadir di Paripurna

Jakarta, Kompas - Rapat konsultasi pimpinan DPR, pimpinan fraksi dan pimpinan komisi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Nusantara IV DPR, Selasa (3/7), berlangsung alot.
Rapat yang dimulai pukul 19.30 sampai berita ini diturunkan pukul 24.00 belum berakhir.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, fraksi-fraksi masih memiliki pandangan yang beragam. Ada yang tetap meminta Presiden harus hadir di sidang paripurna, tetapi ada juga fraksi yang menganggap pertemuan semalam sudah cukup.
Pertemuan tersebut merupakan kelanjutan dari rapat konsultasi sebelumnya di Istana Negara, 18 Juni lalu. Kedua rapat konsultasi itu digelar untuk mencairkan hubungan antara Presiden dan DPR menyusul adanya interpelasi soal Iran.
Selama sebulan terakhir DPR terus mendesak Presiden hadir di paripurna untuk menjelaskan persetujuan pemerintah atas Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1747. Sebaliknya, Presiden bersikukuh tidak mau hadir di paripurna dan mewakilkan kepada menterinya.
Rapat konsultasi Presiden dengan DPR semalam diwarnai aksi walkout. Wakil Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dari Partai Bulan Bintang Ali Mochtar Ngabalin meninggalkan ruangan saat rapat masih berlangsung karena merasa tidak puas dengan pertemuan tersebut.
Menurut Ngabalin, dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, Presiden tidak banyak menjelaskan soal persetujuan pemerintah atas Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1747 yang memberi perluasan sanksi kepada Iran, tetapi hanya memberi penjelasan politik luar negeri yang sangat umum.
"Tadi itu lebih pada materi perkuliahan S-2 hubungan internasional," ujar Ngabalin.
Ia juga menangkap kesan, Ketua DPR Agung Laksono mencoba mengarahkan pertemuan untuk mereduksi interpelasi Iran. Agung, menurut dia, berkali-kali menyebutkan bahwa pertemuan tersebut formal. Padahal, Presiden mengatakan pertemuan itu informal.
"Saya lebih baik keluar agar tenang pulang ke rumah," kata Ngabalin sambil meninggalkan Gedung Nusantara IV.
Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno pada pukul 22.05 juga meninggalkan ruangan. Namun, hal itu lebih disebabkan kondisi kesehatannya yang belum pulih.
Ketika ditanya pers soal nasib paripurna interpelasi Iran, Soetardjo dengan tegas menjawab, "Tetap jalan terus."
Mengenai apakah Presiden harus tetap hadir, Soetardjo mengatakan, "Ya, harus."
Saatnya kerja keras
Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi mengingatkan Presiden dan DPR agar tidak terus-menerus adu gengsi atau mementingkan simbol-simbol, tetapi lebih bersungguh-sungguh bekerja menyejahterakan masyarakat.
"Situasi negara seperti ini tidak bisa hanya adu gengsi. Sekarang juga bukan zamannya lagi simbol-simbol atau pencitraan. Sekarang saatnya kerja habis-habisan," kata Kristiadi.
Sikap DPR yang sangat mementingkan kehadiran fisik presiden di paripurna, menurut dia, sama dengan pengagungan pada simbol. Sesungguhnya yang jauh lebih penting adalah mengevaluasi kebijakan pemerintah, termasuk saat menggulirkan interpelasi lumpur Lapindo.
Presiden pun, menurut Kristiadi, tak berbeda. Kunjungan Presiden ke Sidoarjo adalah salah satu contoh perilaku politik yang sangat mementingkan simbol atau pencitraan.
Untuk mengatasi kondisi ini, semua pihak harus berjiwa besar. Artinya, jangan saling ngotot cuma mempertahankan siapa yang paling kuasa. "Presiden harus datang ke DPR (paripurna), tetapi tidak perlu sampai selesai acara. Cukup memberi garis besar kebijakan. Selanjutnya dapat diserahkan kepada menteri. Sementara itu, DPR harus menerima, jangan ngotot Presiden hadir seluruh waktu," tuturnya.
Presiden "all out"
Jumlah menteri yang ditugaskan Presiden menghadiri rapat semalam jauh lebih banyak dibandingkan saat menjawab interpelasi Iran di paripurna beberapa waktu lalu. Apabila sebelumnya Presiden hanya menugaskan tujuh menteri, kemarin Presiden didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, 3 menteri koordinator, 9 pejabat setingkat menteri, dan 3 utusan khusus.
Menteri koordinator (menko) yang hadir adalah Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, dan Menko Bidang Perekonomian Boediono.
Pejabat setingkat menteri adalah Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Hatta Rajasa, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menteri Perdagangan Mari Pangestu, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto, dan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto. Hadir juga utusan khusus, yaitu Ali Alatas, Da’i Bachtiar, dan Nana Sutresna.
Menurut Menlu Hassan Wirajuda, persiapan Presiden untuk memberikan penjelasan mengenai kebijakan politik luar negeri dinilai sudah cukup memadai.
"Materinya saat ini lebih memberikan peluang kepada Presiden untuk memaparkan masalah politik luar negeri secara umum kepada anggota Dewan. Jadi, tidak spesifik soal Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Iran. Penjelasan Presiden nanti akan lebih banyak ke arah kebijakan dan implementasi politik luar negeri dari berbagai aspek," ujar Hassan.
Selasa pagi Presiden Yudhoyono memanggil para menteri dan pejabat setingkat menteri untuk mematangkan persiapan menjelang rapat konsultasi. Hadir pula Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Mereka yang dipanggil di antaranya tiga menteri koordinator, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto, Menhan Juwono Sudarsono, Mensesneg Hatta Rajasa, dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Ali Alatas.
Ditanya apakah forum konsultasi pimpinan DPR dan pemerintah ini bisa menyelesaikan masalah interpelasi yang diajukan DPR dengan tuntutan kehadiran Presiden, Hassan menjawab, "Perdebatan publik selama ini memang ada interpelasi DPR, tetapi sekarang sudah disepakati bersama untuk melanjutkan dalam pertemuan konsultasi informal antara pimpinan DPR dan pemerintah."
Mengenai mengapa Presiden harus menjelaskan kebijakan luar negeri secara umum, sementara yang dipertanyakan oleh DPR soal resolusi Iran, Hassan mengatakan bahwa yang terjadi adalah proses politik.
"Jangan dibaca secara telanjang begitu saja persoalannya. Ini kan dalam artian adanya perbedaan cara pandang atas usul interpelasi antara pemerintah dan pimpinan DPR," katanya. (SUT/HAR)

0 comments: