Wednesday, July 04, 2007

Warga Tetap Harus Lengkapi Dokumen

KOMPAS - Rabu, 04 Juli 2007

Jakarta, Kompas - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengharapkan Lapindo Brantas Inc bisa menyelesaikan pembayaran uang muka ganti rugi kepada korban lumpur panas dalam 10 pekan, seperti diinstruksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebaliknya, warga juga diimbau untuk melengkapi semua dokumennya agar bisa mendapatkan uang muka 20 persen ganti rugi.
"Harapan kami sebagai pemerintah, kami harapkan 10 pekan itu bisa dipenuhi bersama," ujar Aburizal Bakrie menjawab pers, seusai sidang kabinet terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Selasa (3/7).
Tentang percepatan pembayaran yang harus dilakukan Lapindo, Aburizal mengatakan, tergantung dari kecepatan warga menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan pembayaran. "Kalau persyaratan sudah lengkap, pasti yang 20 persen segera dibayarkan Lapindo dan sisanya 80 persen akan dibayar lagi sesuai ketentuan," lanjut Aburizal.
Tidak akurat
Akan tetapi, percepatan pembayaran ganti rugi itu kini menghadapi persoalan baru. Perwakilan warga korban lumpur menemukan sejumlah fakta ketidakakuratan data hasil survei yang dilakukan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terhadap tanah dan bangunan mereka yang kini terendam lumpur. Padahal, data itu dijadikan salah satu acuan dalam pemberian ganti rugi.
Menurut perwakilan Tim 16 (perwakilan korban dari Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera 1), Koes Sulassono, dan perwakilan warga Desa Kedungbendo, Tanggulangin, Sidoarjo, Imron Rosya, ketidakakuratan data itu mencapai 70 persen. Karena itu, mereka minta supaya data ITS tidak lagi dijadikan acuan pembayaran ganti rugi. Mereka meminta agar pengakuan warga yang dijadikan acuan.
Sejumlah ketidakakuratan itu, kata Koes dan Imron, misalnya, ada tanah yang luasnya 72 m2 tetapi luas bangunannya 84 m2, padahal bangunan tidak tingkat. Ada lagi bangunan yang luasnya disebutkan 105 m2, sementara aslinya 112 m2. Lalu ada tanah 175 m2, tetapi bangunan 900 m2.
Menanggapi tuntutan warga itu, staf Deputi Sosial Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo Syahrul Arifin menyatakan, kekeliruan itu kalaupun ada hanyalah satu-dua.
Kesalahan, katanya, bisa terjadi karena perbedaan cara mengukur. Tim ITS hanya mengukur bangunan utama, sedangkan warga mengukur juga kandang, pagar, atau bangunan lain di sekitar bangunan utama.
Karena itu, hasil verifikasi ITS tetap dijadikan acuan. Warga yang keberatan bisa membuat surat pernyataan tentang luas bangunannya sendiri. Hanya saja, harus disadari bahwa pembayaran ganti rugi menjadi lebih lama. Sebab, harus dilakukan pencocokan ulang antara data warga dan citra satelit Kecamatan Porong dan Tanggulangin sebelum terendam lumpur.
Sementara itu, 44 berkas dari Desa Pejarakan, Renokenongo, dan Mindi sudah diserahkan Senin malam dan rencananya hari ini akan diberikan uang muka ganti rugi. (har/apa)

0 comments: