Thursday, August 02, 2007

Calon Perseorangan: DPR Tak Mau Pengaturan dengan Perpu

KOMPAS - Kamis, 02 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Semua fraksi di DPR tidak menghendaki persoalan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, diatur dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perpu. Untuk sementara, pilkada mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dan pimpinan fraksi, Rabu (1/8), disepakati calon perseorangan akan diatur dalam revisi UU No 32/2004. Dalam UU itu, calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Ketua DPR Agung Laksono menuturkan, dengan melalui revisi UU No 32/2004 secara terbatas akan terbuka ruang dialog yang lebih luas. Pembahasan dilakukan bersama antara DPR dan pemerintah. Publik juga bisa memberikan masukan. Jika diatur dengan perpu, prosesnya jadi satu arah. "Untuk itu, DPR akan mengambil inisiatif mengajukan rancangan UU," katanya.
Agung juga menjamin Dewan tidak akan mengulur-ulur waktu dan menghalangi calon perseorangan yang ingin mengikuti pemilihan kepala daerah dalam waktu dekat ini. Namun, revisi UU No 32/2004 itu kemungkinan baru akan diselesaikan tahun 2008.
"Kami optimistis revisi bisa dilaksanakan tidak terlalu lama. Mudah-mudahan awal tahun 2008 selesai," kata Agung memaparkan.
Potensi konflik
Mengenai kemungkinan terjadinya konflik di sejumlah daerah yang akan menggelar pilkada, karena calon perseorangan belum diatur, Agung secara diplomatis, melemparkan tanggung jawab ini kepada MK. "Ini putusan MK yang mengejutkan dan kita terima. Ini diawali MK," ucapnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso menegaskan, apabila terjadi konflik di daerah terkait pencalonan perseorangan ini, yang pertama harus ditanyai adalah MK. "MK paling bertanggung jawab jika ada kekacauan demokrasi," katanya.
Priyo berpendapat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tidak akan berani mengeluarkan perpu tentang calon perseorangan karena dilihat dari beban dan substansinya sangat berat. Perpu itu akan berhadapan dengan kepentingan partai politik.
Mulai cari dukungan
Dari Pekanbaru, Riau, dilaporkan, walau belum ada pengaturannya, calon perseorangan mulai meramaikan pilkada yang dilaksanakan Agustus 2008. Pasangan Tabrani Rab-Fauzi Kadir memasang iklan di surat kabar lokal untuk menjual program dan menarik dukungan masyarakat.
Hal serupa juga terjadi di Sulawesi Selatan. Ada pasangan calon kepala daerah, yang mengaku dari jalur perseorangan, menarik dukungan masyarakat dengan baliho yang dipasang di jalanan. Namun, KPU Sulsel melarang pemasangan baliho itu.
Tabrani, tokoh pendidikan Riau, dalam iklannya menjanjikan, jika terpilih menjadi gubernur melalui jalur independen, ia akan membebaskan biaya pendidikan dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Ia juga akan membebaskan biaya kesehatan dan mengembalikan hak ulayat rakyat Riau.
Masih dalam iklannya, Tabrani mengajak tokoh masyarakat, pemuda, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi mendaftarkan diri menjadi koordinator tim suksesnya. Dia juga meminta masyarakat untuk mendukung pencalonannya itu.
Rabu, seorang pengacara di Riau, M Kapitra, memproklamasikan diri maju dari jalur perseorangan pula. Sebelumnya, Azlaini Agus (anggota DPR), Fachruddin Bakar (mantan Wakil Kepala Polda Riau), Thamsir Rahman (Bupati Indragiri Hulu), dan Saleh Djasit (mantan Gubernur Riau) juga menyatakan berminat mengikuti pemilihan gubernur melalui jalur perseorangan.
Pengamat politik Andi Yusran mengatakan, munculnya nama calon perseorangan dalam pilkada adalah bagian dari penantian publik. Selama ini proses pilkada merupakan hak eksklusif yang dikuasai partai dan orang berduit. "Ini kesempatan emas buat tokoh Riau yang tidak dilirik partai untuk maju sendiri. Ini menjadi sesuatu yang menarik dan positif. Paling tidak akan menjadi tantangan bagi parpol agar tampil lebih baik," katanya.
Andi juga mengingatkan, jika pemerintah semakin lama mengeluarkan perpu, pilkada di beberapa daerah akan semakin panas. Karena itu, pemerintah harus cepat membuat aturan di tengah laju keinginan calon perseorangan.
Secara terpisah, ahli hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran Indra Perwira, Rabu, di Bandung, mengatakan, calon perorangan dalam pilkada memunculkan peluang pencederaan terhadap demokrasi. Alasannya, tidak ada calon perorangan yang memiliki infrastruktur politik sekuat partai politik. Sebagian besar dari mereka diyakini akan menggunakan politik uang untuk untuk mencapai kursi kekuasaannya. (SUT/SAH/MHF)

0 comments: