Thursday, August 02, 2007

Pengganti Ma’ruf Belum Pasti

KOMPAS - Kamis, 02 Agustus 2007

Pemberantasan Kasus Korupsi Kepala Daerah Ikut Terhambat

Jakarta, Kompas - Tim Dokter Kepresidenan menilai Menteri Dalam Negeri Moh Ma’ruf yang menderita sakit akibat stroke dan dirawat sejak akhir Maret 2007 tak lagi dapat menjalankan tugasnya sebagai menteri. Atas penilaian itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan akan mengganti Ma’ruf.
Tim Dokter Kepresidenan itu secara khusus diberi tugas oleh Presiden Yudhoyono untuk memeriksa kesehatan Ma’ruf, guna melihat kemungkinan dapat atau tidaknya Ma’ruf melakukan tugas sebagai menteri. Demikian disampaikan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (1/8).
Walaupun telah memastikan bahwa Ma’ruf akan diganti, Sudi mengatakan belum mengetahui siapa yang akan menggantikan Ma’ruf dan bagaimana penggantiannya.
Sudi mengutarakan bahwa ia belum tahu apakah Presiden Yudhoyono akan melakukan pemanggilan khusus dan pribadi sejumlah orang ke kediamannya di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat. Cara itu ditempuh Yudhoyono saat mencoret tiga menteri pada November 2005 dan lima menteri pada Mei 2007.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pengumuman penggantian Ma’ruf akan dilakukan Agustus ini. Selama Ma’ruf sakit dan tidak lagi bisa menjalankan tugasnya sebagai menteri, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ad interim.
Mendagri definitif penting
Dari Bandung, pengamat hukum tata negara Universitas Padjadjaran, Gde Pantja Astawa, mengingatkan, pengangkatan pejabat definitif Mendagri sangat penting dalam penyelesaian kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah.
Menurut Pantja Astawa, Mendagri definitif juga sangat penting untuk mengambil kebijakan yang strategis dan tidak bisa dilakukan Mendagri ad interim. "Hal ini juga berlaku pada kasus korupsi yang melibatkan banyak kepala daerah," katanya.
Di beberapa daerah kasus korupsi yang diduga melibatkan kepala daerah seperti jalan di tempat. Sesuai dengan aturan perundang-undangan, menjadi kewenangan Mendagri untuk mengeluarkan surat penon-aktifan, atas perintah Presiden. Hal itu membuat langkah kejaksaan terhambat.
Pantja Astawa mengatakan, berbeda dengan peran Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan harus menunggu izin Mendagri sebelum memeriksa pejabat daerah. Karena itu, peran Mendagri definitif sangat diperlukan.
Jadi, apabila Mendagri definitif telah ditetapkan, langkah untuk pemeriksaan diharapkan lebih mudah dan terencana. Mendagri definitif bisa menetapkan waktu pelaksanaan pengusutan pejabat di daerah itu.
Oleh karena itu, Pantja Astawa kembali mendesak peran Presiden dalam masalah ini. Presiden harus bisa membedakan bentuk alasan kemanusiaan—karena Ma’ruf dalam keadaan sakit—dengan kebutuhan dan timbulnya banyak gejolak di daerah, yang membutuhkan peran serta langsung Mendagri.
"Sisi kemanusiaan memang tak bisa ditinggalkan begitu saja, tapi saat ini banyak kepentingan mendesak yang juga tak bisa dibiarkan begitu saja oleh Presiden," kata Pantja Astawa. (CHE/INU)

0 comments: