Saturday, August 04, 2007

Jakarta Damai, tapi Macet Total

KOMPAS - Sabtu, 04 Agustus 2007

Kampanye Terbuka Tidak Penting, tetapi Bangkitkan Solidaritas

Jakarta, Kompas - Kampanye hari terakhir pasangan kandidat gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Adang Daradjatun-Dani Anwar serta Fauzi Bowo-Prijanto, Jumat (3/8), berlangsung damai dan semarak. Namun, kemacetan arus lalu lintas berjam-jam di berbagai ruas jalan di kawasan Jakarta tak terelakkan.
Para pengamat malah menilai kampanye terbuka semacam itu sudah tidak diperlukan lagi.
Berdasarkan pantauan Kompas—termasuk dari udara—diperkirakan ratusan ribu orang hadir memadati dua lokasi kampanye, Parkir Timur Senayan dan Lapangan Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, tempat masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur unjuk pendukung.
Massa pendukung Adang-Dani seusai shalat Jumat langsung mengalir ke kawasan Parkir Timur Senayan. Lokasi itu menjadi pusat kampanye pasangan yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Kampanye hari terakhir Adang-Dani juga menghadirkan juru kampanye di antaranya Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua Majelis Syuro PKS KH Hilmi Aminuddin, Presiden PKS Tifatul Sembiring, tokoh Betawi Ridwan Saidi, anggota DPD asal Jakarta Biem Benyamin, Ketua Umum Partai Demokrasi Pembaruan Roy BB Janis, Ketua Umum Forum Betawi Rempug KH Fadholi, mantan Komandan Puspom Jasri Marin, mantan Kepala Puspen ABRI Abdul Wahab Mokodongan, mantan Panglima Kodam Jaya Slamet Kirbiantoro, dan sejumlah tokoh ormas kepemudaan.
Jasri mengaku, ia dan dua rekannya adalah tiga jenderal yang tertipu saat pencalonan gubernur oleh parpol tertentu. Ia mengajak massa memilih kandidat gubernur yang dicalonkan partai yang tak suka menipu. "Pilihlah Adang," ujarnya.
Adapun Dani kembali mengulang komitmennya untuk menggratiskan pendidikan di sekolah negeri di Jakarta dan pemberian asuransi kesehatan bagi warga Jakarta. "APBD Jakarta itu sangat cukup untuk membiayai pendidikan warganya," ujarnya.
Adang juga menegaskan komitmen untuk tidak korupsi, kolusi dan nepotisme selama masa kepemimpinannya. "Jika saya terpilih, Anda semua menjadi saksi bahwa saya tak akan korupsi. Anda semua juga akan menjadi pengawas bahwa saya bekerja untuk warga Jakarta," ujarnya.
Kemacetan terjadi merata di beberapa wilayah Jakarta Pusat serta perbatasan Jakarta Pusat dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Massa dengan bermacam atribut menggunakan sepeda motor, kendaraan pribadi, hingga metromini dan kopaja.
Saat pulang, massa Adang- Dani bertemu dengan massa Fauzi-Prijanto. Meski demikian, mereka berkampanye dengan tetap bersahabat, tertib, dan damai.
Pasangan Fauzi-Prijanto berkampanye di Lapangan Sepak Bola Stadion Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan. Kampanye itu juga dihadiri Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono, Ketua Umum DPP PBR Bursah Zarnubi, Sekjen PDI-P Pramono Anung, dan Taufik Kiemas.
Massa menyemut dan memacetkan jalan-jalan utama Jakarta. Pengguna kendaraan pun harus rela mengalami kemacetan hingga berjam-jam karena tidak ada jalur lain yang dapat dilewati.
Para pendukung Fauzi-Prijanto memadati Jalan HR Rasuna Said dari dua sisi jalan. Massa lebih senang berpawai di jalanan daripada mendengarkan kampanye di lapangan.
Pramono Anung dalam orasinya meminta para pendukung Fauzi-Prijanto untuk tidak terpancing dengan berbagai aksi provokasi yang ada. Dengan didukung 20 partai politik, Pramono meyakinkan bahwa koalisi mereka paling kuat. Taufik juga menyatakan hal serupa.
Sementara itu, Fauzi menegaskan, dirinya bersama Prijanto memiliki solusi atas berbagai permasalahan Jakarta. Jika terpilih, ia berjanji akan bekerja lebih keras lagi untuk membangun Jakarta yang nyaman dan sejahtera bagi semua.
"Jika menang pada 8 Agustus nanti, semua bendera partai politik pendukung kami akan kami kibarkan di Balaikota," kata Fauzi Bowo.
Kemacetan akibat kampanye besar-besaran dua calon gubernur itu disesalkan banyak kalangan masyarakat. "Toh, siapa pun yang terpilih, rakyat kecil bakal dilupakan. Ngapain orang pada repot-repot ikut kampanye," kata Rahmat, sopir taksi yang terperangkap kemacetan.
"Belum terpilih sudah nyusahin warga, padahal janjinya mau membenahi kemacetan. Cara kampanye seperti ini kenapa masih dibiarkan," kata Waskita, warga Serpong yang terjebak dua jam di Jalan Tol Jakarta-Merak.
Tidak efektif
Menurut Rektor Universitas Paramadina, Jakarta, Anis Baswedan, kampanye besar-besaran calon gubernur DKI itu tidak efektif untuk menarik pemilih baru. Sebab, dari penelitian selama ini, kampanye yang paling efektif adalah lewat televisi, lalu tatap muka, dan melalui pemberitaan di media. "Namun, bagi setiap calon, kampanye besar-besaran yang diiringi arak-arakan tetap dibutuhkan untuk membangkitkan solidaritas atau semangat kelompok di antara massa mereka sendiri," papar Anis.
Bagi para calon, lanjut Anis, dampak positif dari solidaritas kelompok itu jauh lebih berharga dibandingkan dengan kejengkelan orang karena kampanye besar-besaran itu menyebabkan sejumlah hal, seperti kemacetan yang parah.
Pakar komunikasi politik Effendi Ghazali berpendapat, kampanye terbuka seperti itu tak penting bagi masyarakat. "Yang ada, banyak yang marah. Ada yang bilang kampanye aja bikin macet, apalagi kalau memerintah nanti," katanya.
Ia menyayangkan kampanye terbuka yang dilakukan di ibu kota negara. Jakarta semestinya jadi puncak kemampuan berpolitik sehingga kampanye terbuka dengan mengerahkan ribuan orang tidak perlu dilakukan.(SIE/NWO/**/MZW/ECA/ ARN/CAL/ONG)

0 comments: