Saturday, August 04, 2007

Perseorangan: Calon Harus Didukung 15 Persen Pemilih

KOMPAS - Sabtu, 04 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta menyatakan, calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada seharusnya diperlakukan sama dengan calon dari partai politik. Karena itu, calon perseorangan juga harus didukung 15 persen dari jumlah pemilih.
Menurut Andi, Jumat (3/8) di Jakarta, persyaratan dukungan 15 persen dari jumlah pemilih itu belum tentu diatur dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Meski Dephuk dan HAM menjadi pusat hukum, pemerintah menanti usulan DPR yang berinisiatif merevisi UU itu.
"Dephuk dan HAM mempersiapkan daftar inventarisasi masalah. Saya belum tahu apa yang diusulkan DPR. Namun, seharusnya ada persamaan di depan hukum. Calon independen harus dicalonkan rakyat dan bukan cari tanda tangan rakyat," katanya.
Saat ditanyakan apakah usulan persyaratannya itu tidak mempersulit calon perseorangan, Andi menjawab, "Memang melahirkan seorang pemimpin memerlukan syarat yang kuat. Jangan menggadaikan kepentingan rakyat."
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, mendukung apabila syarat calon perseorangan sama dengan syarat calon dari partai. Ia percaya calon perseorangan dapat memperoleh dukungan hingga 15 persen dari jumlah pemilih.
Arbi juga mengingatkan, calon perseorangan harus beda dengan calon dari partai. Misalnya, calon perseorangan harus lima tahun sudah mundur dari partai.
Tak takut digugat
Di Jakarta, Jumat, Wakil Presiden M Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tak takut digugat pihak yang merasa dirugikan karena dalam waktu dekat belum bisa mengatur calon perseorangan pilkada, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Wapres, siapa yang dapat digugat, karena belum diaturnya pencalonan perseorangan dalam pilkada, tidaklah jelas. Siapa yang berhak menggugat juga tidak jelas. "Jika belum ada ketentuan hukumnya, apa landasannya?" ujar Kalla.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta, Sarwono Kusumaatmadja dan Biem Benyamin, Kamis, mendaftarkan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka, bersama dua penggugat lainnya, minta pengadilan memutuskan KPU Jakarta menghentikan proses pilkada karena belum memberi kesempatan kepada calon perseorangan sesuai putusan MK (Kompas, 3/8).
Menurut Kalla, calon perseorangan belum tentu ada dalam pilkada yang akan digelar di sejumlah daerah dalam waktu dekat ini. Semuanya harus diatur dalam dalam UU atau revisi terhadap UU No 32/2004.
Jika belum ada aturannya, lanjut Wapres, tetapi ada yang memaksakan calon perseorangan dalam sebuah pilkada, negara dan sistem demokrasi bisa kacau balau. "Kita tunggu pembahasan pemerintah dan DPR," katanya.
Cukup tiga bulan
Di Denpasar, Bali, guru besar hukum tata negara Universitas Udayana, Yohanes Usfunan, menilai, merevisi secara terbatas UU No 32/2004 adalah rujukan paling sesuai untuk menampung persyaratan calon perseorangan dalam pilkada. Namun, pembahasannya harus dengan batas waktu tidak lebih dari tiga bulan. Ini bisa terlaksana jika ada itikad baik dari pemerintah dan DPR.
"Cepat atau lambat revisi terbatas UU No 32/2004 bergantung pada political will Presiden dan DPR. Bila dikerjakan dengan serius dan dilandasi kemauan baik, bisa diselesaikan dalam waktu paling lama tiga bulan. Jika tidak, pembahasannya bisa panjang, bahkan buntu," tutur Usfunan.
Tuntutan supaya revisi UU Pemerintahan Daerah dipercepat justru datang dari fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar Bali sehingga calon perseorangan bisa segera mengikuti pilkada. Meski begitu, revisi UU itu harus berbobot, tidak asal jadi, sehingga tak menyulitkan pelaksanaannya di lapangan.
Menurut Ketua DPD PDI-P Bali AA Ngurah Oka Ratmadi dan Ketua DPD Partai Golkar Bali Cokorda Gede Budi Suryawan, meski kecewa dengan putusan MK, pengaturan calon perseorangan harus segera sehingga masyarakat punya banyak pilihan dalam pilkada. Apalagi, rakyat sudah pintar untuk memilih dan memilah calon yang berkompeten dan tak hanya populer.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita di Bandung, Jumat, juga minta DPR dan pemerintah menetapkan pengaturan calon perseorangan untuk menenteramkan masyarakat. Pemerintah dan DPR juga harus bersikap adil dan menghargai asas kepastian hukum.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Jeirry Sumampow menilai, sikap pemerintah dan DPR yang menginginkan revisi UU Pemerintahan Daerah untuk mengatur pencalonan perseorangan adalah upaya mengulur-ulur waktu saja. (vin/har/ays/ans/jon/mhf/dik/wsi/che/ina/sah/doe/hln/who/why)

0 comments: