Thursday, July 26, 2007

Jangan Timbulkan Soal Baru

KOMPAS - Kamis, 26 Juli 2007

Mendesak, Pengaturan Calon Perseorangan dalam Pilkada

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sekembalinya dari Korea Selatan, akan membangun komunikasi dengan berbagai pihak, sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan calon perseorangan ikut dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada.
"Kita ingin supaya yang kita lakukan terkait pemilu, pilkada, dan kegiatan politik apa pun itu betul-betul tidak menimbulkan persoalan baru, tetapi memberikan solusi dan kebaikan, termasuk fairness dalam kehidupan berdemokrasi," ujar Presiden di Seoul, Korea Selatan, Rabu (25/7).
Menurut Presiden, terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang munculnya calon perseorangan dalam pilkada, ia telah mengomunikasikannya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Tanah Air. "Saya mendengar, setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi muncul berbagai pendapat dan diskursus. Saya kira ini wajar saja dalam negara demokrasi," ujarnya.
Presiden melanjutkan, "Yang penting, mari pahami dulu yang diputuskan MK itu. Juga kita pahami sistem dan demokrasi yang berlangsung selama ini serta situasi khusus di negeri kita ini."
Sebagai kepala negara, Presiden Yudhoyono berkepentingan agar semua pendapat dan masukan dapat diletakkan dalam tatanan sistem dan kerangka bernegara serta berpolitik sesuai dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku.
Di Jakarta, Selasa malam, Jusuf Kalla menegaskan, terkait putusan MK itu, langkah pertama pemerintah adalah mempelajari dan menerima putusan MK. Tentang konsekuensi lebih jauh atas putusan MK, ia belum dapat mengemukakannya.
Kekacauan politik
Namun, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Saifullah Yusuf berharap pemerintah segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang calon perseorangan dalam pilkada. Jika tidak, kekacauan politik dapat terjadi, terutama di daerah yang dalam waktu dekat akan menggelar pilkada. Di Maluku Utara jabatan gubernur akan berakhir 25 November ini. Masa jabatan sejumlah bupati dan wali kota juga akan berakhir pada September dan Oktober 2007.
Saifullah, yang didampingi Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Izzul Muslimin dan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik Natalis Situmorang, Rabu di Jakarta, menegaskan, kekacauan dapat terjadi karena, dari sejumlah penelitian, ternyata sebagian besar warga menginginkan calon perseorangan dalam pilkada. Padahal, putusan MK belum bisa dilaksanakan selama belum ada peraturan pelaksanaannya.
Ketua MK Jimly Asshiddiqie juga mengingatkan, putusan MK itu harus ditindaklanjuti dengan pengaturan teknis tentang hal yang belum diatur undang-undang. "Misalnya, calon perseorangan harus mendapatkan dukungan dari berapa persen pemilih," katanya.
Sebenarnya, ada tiga kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mengisi kevakuman hukum atas putusan MK, yakni revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyusunan tata cara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), atau pembuatan perpu oleh Presiden. Namun, Jimly mengingatkan, harus ada langkah cepat merumuskan aturan yang dapat digunakan sebagai dasar calon perseorangan dalam pilkada itu.
Maluku Utara tertutup
Dari Ternate dilaporkan, meski belum ada penetapan calon kepala daerah yang berhak mengikuti Pilkada Maluku Utara 2007, Ketua KPU Maluku Utara Rahmi Husen menandaskan belum bisa mengakomodasi pasangan calon perseorangan. Saat ini KPU Maluku Utara tengah melakukan verifikasi atas lima pasangan calon kepala daerah yang mendaftar melalui jalur parpol.
Menurut Rahmi, meski merupakan langkah luar biasa, putusan MK itu dibacakan bertepatan dengan penutupan masa pendaftaran calon kepala daerah Maluku Utara. Padahal, belum ada ketentuan teknis untuk melaksanakan putusan itu.
Aturan teknis bagi pengajuan calon perseorangan, lanjut Rahmi, perlu segera dirumuskan sehingga dapat dijadikan acuan pelaksana pilkada. Namun, KPU Maluku Utara belum bisa menerima pencalonan perseorangan karena tak berani berspekulasi.
Ketua KPU Sulawesi Selatan Mappinawang juga mengatakan, calon perseorangan kemungkinan besar belum bisa mengikuti Pilkada Sulsel, November 2007. Apalagi, tahapan Pilkada Sulsel sudah berlangsung. "Saat ini tahapan Pilkada Sulsel sudah jalan dan waktu pemilihan sudah ditetapkan. Kalau mau dimundurkan waktunya untuk mengakomodasi calon perseorangan, akan sulit," ujarnya di Makassar, Selasa.
Dari Bali, pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Golkar meragukan putusan MK itu dapat dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Selain belum ada aturan teknisnya, selama ini calon perseorangan juga bisa diakomodasi oleh parpol.
"Kami justru khawatir adanya peluang pencalonan perseorangan ini menjadikan banyaknya calon dalam pilkada tidak terbendung lagi. Asalkan memiliki uang banyak, siapa pun boleh mencalonkan diri. Pilkada menjadi tidak sehat," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Bali AA Ngurah Oka Ratmadi di Denpasar, Rabu.
Bahkan, Ketua DPD Partai Golkar Bali Cokorda Gede Budi Suryawan mengaku kecewa dengan putusan MK itu. Meski demikian, putusan itu menjadi tantangan bagi parpol di Bali, yang pada tahun 2008 akan menggelar pemilihan gubernur.
Mendorong demokratisasi
Walau demikian, Rahmi menilai putusan MK bisa mendorong demokratisasi yang lebih baik dan sebagai cambuk bagi parpol untuk membenahi diri. Apalagi, selama ini terjadi semacam oligarki pada parpol karena menjadi satu-satunya jalur bagi seseorang untuk menjadi anggota legislatif maupun eksekutif. Akibatnya, parpol mengabaikan masalah yang dihadapi masyarakat.
"Fungsi parpol banyak yang belum jalan, seperti pendidikan politik ke masyarakat yang masih lemah. Putusan MK adalah pemicu bagi partai sehingga mampu mengagregasi dan mengartikulasi aspirasi masyarakat," tuturnya.
Sebaliknya, pengamat politik Universitas Warmadewa, Denpasar, I Nyoman Wiratmaja, meragukan kemampuan warga menangkap makna calon perseorangan seperti diputuskan MK, karena selama ini warga masih mengenal tokoh pilihan mereka melalui partai. Warga juga banyak yang belum melek media.
Bahkan, Wiratmaja mengkhawatirkan calon independen atau perseorangan yang muncul dalam pilkada adalah orang partai, atau mewakili aspirasi orang kuat yang tidak memiliki baju politik, atau justru menjadi pelampiasan karena terbuang dari partai.
"Jangan-jangan ini akal-akalan dan calon perseorangan itu adalah wajah lama. Ini kan sama saja bohong," ujar Wiratmaja lagi. (SUHARTONO/ INU/NWO/IDR/ANG/REN/AYS)

0 comments: