Tuesday, July 24, 2007

Perseorangan Bisa Ikut Pilkada

KOMPAS - Selasa, 24 Juli 2007

KPU Jakarta Tolak Pencalonan Independen untuk Pilkada 2007

Jakarta, Kompas - Pemilihan kepala daerah atau pilkada memasuki era baru setelah hari Senin (23/7) Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan tidak hanya partai politik yang bisa mengajukan calon, tetapi perseorangan juga dapat mengajukan diri menjadi calon kepala daerah.
Menurut MK, ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan hanya partai atau gabungan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Ketentuan itu menutup hak konstitusional seseorang.
Uji materi terhadap UU No. 32/2004 diajukan anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat) Lalu Ranggalawe. Dari sembilan hakim konstitusi, tiga hakim mengemukakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Putusan MK disambut elemen warga sipil dengan langsung menyanyikan lagu perjuangan selepas penyerahan putusan. Aktivis Gerakan Jakarta Merdeka M Fadjroel Rachman menegaskan, putusan MK itu bahkan bisa menjadi modal untuk memperjuangkan calon perseorangan dalam pemilihan presiden.
Sebelumnya, kesempatan majunya calon perseorangan hanya dibuka untuk Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Tetapi, itu pun berlaku untuk sekali pilkada saja.
Merujuk putusan MK, kesempatan serupa mesti diberikan di daerah lain agar tidak terjadi dualisme hukum yang mengakibatkan ketiadaan kedudukan yang sama antarwarga negara. Persamaan hak diterapkan dengan mengharuskan UU No. 32/2004 menyesuaikan dengan perkembangan baru, yaitu memberi hak kepada perseorangan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah tanpa melalui parpol.
Tiga hakim yang menyatakan pendapat berbeda adalah Achmad Roestandi, I Dewa Gede Palguna, dan HAS Natabaya. Natabaya dan Roestandi berpendapat, hak calon perseorangan tidak ditutup, tetapi dibatasi. Pembatasan itu tidak inkonstitusional.
MK berpendapat, perseorangan tetap dibebani kewajiban jumlah dukungan minimal untuk pencalonan. Tetapi, syarat itu tak boleh lebih berat ketimbang syarat parpol yang bisa mengajukan calon. Dalam UU 32/2004, parpol atau gabungan parpol dengan minimal 15 persen kursi atau perolehan suara sah pemilu DPRD bisa mengajukan calon.
Ketentuan syarat minimal dukungan adalah kewenangan pembentuk UU. Tetapi, MK berpendapat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berwenang mengadakan pengaturan untuk menghindari kekosongan hukum, sebelum pembentuk UU mengatur syarat dukungan bagi perorangan.
KPU Jakarta menolak
Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso menilai, MK seperti meninggalkan "bom waktu". DPR dan pemerintah dipaksa menerima apapun putusan MK atas nama konstitusi.
Sebaliknya, Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum justru menilai putusan MK patut diapresiasi sebagai ikhtiar membuka ruang demokrasi di tingkat lokal. Kesempatan bagi calon perseorangan juga memberi tantangan bagi parpol untuk memperbaiki dan membenahi diri.
Yang jelas, putusan MK itu berimplikasi teknis yang tak mudah, terutama bagi daerah yang pilkadanya dilaksanakan setelah putusan itu. Ketua Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin maupun Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Ferry Mursyidan Baldan mengingatkan, putusan MK tidak bisa ditindaklanjuti hanya dengan keputusan KPU.
"Meski amat risih, jalan keluar dari putusan MK yang kurang arif itu adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu). Tanpa Perpu, bangsa ini berada dalam ketakpastian hukum," sebut Lukman.
Sementara Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti menyebutkan, KPU tentu harus menunggu DPR dan pemerintah mengatur persyaratan perseorangan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, misalnya, soal jumlah dukungan minimal pemilih di suatu daerah.
Refli Harun, staf ahli MK pun menegaskan, jangan sampai ada kekosongan hukum, setelah putusan MK itu.
Di sisi lain, KPU Provinsi DKI Jakarta memutuskan menolak calon perorangan ikut dalam pilkada, 8 Agustus 2007. Anggota KPU Jakarta, Hamdan Rasyid dan Muflizar, Senin, menegaskan, putusan MK itu tak menyebutkan pilkada DKI harus diulang, karena putusan itu.
"Dengan kata lain, Pilkada DKI 2007 kali ini belum diikuti calon perorangan," ujar Hamdan lagi.
Muflizar menambahkan, KPU Jakarta menolak calon perorangan ikut dalam Pilkada DKI 2007, karena putusan MK belum bisa direalisasikan. Putusan itu belum memiliki aturan pelaksanaan. (dik/mam/bdm/win)

0 comments: