Friday, August 03, 2007

investigasi: Askeskin Diusut Depkes

KOMPAS - Jumat, 03 Agustus 2007

Jakarta, Kompas - Departemen Kesehatan tengah mengusut penggelembungan tagihan klaim Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin di beberapa rumah sakit. Ada indikasi terjadi penyimpangan prosedur penggunaan asuransi itu.
"Kami memeriksa beberapa rumah sakit kecil yang tagihannya mencapai Rp 2 miliar sebulan," kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Kamis (2/8), di Jakarta. Ada sejumlah RS di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan di luar Jawa yang diduga menggelembungkan klaim Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin).
"Kalau rumah sakit jantung tagihannya Rp 2 miliar sebulan itu pantas. Tetapi kalau rumah sakit tipe C di daerah kecil, jumlah kasus 100-200 kok tagihannya Rp 2 miliar," katanya.
Tentang itu, Inspektur Jenderal Depkes Faiq Bahfen menyatakan, pihaknya menerjunkan tim bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit tujuh rumah sakit di daerah.
Depkes telah memeriksa tagihan klaim Askeskin RS Umum Daerah (RSUD) Baubau, Sulawesi Tenggara. Ditemukan kejanggalan misalnya, periode Januari-April 2007, RS itu melayani 615 pasien dengan Askeskin dengan total tagihan obat dari Apotek Kimia Farma Rp 5,4 miliar. Pada Januari, ada 169 pasien dengan tagihan obat Rp 1,727 miliar.
Direktur RSUD Kota Bau-Bau dr Aminuddin Aumane berani memastikan biaya sebesar itu bukan tagihan RSUD Bau-Bau. Menurut dia, penentuan tarif pengobatan dan perawatan berpedoman pada peraturan daerah tahun 2000. "Boleh jadi berasal dari komponen harga obat", ucapnya.
Ia menjelaskan, klaim RSUD Bau-Bau berkisar Rp 150 juta-Rp 200 juta per bulan untuk biaya penggantian atas pengobatan dan perawatan pasien. Ia mengingatkan, pelayanan RSUD itu mencakup lima kabupaten lain di kepulauan yakni Kabupaten Buton, Muna, Wakatobi, Buton Utara, dan Bombana.
Menurut dia, penentuan harga untuk obat-obat tertentu ditentukan Depkes, dan pabrik obat. Harga obat bukan kewenangan pimpinan rumah sakit.
Tagihan November 2006 dengan 533 pasien, tagihan obatnya Rp 277 juta. Pada Desember 2006, 633 pasien, jumlah tagihan Rp 630 juta.
Dari pemeriksaan nampak, ada 10 obat yang mahal. Ada obat injeksi Rp 2,3 juta per ampul dipakai 1.552 buah. "Ada satu obat menghabiskan Rp 2,3 miliar," ujar Faiq. Ada pasien telah meninggal, masih ditagih obatnya.
"Kami meneliti apa ada pelanggaran standar profesi atau pelanggaran keuangan negara di situ," ujarnya. Untuk pelanggaran profesi, akan dilaporkan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Menggelembungnya klaim Askeskin ini, kata Menkes, karena verifikasi PT Askes tidak berjalan sama sekali. "Apakah itu disengaja atau tidak bisa memverifikasi? Kami akan urus ke pengadilan. Nanti akan diperiksa siapa yang salah. Itu supaya bisa jadi pelajaran," kata Menkes.
Pada tahun 2005 sisa dana Askeskin Rp 1,1 triliun, tetapi pada tahun 2006 defisit. Artinya, manajemen tidak beres mulai tahun 2006. "Kita sudah laporkan ke BPK secara lisan," kata Menkes.(LOK/EVY/YAS)

0 comments: