Wednesday, August 01, 2007

pemilihan gubernur: Mencermati Kepribadian Calon Pemimpin Jakarta

KOMPAS - Rabu, 01 Agustus 2007

Niniek L Karim dkk

Pemahaman terhadap siapa yang akan menjadi pejabat publik sebaiknya dimiliki setiap anggota masyarakat. Sebelum memilih, masyarakat perlu tahu seluk-beluk dan sepak terjang calon pemimpin, termasuk profil kepribadiannya.
Seperti dikatakan Leslie Zebrowitz dalam buku Social Perception bahwa "... everybody is a naïve psychologist...", setiap orang akan seperti psikolog, cenderung menilai orang yang diamatinya. Begitu pula tentang calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Warga Jakarta yang tertarik tahu, pernah ataupun belum pernah kenal secara pribadi tokoh pemimpin tersebut, pada dasarnya punya kecenderungan untuk berusaha menilai mereka. Dengan kata lain, warga mencoba membentuk persepsi tersendiri akan tokoh tersebut.
Dalam buku Social Psychology, Baron, Byrne, dan Newcombe menyatakan, proses tersebut sebagai proses persepsi sosial. Di lain pihak, psikologi sebagai suatu disiplin ilmu telah menemukan beberapa metode yang didukung teori dasar psikologi kepribadian, untuk bisa menelaah dari "kejauhan" (berjarak) profil kepribadian tokoh politik dan pemimpin.
Kami, beberapa psikolog sosial dan kepribadian, dibantu tim survei 10 sarjana psikologi meneliti kedua hal itu. Pertama, "pemeriksaan jarak jauh" terhadap kepribadian tokoh calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, sekaligus melihat kemungkinan kompatibilitas interpasangan. Kedua, usaha mendapatkan persepsi sosial masyarakat Jakarta tentang calon pemimpin, baik secara individual maupun sebagai suatu pasangan. Dengan memahami profil kepribadian calon, warga dapat mengenali secara lebih komprehensif calon pemimpin mereka.
Secara metodologi, kami merujuk kepada penelitian Post (2003) dalam The Psychological Assessment of Political Leader; Saddam Hussein and Bill Clinton, yang menggunakan metode pemeriksaan jarak jauh untuk mendapatkan profil kedua pemimpin negara itu.
Rujukan lain yang kami andalkan adalah buku yang ditulis Feldman dan Valenty (2001), berupa kumpulan penelitian psikologi politik berjudul Profiling Political Leaders; Cross-Cultural Studies of Personality Behavior, untuk memperoleh panduan teori dan metode dalam menganalisis kepribadian calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.
Para ahli psikologi politik memberi pemahaman komprehensif tentang penelitian yang representatif pada berbagai latar belakang budaya bisa dilakukan untuk memperoleh profil kepribadian tokoh politiknya. Profil kepribadian di sini kami batasi pada traits (sifat-sifat) kepribadian. Untuk itu, secara lebih spesifik kami menggunakan teori traits kepribadian dari Costa dan McCrae (1985, 1992, 1994). Mereka memaparkan adanya sifat manusia dan kecenderungan perilakunya, khususnya tokoh politik atau pemimpin.
Berlandaskan teori ini disusun alat ukur untuk memperoleh profil kepribadian yang memaparkan sifat menonjol dari calon pemimpin Jakarta. Kami tambahkan dukungan lain berupa perpaduan beberapa metode-teknik mencakup analisis psikobiografi, dokumen politik, karya tulis, laporan wawancara atau observasi rekaman audio-visual, berita media massa, dan wawancara dengan orang-orang dekat. Dari semua itu kami usahakan juga analisis kompatibilitas interpasangan.
Pemahaman psikologi kepribadian setiap manusia selalu memiliki kecenderungan pada satu atau beberapa traits tertentu. Setiap individu memiliki traits yang akan bisa membantu dia pribadi serta membuat lingkungannya survive dalam hidup.
Namun, seperti tertera pada pepatah awam "tiada gading yang tak retak", tiap manusia juga punya kecenderungan yang bisa merugikan diri sendiri kadang pula lingkungannya. Karena itu, sangat diharapkan kearifan siapa pun setelah membaca penelitian ini agar tidak menghakimi calon dalam pemahaman yang ekstrem, atau dalam bahasa awamnya menganggap mereka "sakit", karena jika dilihat seperti itu, kita semua manusia pastilah juga akan terkategori "sakit".
Untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat Jakarta tentang pasangan calon dalam Pilkada DKI Jakarta 2007, kami melakukan survei persepsi sosial anggota masyarakat di lima wilayah DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Barat, Timur, Selatan, dan Utara, dengan varian karakter kelompok yang beragam.
Melengkapi survei tersebut, dilakukan juga diskusi kelompok terfokus yang secara intensif mencoba menelusuri pemahaman kognitif dan afektif, bahkan juga harapan serta kecenderungan peserta diskusi yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat DKI Jakarta, dalam memilih calon pemimpin secara individu ataupun sebagai pasangan.
Dalam diskusi ini terdapat pengamat politik, psikolog, wartawan, pengusaha jasa, pedagang beretnis China, dosen, pengamat seni budaya, pekerja sosial, dan mahasiswa. Ada pula ibu rumah tangga, wakil beberapa sopir truk angkutan barang, dai, karyawan rendah, seniman, sampai yang menyebut diri sebagai "pengelola pedagang kaki lima" yang mungkin secara awam dikenal sebagai "preman".
Survei dan diskusi kelompok merupakan usaha untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana masyarakat DKI memahami tingkah laku calon dalam kesehariannya serta gambaran sikap mereka terhadap calon.
Penggunaan berbagai metode dan teknik dalam usaha penelitian ini bertujuan memenuhi syarat obyektivitas, reliabilitas, dan validitas penelitian. Obyektivitas di sini didefinisikan sebagai tingkat keajekan dari suatu obyek untuk dipersepsi secara sama oleh kebanyakan orang.
Kami melibatkan beberapa kelompok sampling untuk memberikan penilaian dengan beberapa metode berbeda. Hasilnya diperbandingkan untuk melihat kesesuaian persepsi antara berbagai penilai dan beragam metode tersebut. Perbandingan ini sekaligus menjadi cara untuk menjaga reliabilitas hasil penelitian.
Validitas penelitian diperoleh dengan cara membandingkan hasil pengukuran dan penilaian terhadap traits kepribadian yang dikonstruksi dari rangkaian teori sebagai kerangka dasar penelitian. Kerangka pikir tersebut terdiri dari teori kepribadian yang mencakup traits, motif sosial, self presentation (presentasi diri), serta gaya kognitif.
Teori itu dikaitkan pada perilaku politik yang mencakup kepemimpinan, keterbukaan terhadap ide baru, belief (keyakinan) politik, dan visi politik. Dari kerangka teoretis dan melalui analisis dokumen ditentukan indikasi kepribadian dan karakter mereka.
Kesesuaian antara setiap hasil analisis dan hasil observasi merujuk pada kerangka teoretis itulah yang merupakan indikasi dari validitas penelitian. Setelah itu semua, disusunlah rangkaian beberapa tulisan yang memaparkan profil kepribadian calon gubernur dan wakil gubernur DKI serta persepsi masyarakat akan subyek yang sama secara individual atau berpasangan. Inilah yang kami sajikan kepada pembaca Kompas dalam dua hari ini.

0 comments: