Monday, June 25, 2007

Ujian Nasional: Drama Lulus SLTP...

KOMPAS - Senin, 25 Juni 2007

Gesit Ariyanto dan Ester Lince Napitupulu

"Seneng banget...," kata Mediana Eka Wardani (15), siswi SMP Negeri 3 Tangerang, Banten, mengomentari hasil ujian nasional atau UN dalam genggamannya, Sabtu (23/6). Nilainya 27,40, dengan rincian 9,00 untuk Bahasa Indonesia dan Matematika serta 9,40 untuk Bahasa Inggris.
Ia baru saja membuka amplop hasil ujian SLTP—di Jakarta dibagikan kepada orangtua murid di sekolah. Jeritan dan teriakan meledak bersahutan setiap kali amplop dibuka. Ada yang menutup muka haru, ada pula yang berlarian dan meloncat atas reaksi nilai yang mereka peroleh.
Ada yang berubah di negeri ini. Hal-hal serius yang dulu dihadapi dengan tenang dan bertopang prinsip, kini cenderung dijalani dan diungkapkan secara emosional. Ujian SLTP dan SLTA dari dulu menegangkan, bagi pesertanya, tetapi tidak bagi publik. Sekarang, UN dirasakan emosional oleh bangsa ini karena oleh berbagai penyebab UN menjadi terdorong menjadi "gempa sosial", malahan—sayang sekali—jadi "gempa nilai" seperti kasus di Medan. Sekitar 20 guru yang tergabung dalam Air Mata Guru di Medan dipersalahkan oleh atasan mereka justru saat mereka itu menegakkan hal prinsipiil dari pendidikan: kejujuran!
Tingkat kelulusan UN SMP (Sederajat) Tahun Ajaran 2006/2007 ini patut disyukuri karena menurut Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Suharsono mencapai 93,10 persen dari total peserta, 3.219.881 orang, atau secara nasional naik 1,01 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kelulusan tertinggi diraih pelajar DKI Jakarta, yakni 99,98 persen, dan terendah di Nusa Tenggara Timur, 58,85 persen. Adapun pencapaian nilai rata-rata secara nasional, hasil UN Bahasa Indonesia 7,31; Bahasa Inggris 6,70; dan Matematika 6,92.
Karena itu, melihat Mediana yang amat girang setelah tahu dirinya lulus, amat terasa betapa mengharukan perjalanan yang harus ditempuh anak-anak itu. Mediana senang karena targetnya minimal 27,00 untuk patokan masuk SMA yang diinginkannya bahkan terlampaui.
Seperti diungkapkan ibunya, Endang Susanti, putri keduanya patut bangga karena bekerja keras belajar dan mengikuti kursus Bahasa Inggris dan semua mata pelajaran di sebuah lembaga pendidikan. Mediana malah telah mengorbankan latihan bela diri karate. Remaja bertinggi badan 163 cm itu adalah atlet karate Inkai yunior DKI Jakarta, dan juara pada Kejuaraan Nasional Karate Inkai Nasional di Yogyakarta dan Jakarta (2006).
Ketti Tressianah (14), siswi SMP Yadika 5, Joglo, Jakarta Barat, memperoleh nilai UN 26,47 dengan rincian 8,60 (Bahasa Indonesia), 8,20 (Bahasa Inggris), dan 9,67 (Matematika). "Aku kecewa banget. Targetku 28,00 agar bisa masuk SMA impianku," katanya.
Meski kecewa dan sedih, ia mengaku masih berharap dapat masuk SMA impiannya di kawasan Kemanggisan. Ia mendengar nilai UN kali ini merosot daripada tahun lalu, yang berarti nilai masuk ke SMA harapannya itu juga turun.
Ketegangan dan suasana emosional diakui orangtua Anan dan Anin, siswa Kelas III SMP Muhamadiyah, Pamulang, Tangerang, sepanjang Sabtu lalu.
"Saya berusaha menenangkan anak-anak. Saya bilang, lulus dan tidak lulus itu hal biasa. Istri saya yang juga ikut-ikutan tegang gemas melihat saya yang bisa tenang," ujar Andi tertawa.
Sepanjang hari Sabtu, Anan dan Anin tidak bisa tenang. Suruhan untuk mandi supaya pikiran segar tak digubris si kembar itu. Ketegangan makin terasa karena hingga pukul 11.30 kurir sekolah belum juga datang. Pandangan mata kedua anak, dan istrinya, rupanya tak mau lepas dari pagar rumah, arah kurir masuk. Belum lagi dering telepon tiada henti. Si kurir akhirnya datang mengabarkan: kedua bocah kembar itu lulus.... (HRD)

0 comments: