KOMPAS - Rabu, 30 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Mahkamah Agung, Selasa (29/5), menjatuhkan pidana mati kepada dua pemilik pabrik ekstasi di Desa Cemplang, Jawilan, Serang, Banten, dan tujuh karyawan yang bekerja di pabrik tersebut. Ketujuh karyawan itu adalah warga negara asing asal China, Belanda, dan Perancis.
Dua pemilik pabrik, yaitu Beni Sudrajad alias Beni Oei alias Tandi Winardi (58) dan Iming Santosa alias Budi Cipto (60), telah divonis mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Mahkamah Agung (MA) menguatkan vonis tersebut.
MA memperberat vonis untuk tujuh karyawan pabrik. Lima warga China yang berperan sebagai peracik ekstasi sekaligus teknisi mesin pembuat ekstasi semula hanya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh PN Tangerang dan Pengadilan Tinggi (PT) Banten, tetapi MA memvonis hukuman mati. Mereka adalah Zhang Manquan (42), Chaen Hoengxin (36), Jiang Yuxin (37), Gan Chun Nyi (43), dan Zhu Xuxiong (35).
Dua warga Eropa yang juga berperan sebagai peracik ekstasi, Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick (61) dari Belanda dan Serge Areski Atlaoui (43) dari Perancis, semula dihukum penjara seumur hidup. MA memperberat hukuman itu menjadi hukuman mati.
Selain menghukum kesembilan orang itu, MA juga menghukum tiga terpidana kasus narkoba, yaitu Samad Sani alias Agus alias Atjai (40), Arden Christian alias Kevin Saputra (25), dan Hendra Raharja alias Agus Andreas Indriyatno (37). Mereka dihukum 20 tahun, sama dengan hukuman yang dijatuhkan PT Banten.
Juru bicara MA, Djoko Sarwoko, mengatakan, ada beberapa pertimbangan mengapa menaikkan hukuman tujuh warga negara asing itu. Vonis Garnick dan Areski dinaikkan karena mereka digolongkan menjadi dalang (intellectual dader). Mereka adalah tenaga ahli yang turut memproduksi, menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I secara tergorganisasi, dan memproduksi psikotropika.
Alasan menaikkan hukuman kelima teknisi asal China adalah mereka terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan dalam dakwaan I primer dan dakwaan II primer. Mereka dijerat dengan UU Narkotik dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Djoko mengatakan, pertimbangan lainnya yang memperberat hukuman mereka adalah kejahatan narkotika tergolong sebagai kejahatan terorganisasi dalam skala internasional. Perbuatan itu mengakibatkan kerusakan parah terhadap generasi muda dan membuat kaum muda menjadi generasi yang bodoh.
"MA memandang ini sangat serius. Oleh karena itu, MA memandang perlu menjatuhkan hukuman yang setimpal," ujar Djoko. Ia menambahkan, jaksa wajib segera mengeksekusi para terpidana karena putusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Pabrik ekstasi di Desa Cemplang itu merupakan yang terbesar ketiga di dunia setelah pabrik ekstasi di Fiji dan China. Pabrik tersebut berkapasitas 200.000 butir ekstasi per hari. (ANA)
Wednesday, May 30, 2007
Narkotika: MA Jatuhkan Hukuman Mati untuk Pemilik dan Karyawan Pabrik Ekstasi
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:27 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment