Monday, June 18, 2007

Derita TKI di Malaysia: Ceriyati Memilih Kabur dari Apartemen

KOMPAS - Senin, 18 Juni 2007

Luki Aulia

Tidak tahan dengan perlakuan kasar yang diterima dari majikan, Ceriyati binti Dapin (34) nekat melarikan diri melalui jendela. Ia turun meluncur dari Lantai 15 Apartemen Tamarind Sentul, Kuala Lumpur, Minggu (17/6) pukul sebelas siang.
Ia hanya berpegangan pada tali yang dia susun dari potongan-potongan pakaian yang dia rangkai kembali menjadi tali peluncur itu. Namun, ketika berada di posisi lantai 12, ia gamang karena jalan ke bawah masih terlalu jauh dan riskan. Ia pun bergeming di posisi yang sama dan berhenti sesaat.
The New Straits Times, Minggu, memberitakan penghuni di lantai 12 kebetulan melihat seseorang sedang menggelayut dalam posisi bahaya. "Penyelamat" itu segera menelepon petugas pemadam kebakaran. Setibanya di lokasi kejadian, petugas pemadam kebakaran menggelar bantalan empuk di tanah, siapa tahu Ceriyati terjatuh. Untunglah Ceriyati bisa bertahan dan petugas kemudian menyelamatkannya dari lantai 12 itu.
Ceriyati yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan berasal dari Brebes, Jawa Tengah, itu menggemparkan Malaysia. Media massa memuat foto-foto ketika tim Bomba, regu pemadam kebakaran dan penyelamatan Malaysia, sedang menyelamatkan Ceriyati.
Nama aslinya adalah Ceriyati, tetapi disebut di beberapa media Malaysia sebagai Shamelin yang berasal dari Palembang.
Ceriyati, yang bermuka memar karena siksaan fisik, terpaksa keluar dari jendela. Masalahnya pintu utama apartemen dikunci dari luar oleh majikannya. Ceriyati mengaku tidak menduga ketinggian apartemen tempatnya bekerja. Karena itu, Ceriyati takut dan ngeri setelah berhasil melalui tiga lantai apartemen.
"Saya berhenti di lantai 12 dan saya langsung takut setelah saya melihat ke bawah. Ternyata tempatnya tinggi sekali. Jauh sekali di bawah," tutur Ceriyati seperti dikutip The New Straits Times. Ketika melarikan diri, majikan Ceriyati sedang tidak ada di rumah.
Saat ini Ceriyati ada di Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kuala Lumpur. Wakil Dubes RI untuk Malaysia AM Fachir, Atase Tenaga Kerja Teguh H Cahyono, dan Kepala Satuan Tugas Perlindungan dan Pelayanan WNI Tatang B Razak sudah bertemu dan berdialog dengan Ceriyati.
Ceriyati terpaksa melarikan diri karena tidak tahan disiksa majikan. Sejak mulai bekerja lima bulan lalu Ceriyati sudah memperoleh perlakuan kasar. "Jika saya melakukan kesalahan, majikan tidak akan memberi saya makan. Dia (majikan) sering menyakiti saya dengan memukuli berulang kali. Setiap kali majikan saya pergi, pintu selalu dikunci dari luar," tutur Ceriyati.
Ceriyati bercerita dia mulai bekerja setiap hari pukul enam pagi sampai pukul dua keesokan harinya. "Saya hanya diberi makan sekali sehari. Saya selalu disuruh bekerja di rumah dan juga membereskan pekerjaan majikan perempuan yang bekerja sebagai broker real estat. Pekerjaan rumah tangga sih selalu beres, tetapi pekerjaan di perusahaannya yang sering membuat majikan perempuan selalu memukul saya," ungkap Ceriyati.
Bukan hanya itu. Ceriyati juga mengaku dilarang beribadah. Dilarang keluar dari apartemen. Ceriyati juga disuruh tidur di lantai. "Karena disakiti dan dipukul terus, saya nekat kabur," kata Ceriyati.
Karena sering dipukuli, tubuh Ceriyati penuh luka, seperti bengkak di dahi, leher sebelah kanan, dan luka-luka di tangan. Ceriyati langsung dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan dan perawatan. Setelah itu, ia dibawa ke kantor polisi Sentul untuk dimintai keterangan.
Majikan bernama Tsen
Saat dimintai keterangan polisi, majikan laki-laki Ceriyati yang bernama Michael Tsen sudah berada di kantor polisi. Saat ini Ceriyati dirawat di penginapan agen penyalur tenaga kerja Malaysia. Istri Tsen bernama Ivone Siew.
Selama lima bulan bekerja, Ceriyati juga belum menerima gaji. Ini merupakan pengalaman pertama Ceriyati bekerja sebagai pembantu di luar negeri. Dia mempunyai suami bernama Ridwan dan dua anak yang saat ini masih tinggal di Brebes.
Namun, setelah terjadi peristiwa ini, Ceriyati enggan kembali ke Indonesia sebelum membawa uang hasil bekerja selama ini. Dia dikirim ke Malaysia melalui agen Indonesia, PT Sumber Kencana Sejahtera. Agen di Malaysia yang menampungnya adalah Kemas Cerah Bhd.
Menurut Atase Tenaga Kerja KBRI Teguh H Cahyono, majikan dan agen Malaysia akan datang ke KBRI Senin pagi untuk membicarakan persoalan ini. Wakil Dubes AM Fachir mengatakan akan berkonsultasi dengan pengacara KBRI, lalu memberikan opsi kepada korban.
Selama ini Malaysia membutuhkan banyak tenaga asing—terutama dari Indonesia—yang sebagian besar dipekerjakan di sektor informal.
Berbagai pihak menilai undang-undang perburuhan di Malaysia tidak jelas sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing yang bekerja sebagai pembantu biasanya bekerja dengan jam kerja yang panjang dan tidak jelas. Upahnya hanya 100 dollar AS per bulan.
Lebih dari 300.000 warga asal Indonesia bekerja sebagai pembantu di Malaysia. Menurut keterangan Pemerintah Malaysia, sedikitnya ada 1.200 pembantu rumah tangga asal Indonesia yang melarikan diri setiap bulan.
Mereka sebagian besar melarikan diri dengan alasan memperoleh perlakuan kasar, tidak kerasan dengan jam kerja tanpa batas, tidak kerasan karena tidak bisa bebas bergerak atau tidak mendapat upah yang memadai.
Ceriyati jelas bukan korban satu-satunya atau yang pertama. Ceriyati juga bisa dipastikan tidak akan menjadi korban yang terakhir karena minimnya perlindungan terhadap pembantu.
Ceriyati datang dengan harapan memperoleh sedikit uang untuk membantu keluarga. Namun, dengan kejadian ini, pupus sudah impian dan harapan Ceriyati untuk membahagiakan suami dan dua anaknya. "Sekarang saya hanya ingin pulang saja ke rumah," kata Ceriyati dengan suara lirih. (AFP/AP/ANTARA/LUK)

0 comments: