Monday, June 18, 2007

Insentif untuk paket insentif

BISNIS - Senin, 18/06/2007

Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Seperti diduga, paket ini langsung ditanggapi oleh berbagai pihak dengan beragam pandangan, yang umumnya cenderung skeptis. Di atas kertas, paket ini cukup baik dan menyeluruh. Jika memang isinya baik dan menyeluruh, lalu mengapa berbagai pihak meragukan paket ini? Mungkin ada beberapa hal. Pertama, paket itu dianggap tidak banyak berdampak. Kedua, paket berisi 141 rencana tindak itu dianggap terlampau luas cakupannya. Mungkin ada benarnya kritik ini. Itu sebabnya implementasi menjadi isu paling penting. Sayangnya, diskusi tidak mengarah ke dataran yang lebih tinggi: Bagaimana agar paket ini bisa berjalan baik. Bagi saya, ini lebih penting, karena bakal mendorong sektor riil, yang pada gilirannya akan berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan. Lebih spesifik lagi, apa yang harus dilakukan agar paket ini bisa diimplementasikan? Saya percaya kepada pentingnya insentif dan dis-insentif. Karena itu, keberhasilan paket ini pun tergantung pada insentif dan disinsentif bagi implementasinya. Di sini ada beberapa isu yang penting dibahas. Pertama, perlunya success story. Basri dan Patunru dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (2006) menulis: Keberhasilan paket reformasi ekonomi selama ini tidak bisa dilihat hanya dari berapa besar persentase dari paket yang telah diimplementasikan oleh pemerintah, karena derajat kesulitannya yang berbeda. Sebagai contoh, membentuk kelompok timnas PEPI (Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi) tidak bisa dibandingkan dengan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Jaringan Pengaman Sektor Keuangan yang akan melibatkan DPR. Karena itu, walau ada 141 rencana tindak, kita sebenarnya dapat memberikan prioritas atau fokus kepada beberapa isu besar. Saya teringat diskusi dengan ekonom Dani Rodrik di Harvard University beberapa tahun lalu. Reformasi totalRodrik mengungkapkan reformasi idealnya dapat dilakukan dalam semua bidang, yang disebutnya sebagai wholesale reform. Sayangnya, menurut dia, waktu dan sumber daya sering tidak berada di pihak kita. Karena itu, ada baiknya bila kita lebih realistis dan memfokuskan diri pada beberapa hal yang paling mengganggu, yang disebut oleh Rodrik sebagai most binding constraints. Pendekatan ini disebut Rodrik sebagai second best reform. Tak sepenuhnya memuaskan, namun bisa efektif. Saya kira Rodrik benar. Masalah yang kita hadapi di Indonesia terlalu banyak. Jadi, bila kita dapat menyelesaikan seperempat saja dari berbagai persoalan kita, itu sebuah langkah maju. Tentu selalu ada trade-off antara paket yang menyeluruh dan paket yang hanya terfokus pada beberapa hal. Saya tidak akan mempertentangkan keduanya. Bagi saya, paket yang menyeluruh juga memiliki keunggulan, karena memberikan arah dan jadwal kebijakan kepada pelaku ekonomi. Dan ini penting dalam memberikan sinyal. Namun, arah dan kerangka saja tidak cukup. Kita perlu success story. Cerita sukses akan mengubah persepsi dan membangun optimisme. Cerita sukses juga akan menjadi insentif bagi pengimplementasian rencana tindak yang lain. Dalam paket tersebut ada beberapa isu yang sebenarnya berpotensi dijadikan success story. Berdasarkan studi LPEM FEUI, biaya logistik di Indonesia relatif besar (sekitar 14% dari total biaya produksi. Bandingkan dengan Jepang yang kurang dari 5%). Logistik adalah faktor yang sangat penting dalam proses jaringan produksi (production net-work), yang merupakan ciri perdagangan masa depan. Jika Indonesia ingin menjadi bagian dari jaringan produksi, maka masalah logistik harus dapat diatasi. Itu sebabnya, upaya peningkatan pelayanan kargo menjadi penting. Mulai saja dengan Pelabuhan Tanjung Priok untuk melakukan pelayanan yang cepat, prosedur kepabeanan yang efisien dan transparan serta pengembangan jalur prioritas. Setelah ini berhasil, ulangi untuk pelabuhan lain. Memfokuskan diri pada satu pelabuhan jauh lebih mudah dan cepat ketimbang melakukan reformasi di seluruh pelabuhan. Dalam kasus pajak, modernisasi Kantor Pelayanan Pajak pratama jasa juga dapat dijadikan materi untuk cerita sukses. Kita sudah mendengar bahwa kinerja LTO (large tax office) relatif baik dan mendapat pujian. Cerita sukses ini bisa diperluas ke KPP pratama. Mulailah dengan Jawa dan Bali. Atau untuk lebih fokus lagi, mulai dari KPP Jakarta. Bagaimana dengan paket UMKM? Akan baik sekali jika ada contoh sukses dari peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat jaminan kredit bagi UKM. Sebagian dari kita mungkin masih ingat pada konsep Hernando de Soto tentang perlunya akses bagi UKM. Dalam banyak kasus, UKM itu berpotensi, namun ia memiliki kendala bank teknis untuk mendapat akses kredit. Untuk mengatasi ini, bisa dilakukan sertifikasi guna memberikan jaminan kepada kredit yang diambil oleh UKM. Namun, kita harus realistis, sertifikasi memakan waktu dan sangat rumit. Karena itu, mengapa tidak dimulai dengan satu atau dua daerah, atau satu atau dua kasus lebih dahulu. Apa yang bisa dilakukan dalam masalah prosedur investasi. Apa yang direncanakan BKPM dengan pengoperasian pilot project penerapan sisteman layanan informasi dan perizinan secara on line di Batam merupakan langkah yang realistis. Saya tidak akan memperpanjang daftar ini. Tetapi yang ingin saya katakan: jika ada cerita sukses dari implementasi paket ini, akan ada perubahan persepsi. Ini dapat dimulai dari beberapa pilot project. Kedua, adanya insentif dan dis-insentif. Paket insentif, seperti Inpres No. 6 Tahun 2007, hanya dapat berjalan jika ada insentif untuk mengimplementasikannya. Problem klasik dari reformasi adalah: manfaatnya baru akan muncul beberapa tahun lagi, sementara kerja dan pengorbanannya harus dilakukan sekarang. Proses penyederhanaan izin pendirian usaha menjadi 25 hari, misalnya, tidak akan mudah. Hal ini karena ada kemungkinan konflik kepentingan dari aparat birokrasi sendiri. Mereka yang sinis mengatakan di negeri ini uang tidak menjadi masalah, tetapi masalah menjadi uang. Karena itu, berbagai penyederhanaan peraturan dan izin juga memiliki implikasi berkurangnya "penerimaan" aparat teknis birokrasi yang terlibat. Bukan tidak mungkin resistensi akan terjadi. Insentif untuk paketMaka saya kira insentif harus diberikan kepada mereka yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Mungkin bisa dimulai dari lembaga-lembaga tertentu, seperti yang dilakukan dengan LTO dulu. Dalam jangka panjang hal ini tentu terkait erat dengan reformasi birokrasi. Namun, reformasi birokrasi secara keseluruhan adalah program jangka panjang.

0 comments: