Monday, June 18, 2007

PBNU: Dorong Interpelasi Lapindo

REPUBLIKA - Senin, 18 Juni 2007

DPR diuji untuk peduli pada masalah kemanusian.

JAKARTA --- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, menyatakan, interplasi lumpur Lapindo yang digagas sebagian anggota DPR perlu didorong terus. Usul penggunaan hak meminta penjelasan dan bertanya kepada pemerintah itu dianggapnya sebagai harapan terakhir setelah sebelumnya para korban diterima Presiden susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden JUsuf Kalla namun belum membuahkan hasil yang diharapkan.
''Presiden dan Wakil Presiden telah menerima mereka, toh tidak selesai. Sekarang dicoba melalui interpelasi DPR. Kalau tidak selesai juga, berarti pupuslah harapan rakyat terhadap perlindungan negara,'' kata Hasyim di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Ahad (17/6).
Lanjut Hasyim, interlepasi lumpur Lapindo akan menguji anggota DPR dan menjadi ukuran besarnya perhatian mereka terhadap nasib rakyat. Yang diharapkan, interpelasi dapat menekan pemerintah untuk lebih maksimal dalam menyikapi Lapindo dan menangani para korbannya.
''Dengan interpelasi bisa diketahui mana anggota DPR yang peduli dan mana yang menganggap kepedihan rakyat kurang penting karena tidak menyentuh kepentingan mereka,'' kata Hasyim.
Namun dia juga meminta agar interpelasi jangan sampai menjatuhkan Presiden. ''Interpelasi harus tulus, bukan untuk menjatuhkan pemerintah, dan bukan pula sekedar politik 'pencitraan' yang hanya menghasilkan pemimpin yang 'seolah-olah' pemimpin,'' katanya.
Para pengusul interpelasi yang kini berjumlah 135 anggota DPR, menegaskan, sama sekali langkah mereka bukan merupakan komoditas politik dan tidak memiliki agenda untuk menggoyang Presiden. Tapi ini semata digagas untuk memperoleh kepastian dan percepatan penanganan dampak yang ditimbulkan lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menyembur sejak 27 Mei 2006, itu.
Demikian penegasan sejumlah pengusung interpelasi lumpur Lapindo. Mereka antara lain Abdullah Azwar Anas dan Ario Wijanarko (FKB), Ahmad Muqowwam (FPPP), Djoko Susilo (FPAN), Soeripto (FPKS), Jacobus Mayongpadang (FPDI), dan Ade Daud Nasution (FBPD) di Jakarta, kemarin.
''Interpelasi ini bukan untuk komoditas politik, tetapi untuk kemanusiaan,'' tegas Djoko Susilo kepada pers usai acara penyerahan hasil Pansus Lapindo DPRD Jawa Timur oleh Ketua DPRD Jatim Fathorrosyid, Sekretaris Pansus Mohammad Mirdasy, dan anggota Pansus M Rofiq, kepada inisiator interpelasi.
''DPR melihat ada kesalahan kebijakan nasional dalam penanganan lumpur Lapindo. Penanganan berjalan lamban dan sporadis. Akibatnya dalam kurun satu tahun belum juga ada kemajuan. Di jalur hukum pun belum ada putusan,'' imbuh Azwar Anas.
Bukan genit dan telatSemburan lumpur Lapindo telah memaksa sedikitnya 21.000 jiwa lebih atau 3.500 kepala keluarga (KK) dari 11 desa menjadi pengungsi. Lalu seluas 350 hektare (ha) lebih lahan pertanian terendam lumpur, 23 bangunan sekolah dan sedikitnya 20 perusahaan harus ditutup sehingga secara umum peristiwa itu telah menganggu perekonomian di Jawa Timur.
''Keadaannya sudah seperti ini kok ada yang menyebut interpelasi sebagai 'kegenitan' DPR. Sementara di sisi lain ada yang menyebut usul interpelasi telat dilakukan,'' kata Azwar Anas.

0 comments: