KOMPAS - Jumat, 29 Juni 2007
Soelastri Soekirno
Banjir dahsyat pada awal tahun 2007 telah memunculkan trauma pada korbannya. Sebagian ibu rumah tangga di Pinang dan Ciledug, Kota Tangerang, Kamis (28/6), menjadi begitu cepat panik saat melihat air menggenangi jalan.
Mereka benar-benar merasakan takut banjir akan datang lagi. Rona kecemasan tak dapat disembunyikan sebagian warga, terutama kaum ibu penghuni Perumahan Ciledug Indah, Kecamatan Ciledug, dan Perumahan Pinang Griya Permai, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, sepanjang Kamis kemarin.
Apalagi air tampak deras di sungai yang ada di sekitar Perumahan Departemen Dalam Negeri, Karang Tengah, tak jauh dari perumahan-perumahan tersebut. Kemarin, air sungai tersebut menghanyutkan Wajih Nurul (8), anak warga setempat. Gadis itu tengah naik sepeda, tetapi ia terjatuh, lalu tubuhnya terseret air. Hingga semalam Nurul belum ditemukan.
"Pak, air naik lagi ya?" tanya seorang perempuan kepada Supardi (63), warga Blok B2 Nomor 17, Perumahan Ciledug Indah I.
Perempuan bercelana pendek dan bersepatu bot karet itu, siang kemarin, lalu lalang dari rumahnya di sisi jalan utama ke beberapa gang lain dalam kompleks perumahan tersebut. Ia terlihat cemas.
"Iya, bu. Air makin naik. Lihat jalan ini. Tadi air tak sampai ke sini, tapi sekarang sudah hampir mencapai mata kaki," kata Supardi, pensiunan sebuah perusahaan percetakan di Jakarta Pusat.
Supardi memang tampak tenang, tetapi sebenarnya ia juga terus memantau ketinggian air. "Air naik terus. Kami khawatir air tiba-tiba tinggi seperti banjir besar bulan Februari lalu," katanya. Oleh sebab itu, setiap satu jam, lelaki itu melihat kondisi jalan utama.
Kekhawatiran dan kepanikan juga sempat melanda para ibu warga Perumahan Pinang Griya. "Tadi pagi ibu-ibu berteriak-teriak melihat air di jalan terus naik, sampai ada yang masuk ke rumah," tutur Asep, penghuni perumahan tersebut.
Kekhawatiran atau kepanikan mereka wajar, mengingat banjir besar awal tahun ini meluluhlantakkan kehidupan warga korban banjir di Kecamatan Pinang, Ciledug, atau tempat lain di Kota Tangerang, misalnya Perumahan Total Persada, Puri Kartika, sampai Perumahan Tajur.
Ny Supardi, warga Ciledug Indah, mengaku baru seminggu terakhir menurunkan perabot rumah tangga dari lantai dua rumahnya. Ia sengaja tak segera menurunkan perabotnya sejak banjir besar melanda perumahannya pada 1 Februari lalu dengan pertimbangan, hujan deras kadang-kadang masih turun.
"Ketika tadi malam hujan deras turun, dan disambung lagi pagi harinya, hati saya mulai waswas. Jangan-jangan mau banjir lagi," tuturnya dengan nada khawatir. Betapa tidak, keluarga itu kini sedang menikmati kebersamaan dengan cucu mereka.
"Ya, mesti mikir panjang sekarang, mau bertahan di lantai dua seperti waktu lalu atau mengungsi ke tempat lain karena ada cucu yang masih sangat kecil," katanya lagi.
Pada banjir besar lalu, keluarga ini bertahan di loteng rumah karena tak memungkinkan lagi mengungsi. "Waktu itu air tiba-tiba sudah masuk rumah dan makin tinggi sehingga kami langsung naik ke lantai dua," ujar Supardi.
Perubahan cuaca yang diduga akibat pemanasan global di bumi membuat bulan Juni yang mestinya masuk musim kemarau malah masih diguyur hujan lebat. Akibatnya, perbaikan tanggul pun tak berjalan lancar. Besarnya air kiriman dari hulu Sungai Angke di Bogor membuat sebagian air tumpah dan menggenangi permukiman warga.
"Sekitar pukul 06.00 pagi air mulai menggenangi jalan depan rumah setinggi 20 sentimeter, naik terus sampai pukul 09.00 kira-kira setinggi 40 cm," kata Ketua RT 06 RW 5 Perumahan Pinang Griya Permai Bambang Susanto. Pada petang kemarin, ketinggian air mencapai 30 hingga 60 sentimeter (cm).
Bambang bersama beberapa pekerja perbaikan tanggul berupaya meminimalisasi arus air ke permukiman dengan menumpuk 450 karung berisi pasir ditambah bongkahan batu.
Kamis malam, warga yang tinggal di sepanjang bantaran Sungai Angke yang melewati Perumahan Pondok Kacang, Tajur, Puri Kartika, Ciledug Indah, dan Pinang Griya Permai begadang untuk berjaga-jaga, apalagi ada kabar di Bogor turun hujan deras.
"Saya hanya berdua dengan Leha (pembantu rumah tangga) di rumah. Ini baru menaikkan dokumen dan perabotan, seperti televisi, ke lantai dua. Untuk berjaga-jaga...," tutur Ny Iyan, warga Ciledug Indah I, semalam.
Perempuan berusia 60-an tahun itu mengaku hanya bisa pasrah menghadapi ancaman banjir. Ia lalu mulai berpikir untuk menjual rumahnya.
Friday, June 29, 2007
Banjir: Warga Tangerang Menjadi Cepat Panik Saat Lihat Air
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:44 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment