Saturday, May 19, 2007

Anomali cuaca: "Rezeki" Mereka Tersapu Gelombang

Agustinus Handoko

Jumat (18/5) pagi, Ny Yoyom (37) hanya bisa termenung di tempat duduk kayu yang teronggok di pinggir Jalan Raya Palabuhanratu-Cisolok, Jawa Barat. Tatapan matanya yang kosong terus diarahkan ke warungnya di Pantai Karangnaya yang kini tinggal puing. Terpal biru warungnya tampak menyembul di tengah rendaman air laut.

Dadin (40), pedagang di kawasan itu, pun tampak tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Sebab, semua barang dagangannya hanyut bersama warungnya yang terbuat dari bilik bambu.
Saat ditemui, kedua pedagang tersebut sedang menunggu angkutan bak terbuka. Kendaraan itu akan mengangkut mereka beserta sebagian kecil barang yang masih bisa diselamatkan.
"Barang dagangan itu sengaja saya tambah untuk persiapan libur panjang ini," kata Yoyom dengan suara tersendat-sendat. Air matanya menitik tatkala cerita dari mulutnya terus berlanjut.
Libur hari Kamis lalu—yang membuat sebagian instansi meliburkan karyawannya hingga Sabtu ini—ditambah dengan libur hari Minggu diprediksi akan meningkatkan jumlah pengunjung Palabuhanratu. "Mulai Rabu malam sudah ada tanda-tanda akan banyak pengunjung. Karena itu, barang dagangan saya tambah," kata Yoyom melanjutkan ceritanya.
Dadin dan hampir 200 pedagang lain yang memiliki warung di sepanjang pantai di Teluk Palabuhanratu itu pun melakukan hal yang sama. Mereka menambah persediaan barang dagangan sebagai persiapan menghadapi libur panjang akhir pekan. Dengan cara itu, Yoyom, Dadin, dan pedagang lainnya berharap akan mendapat untung yang lumayan mengingat biasanya pengunjung cukup ramai pada masa-masa seperti ini.
Terjangan gelombang
Selama ini semua pedagang di kawasan itu sudah sangat biasa menghadapi pasang naik dan pasang surut air laut. Namun, tidak demikian dengan terjangan gelombang seperti yang terjadi sejak Jumat pukul 02.00 itu. "Ini merupakan kejadian luar biasa," demikian komentar para pedagang di sana. Saat gelombang laut menyapu warung mereka, kata Dadin, sebagian pedagang bahkan ada yang masih melayani pembeli. "Beruntung, para pedagang seperti kami masih bisa keluar dari warung karena ketinggian air masih di bawah lutut saat itu," ujar Dadin lagi.
Namun, lanjutnya, sebagian besar barang yang ada di dalam warung terendam dan akhirnya hanyut saat gelombang kedua datang dengan ukuran lebih besar.
Mencekam
Hilir mudik kendaraan di ruas Jalan Raya Palabuharatu-Cisolok, yang berjarak kurang dari 100 meter dari bibir pantai tersebut, membuat suasana pagi itu mencekam. Apalagi hantaman ombak menimbulkan bunyi seperti ledakan petasan.
Di Pantai Citepus, Palabuhanratu, beberapa pengendara sepeda motor pun menunjukkan wajah ketakutan. Mereka pada umumnya menepikan kendaraan ketika air laut tiba-tiba naik ke darat hingga ke jalan raya. Saat air laut telah merendam setengah roda sepeda motor, para pengendara tersebut pun terlihat kalang kabut. "Takutnya kalau tsunami," kata Hermawan (25), pengendara sepeda motor.
Jalan Raya Palabuhanratu-Cisolok menjadi salah satu jalur wisata yang sangat ramai, apalagi pada hari libur. Maka, ketika ombak besar tiba-tiba menghantam kawasan itu, aktivitas pariwisata langsung lumpuh.
Dari pemantauan, garis pantai Teluk Palabuhanratu sepanjang 15 kilometer rusak parah dan dipenuhi sampah setelah gelombang besar menghantam. Gelombang yang tetap menghantam hingga sore hari membuat kawasan itu benar-benar tak berdaya. Seluruh aktivitas ekonomi, tak terkecuali tempat-tempat penginapan kelas melati yang agak jauh dari pantai, ikut terkena imbasnya.
Mengungsi
Ketakutan akibat gelombang laut yang besar ini juga menghantui warga pesisir pantai barat Provinsi Banten. Gelombang air laut yang sudah mulai meninggi kemarin sore bahkan mengakibatkan ratusan warga di sepanjang pesisir pantai barat itu memutuskan mengungsi.
Warga mengaku, mereka tidak mau mengambil risiko karena puluhan perahu nelayan dan warung di sejumlah pantai wisata di pesisir pantai selatan dan pesisir barat Banten sudah rusak diterjang gelombang.
Warga yang mulai mengungsi itu di antaranya adalah warga Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Pandeglang. Mereka pada umumnya mengungsi ke tempat yang lebih tinggi karena gelombang laut sudah menjilat kawasan perumahan.
"Warga masih trauma dengan isu tsunami. Makanya kami memilih mengungsi ke daerah aman," kata Didih Hidayat, warga Sukanegara.
Camat Carita, Eris, mengakui warganya mulai panik. "Terutama sejak sore hari. Sebagian warga mengungsi karena cemas rumah mereka akan terendam air laut," katanya.
Tidak hanya pesisir pantai selatan dan pesisir pantai barat yang menjadi korban gelombang besar air laut. Fasilitas wisata di sepanjang pantai barat Banten, mulai dari Anyer hingga Carita, pun dilaporkan rusak pada Kamis malam hingga Jumat siang.
Wawan, warga Anyer, menuturkan, air laut akibat gelombang besar mulai menggenangi sejumlah restoran di kawasan Anyer pada Kamis malam lalu. Bahkan, puluhan pondok peristirahatan di daerah itu rusak tersapu ombak laut yang besar. "Air meluap hingga 50 meter dari bibir pantai. Genangan air baru mulai surut pada hari Jumat pukul 12.00," katanya.
Dampaknya, para wisatawan enggan menyinggahi tempat peristirahatan ataupun restoran di sekitar kawasan itu. "Pagi kan restoran banjir, pengunjung yang mau masuk berbelok lagi setelah melihat ada genangan air," kata Wawan, yang juga pengelola salah satu restoran di kawasan Anyer.
Semalam, tepatnya pukul 19.00, sejumlah wisatawan di kawasan Pantai Carita bahkan mulai meninggalkan tempat peristirahatan mereka. "Para wisatawan di kondominium angkat kaki malam ini. Mereka takut karena gelombang laut mulai tinggi lagi," kata Didih.
Libur panjang akhir pekan ini yang diharapkan para pedagang bisa mendatangkan rezeki yang lumayan ternyata menorehkan cerita lain. Gelombang laut yang tinggi menghanyutkan segala impian mereka. (NTA)

0 comments: