Saturday, May 19, 2007

Nilai TukarPenguatan Rupiah Rugikan Ekspor Pertanian

Sabtu, 19 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Terus menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebagai dampak aliran dana global berpotensi merugikan ekspor komoditas sektor pertanian. Nilai ekspor pertanian Indonesia melemah dan ancaman lebih serius lagi komoditas pertanian kita kalah bersaing.

Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Jumat (18/5) di Jakarta mengatakan, neraca perdagangan sektor pertanian kita sekarang dalam kondisi surplus. "Jika nilai tukar rupiah terlalu kuat maka akan mengurangi nilai ekspor pertanian kita karena ekspor kita dibayar dengan uang dollar AS," katanya.
Di sisi lain biaya produksi komoditas pertanian dibayar dengan rupiah. Jika rupiah sangat kuat mengakibatkan ongkos produksi meningkat. Dampak lanjutannya persaingan produk pertanian kita dengan negara lain semakin ketat.
Mentan berharap nilai tukar rupiah sekarang tetap dalam kondisi stabil. Selain para pemangku kepentingan bisa membuat perencanaan yang matang, stabilitas nilai tukar rupiah juga mendorong arah pertumbuhan ekonomi yang jelas.
Data Badan Pusat Statistik mencatat bahwa secara kumulatif nilai ekspor migas dan non-migas Indonesia Januari - Desember 2006 mencapai 100,69 miliar dollar AS atau meningkat 17,55 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2005.
Ekspor non-migas Indonesia pada periode yang sama sebesar 79,50 miliar dollar AS atau meningkat 19,68 persen dibandingkan tahun 2005. Nilai ekspor migas tahun 2006 senilai 21,188 miliar dollar AS.
Dari ekspor kumulatif sebesar 100,69 miliar dollar AS di tahun 2006 itu, sektor pertanian menyumbang 3,38 persen atau senilai 3,40 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu meningkat 18,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2005.
Sumbangan ekspor terbesar justru datang dari sektor industri sebesar 65,01 persen atau senilai 64,89 miliar dollar AS, sektor pertambangan dan lainnya sebesar 9,26 persen atau senilai 11,20 miliar dollar AS. Ekspor migas sendiri menyumbang 22,35 persen atau sebesar 21,18 miliar dollar AS.
Dari sektor pertanian, sumbangan ekspor yang besar berasal dari subsektor perkebunan seperti komoditas karet dan CPO. Total nilai ekspor karet dan barang dari karet periode Januari - Desember 2006 mencapai 357,7 juta dollar AS atau turun 6,97 persen dibandingkan tahun 2005 yang nilainya mencapai 396,0 juta dollar AS.
Sedangkan nilai ekspor untuk golongan barang lemak dan minyak hewan atau nabati mencapai 705,5 juta dollar AS atau meningkat 7,56 persen dibandingkan periode yang sama t6ahun 2005 yang hanya sebesar 398,5 juta dollar AS.
Selain ekspor karet dan CPO, di sektor pertanian pemerintah juga mengekspor cokelat, kakao, dan kopi. Namun volumenya kalah besar dibanding dua komoditas unggulan itu.
Peneliti studi pedesaan dan kawasan Universitas Gadjah Mada M Maksum menegaskan, menguatnya nilai tukar rupiah berdampak pada melemahnya daya saing produk pertanian kita. Baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.
Akibat daya saing melemah, komoditas produk pertanian kita yang diekspor akan semakin berat persaingannya. Karena itu sudah saatnya pemerintah berpaling ke sektor agrobisnis dan mengembangkan produk pertanian yang selama ini ditinggalkan.
Menurut Maksum, dengan nilai tukar rupiah menguat seperti sekarang yang lebih diuntungkan adalah industri di luar sektor pertanian yang mengandalkan bahan baku impor. Seperti industri otomotif dan elektronik.
"Ketika terjadi krisis ekonomi lalu sektor pertanian kita telat mengantisipasi. Melemahnya nilai tukar rupiah tidak diimbangi dengan ekspor komoditas pertanian yang besar tidak hanya dalam bentuk bahan mentah, tetapi sudah menjadi produk olahan. Ketika ancaman datang lagi, kondisi yang sama masih kita alami," katanya.
Harus dimanfaatkan
Sementara itu, Deputi IV Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Menko Perekonomian Edy Putra Irawadi mengatakan, apresiasi nilai tukar rupiah sebaiknya dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh importir dan sektor riil dalam negeri. Para importir akan memperoleh margin keuntungan karena biaya pengadaan barang impor menjadi lebih rendah, ditambah tarif bea masuk untuk bahan baku dan barang modal terus menerus diturunkan.
Oleh karena itu, apresiasi rupiah sebaiknya dimanfaatkan untuk mempercepat penambahan stok bahan baku dan barang modal karena struktur industri manufaktur nasional pada umumnya masih sarat kandungan impor. Jika stok barang baku dan barang modal semakin besar, maka akan mendorong ekspansi di sektor riil, dan mempercepat peningkatan ekspor.
"Peningkatan ekspor sangat menguntungkan pada saat harga barang internasional sedang tinggi," katanya.
Pemerintah berupaya agar peningkatan impor tidak digunakan untuk memasukan barang konsumsi. Hal itu disebabkan impor barang konsumsi sudah mencapai 5-6 miliar dollar AS per tahun.
"Caranya dengan mengoptimalkan pengamanan pasar domestik dengan instrumen antidumping, anti-penyelundupan, anti-subsidi, anti-pemalsuan, dan anti-manipulasi standar barang," kata Edy. (MAS/oin)

0 comments: