Saturday, May 19, 2007

Indonesia Masuk Dewan HAM PBB

Sabtu, 19 Mei 2007

"Jumlah ini terbesar kedua setelah India, yang mendapat 185 suara," ujar Kristiarto melalui pesan pendek kepada Tempo kemarin.

JAKARTA -- Indonesia kembali terpilih menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk periode 2007-2010. Menurut juru bicara Departemen Luar Negeri, Kristiarto Legowo, dalam sidang Majelis Umum PBB pada Kamis malam lalu, Indonesia memperoleh 182 suara dari 190 negara anggota PBB yang memiliki hak pilih. "Jumlah ini terbesar kedua setelah India, yang mendapat 185 suara," ujar Kristiarto melalui pesan pendek kepada Tempo kemarin.

Dewan HAM adalah badan subsider Majelis Umum PBB yang dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 60/251 Tahun 2006. Badan ini berkedudukan di Jenewa, Swiss. Menurut Kristiarto, selain Indonesia, 13 negara lain yang terpilih adalah Mesir, Madagaskar, Angola, Afrika Selatan (mewakili kawasan Afrika); India, Qatar, dan Filipina (Asia); Slovenia dan Bosnia Herzegovina (Eropa Timur); Bolivia dan Nikaragua (Amerika Latin dan Karibia); serta Belanda dan Italia (kawasan Eropa Barat).
Kuasa Usaha Ad-Interim Perutusan Tetap Indonesia di PBB, Adiyatwidi Adiwoso Asmady, mengatakan terpilihnya kembali Indonesia mencerminkan kepercayaan dan apresiasi internasional terhadap Indonesia, terutama di bidang hak asasi manusia. "Begitu juga terhadap kredensial (pengalaman) Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia," ujar Adiyatwidi dalam siaran persnya.
Menurut Adiyatwidi, di tingkat nasional, pada masa keanggotaannya kali ini Indonesia, sesuai dengan janji dan komitmennya, akan melanjutkan implementasi progresif seperti tercantum dalam Rencana Aksi Nasional HAM 2004-2009. Adapun di tingkat internasional, kata dia, Indonesia akan menuntaskan pembahasan mekanisme pembangunan institusi hak asasi secara konstruktif.
Menanggapi kabar ini, anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Effendy Choirie, mengatakan terpilihnya kembali Indonesia di Dewan HAM PBB bukan cermin kesuksesan pemerintah dalam penegakan hak asasi. "Yang terpenting, semua kasus pelanggaran hak asasi di Tanah Air dapat selesai," kata Effendy saat dihubungi.
Kendati begitu, Effendy menilai, terpilihnya kembali Indonesia bisa memberi nilai tambah di dunia internasional. Selain itu, ini bisa memicu semangat untuk menuntaskan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Air, misalnya kasus pembunuhan aktivis hak asasi Munir.
Sedangkan di dunia internasional, kata Effendy, Indonesia harus lebih berperan dalam penegakan hak asasi di dunia, misalnya pelanggaran hak asasi terhadap tokoh oposisi pemerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan kasus hak asasi di Timor Timur.
Perwakilan tetap Indonesia, Makarim Wibisono, mengatakan terdapat beberapa perubahan dalam Dewan HAM PBB periode 2007-2010. "Ada perubahan aturan main," kata Makarim.
Perubahan itu, kata dia, mewajibkan semua negara anggota PBB melaporkan kasus pelanggaran hak asasi manusia di negaranya. "Kalau dulu, hanya negara tertentu yang melaporkan," katanya. Biasanya, kata Makarim, negara-negara eks komunis jarang memberikan laporan perkembangan hak asasi di negaranya, seperti Rusia dan Cina.
Masa kerja di Dewan HAM juga berubah, kata Makarim, yang dahulu hanya enam minggu dalam satu tahun sekarang penuh sepanjang tahun. Selain itu, untuk membentuk sidang khusus penanganan hak asasi, yang sebelumnya butuh dua pertiga jumlah negara anggota PBB, sekarang hanya butuh sepertiga jumlah negara anggota. "Jadi kasus pelanggaran hak asasi internasional bisa cepat tertangani," katanya.
Untuk penanganan hak asasi manusia di Indonesia, Makarim menjelaskan, akan meneruskan Rencana Aksi Nasional HAM 2004-2009 yang isinya mengatur tentang ratifikasi instrumen hak asasi internasional, harmonisasi peraturan perundang-undangan, pendidikan hak asasi manusia, penerapan norma dan standar hak asasi, serta pemantauan dan evaluasi pelaporan kasus hak asasi.
Selain itu, Indonesia juga diharapkan meratifikasi instrumen perlindungan hak asasi bagi pekerja Indonesia di luar negeri. "Karena banyak sekali warga negara kita yang bekerja di luar negeri," ia menjelaskan.
Khusus untuk kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan aktivis hak asasi Munir, Makarim menjelaskan Dewan HAM PBB hanya memantau proses yang sedang berlangsung. "Kalau proses yudikatifnya mandek, baru kita turun," ujarnya. RINI KUSTIANI POERNOMO GONTHA RIDHO TITIS SETIANINGTYAS RINI KUSTIANI

0 comments: