Saturday, May 19, 2007

Menggapai Mimpi di Damaskus

Sabtu, 19 Mei 2007

Dua orang warga Kota Damaskus terlihat 'berdebat' dengan staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Suriah di Damaskus bernama Yahya. Warga Damaskus itu rupanya majikan dari seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) bernama Herni (20 tahun) asal Karawang, Jabar. Dia ingin menjemput Herni supaya kembali bekerja di rumahnya.
Sampai Senin (14/5), Herni sudah dua hari menginap di sebuah ruang milik Sekolah Republik Indonesia di bagian belakang KBRI Damaskus. Dia mengaku terpaksa kabur karena sering dipukul oleh majikannya. Atas bantuan rekannya, Herni yang hari itu berkaus putih dan celana training hijau berhasil masuk ke KBRI. Di situ kemudian dia bergabung dengan beberapa TKI yang mengalami nasib hampir serupa.

Kepada Yahya, sang majikan lapor, Herni tidak bisa bekerja dengan baik. ''Dia dilaporkan majikannya suka menyimpan pakaian kotor seenaknya,'' ujar Yahya. Lewat negosiasi singkat, salah paham antara TKI dan majikan itu berhasil diselesaikan. Dengan gaji 100 dolar AS per bulan, Herni bersedia kembali mengurus tiga anak majikannya.
Dibanding beberapa TKI lain yang berada di 'penampungan' Herni bisa dibilang lebih beruntung. Coba bandingkan nasib Herni dengan Supriatin Indrasari asal Sukabumi, Jabar. Dia sudah berada selama sebulan di penampungan beserta anaknya, Ahmad Fauzi, yang berumur hampir setahun. Anak ini lahir dari hasil hubungannya dengan seorang sopir yang kini keberadaannya sulit dideteksi.
Dia sudah berada di Damaskus selama empat tahun. Selama 2,5 tahun dia tidak mendapatkan gaji bulanannya. Selain itu, dia juga kerap mengalami penyiksaan dari majikannya. Seringkali, siksaan itu datang akibat persoalan yang sebenarnya sepele tapi tidak berhasil dikomunikasikan. ''Misalnya, kalau saya telat memandikan anaknya, saya langsung dipukul,'' tutur perempuan yang juga punya dua anak dari mantan suaminya di Sukabumi.
Pengakuan hampir sama juga diungkapkan Nurhayati (29 tahun) asal Banyuwangi, Jatim. Dia pergi meninggalkan kampung halamannya untuk meraih mimpinya sejak 2003. Oleh agen, dia dijanjikan bekerja di Yordania. Namun, hanya setengah hari berada di Yordania, dia kemudian dikirim ke Damaskus, Suriah. Di kota inilah kemudian dia bekerja.
Agen yang menawarinya bekerja sebagai TKI telah menawarkan mimpi amat menggiurkan. Tawaran itu pun membuatnya terbuai, dan ikhlas meninggalkan seorang anak dari mantan suaminya di Banyuwangi. Mulanya, memang sang majikan bersikap baik kepadanya. Namun, sejak majikan laki-lakinya dipenjara beberapa bulan lalu, nasibnya berubah drastis. Selain sering dipukul, dia juga tidak lagi menerima gaji.
Dengan perlakuan seperti itu, Nurhayati terpaksa lari. Kini dia sedang menunggu untuk dipulangkan ke tempat asalnya. Cuma, yang terlihat aneh, kejadian yang dialaminya di Damaskus itu tak membuatnya jera. Nurhayati ingin berangkat kembali menjadi TKI. ''Mudah-mudahan tidak seperti ini lagi,'' tutur dia berharap.
Begitu mudah kisah-kisah pilu itu ditemukan di 'ruang penampungan' TKI milik KBRI Damaskus. Salah seorang TKI yang ditampung di tempat itu bahkan terlihat jalan pincang karena kakinya patah saat terjatuh dari apartemen majikannya. Romayanti (30 tahun) TKI asal Sukabumi, yang berada di tempat tersebut juga mengaku sempat dirawat di rumah sakit selama enam bulan karena jatuh didorong oleh majikannya.
Selain menjadi korban kekerasan majikan, para TKI itu juga menjadi korban kenakalan para agen pengerah TKI. Sebagian mereka tidak melengkapi TKI yang dikirimnya dengan keterampilan memadai. Para pengerah TKI ini hanya berusaha mengirim TKI sebanyak-banyaknya untuk mendapat keuntungan materi semaksimal mungkin. Keterampilan yang terbatas inilah yang kemudian kerap menjadi pemicu terjadinya tindak penyiksaan terhadap para TKI.
Duta Besar RI untuk Suriah, Muzammil Basyuni, mengungkapkan setiap bulan kantornya menampung 20-30 TKI yang bermasalah. Sebagian mereka dipulangkan ke majikannya dengan komitmen tertentu, dan sebagian lain dikembalikan ke Tanah Air. Angka tersebut, sebenarnya tidak terlihat signifikan jika dibandingkan dengan jumlah seluruh TKI yang kini berada di Suriah. Meski tidak ada angka pasti, KBRI Damaskus memperkirakan TKI di negara tersebut berjumlah sekitar 45 ribu orang.
Meski begitu, Muzammil berharap, kasus-kasus yang menimpa TKI di Suriah perlu mendapat perhatian dari Pemerintah RI. Hingga kini, RI dan Suriah belum ada kesepakatan bersama mengenai TKI. Karena itu, semua TKI yang masuk Suriah bisa dikatakan sebagai TKI ilegal. Kondisi ini membuat pihaknya memerlukan cara-cara khusus untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dialami TKI.
''Penyelesaian itu akan lebih mudah jika Pemerintah RI segera membuatkan payung hukumnya, sehingga keberadaan TKI di sini benar-benar legal,'' ujar dia. Langkah menuju legalisasi TKI itu, menurut dia, sebenarnya sedang berjalan. Rancangan kesepakatan kerja samanya sudah disusun, dan kini tinggal menunggu pengesahan.
Untuk mengisi waktu para TKI yang berada di penampungan, pihaknya sedang merancang menjalankan pesantren putri bagi mereka. Selain diajari ilmu-ilmu agama, para TKI di tempat tersebut akan diberi keterampilan khusus yang diminatinya. (irf )

0 comments: