Friday, May 18, 2007

Korupsi dana DKP: KPU Harus Ungkap Penyumbang Capres

Kompas - Jumat, 18 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Kebenaran adanya aliran dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan kepada calon presiden dan partai politik, yang diduga menyalahi aturan, harus ditelusuri dan diungkapkan. Komisi Pemilihan Umum yang memiliki daftar sumbangan dana kampanye pemilu presiden-wakil presiden harus berinisiatif mengecek dan mengungkapkan penyumbang bagi calon presiden/wapres pada Pemilu 2004.

Demikian kata Ketua Badan Pelaksana Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto, Kamis (17/5) di Jakarta. Saat Pemilu 2004, Didik menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu.
"Amien Rais (calon presiden dari Partai Amanat Nasional/ PAN) sudah mengakui menerima cek senilai Rp 200 juta dari Rokhmin Dahuri untuk kampanyenya. Berarti ada pelanggaran pidana," kata Didik.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR, T Gayus Lumbuun (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jawa Timur V), mengatakan, pengakuan Amien dapat dipakai untuk mengungkap lebih lanjut soal penggunaan dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang diduga menyimpang. Amien dapat membantu membuka kasus itu sehingga perlu dilindungi untuk pengungkapan kasus yang lebih besar.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Bagian Umum Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKP Didi Sadili dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi mengakui, ia ditunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan (kala itu) Rokhmin Dahuri untuk mengelola dana nonbudgeter DKP. Dari dana itu, disebutkan Amien Rais menerima Rp 400 juta, Mega Center Rp 280 juta, Tim Sukses Susilo Bambang Yudhoyono Rp 387 juta, Blora Center Rp 40 juta, dan tim sukses Wiranto Rp 20 juta (Kompas, 9/5).
Hanya Amien yang mengaku menerima dana itu. Ia juga siap menjadi tersangka. Menurut Amien, uang Rp 200 juta dari Rokhmin diserahkan kepada Bendahara PAN (Kompas, 16/5).
Didik mengingatkan, Pasal 43 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden-Wakil Presiden menyebutkan, dana kampanye perseorangan maksimal Rp 100 juta, sedangkan badan hukum swasta maksimal Rp 750 juta. Pasangan calon dilarang menerima sumbangan dari pihak asing, penyumbang yang tak jelas identitasnya, serta pemerintah, BUMN, dan BUMD.
"KPU dapat melihat catatan penyumbang dana kampanye Amien Rais. Jika ada, melanggar batas maksimal. Kalau tidak, artinya telah membuat laporan palsu. Kalau donaturnya DKP, melanggar aturan juga," kata Didik. Ancaman hukuman diatur dalam Pasal 89.
Menurut Gayus, soal penerimaan dana nonbudgeter DKP ini dapat ditindaklanjuti menggunakan proses pidana pemilu.
Meminta sumbangan
Rokhmin menjelaskan, menjelang Pemilu 2004, DKP dimintai dana oleh tim sukses calon presiden dan parpol. Permintaan dana itu diajukan dalam bentuk proposal. "Mereka mengaku butuh dana untuk memberikan pencerahan dan penyuluhan pada masyarakat pesisir yang menjadi konstituennya. Jadi, kami memberikan," papar Rokhmin di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu.
Rokhmin menambahkan, "Lagi pula kita semua tahu dan sudah jadi rahasia umum kalau semua menteri digerayangi menjelang pemilu." Ia juga membantah bahwa inisiatif pemberian dana nonbudgeter berasal dari dirinya.
Rokhmin memuji kejujuran Amien Rais yang mengakui menerima dana nonbudgeter DKP. "Saya bersyukur Pak Amien Rais berkata jujur. Kejujuran sekarang hilang. Saya mengapresiasinya," ujar Rokhmin. (IDR/VIN)

0 comments: