Friday, May 18, 2007

Soal perpajakan dan UU sukuk harus diselesaikan

Jumat, 18/05/2007

DUBAI: Selama 15 tahun terakhir ini? Indonesia? memiliki bank syariah, namun hingga kini pangsa pasarnya belum maksimal. Begitu pula dengan jasa keuangan syariah lainnya. Hal itu menjadi salah satu indikator kekurangan Indonesia dalam persaingan merangkul pemodal Timur Tengah. Untuk mengetahui arah dan upaya mengembangkan bank syariah di Tanah Air, Bisnis Indonesia mewawancarai Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah di sela-sela 4th IFSB Summit di Dubai, Uni Emirat Arab, pekan ini.

Berikut petikannya.

Bagaimana dengan regulasi dalam bank syariah yang diperlakukan sama?

Kami ingin bank syariah mendapatkan perhatian yang lebih besar dari berbagai pihak. Kita tahu persis kita punya potensi untuk itu. Saat? ini perkembangan bank syariah di Indonesia belum begitu menjanjikan karena pangsanya baru 2%. Ada berbagai handicap, pertama, ada baiknya kita punya legislasi yang secara khusus diabadikan kepada bank syariah, sehingga berbagai pihak bisa berpegang pada aturan itu dengan lebih firm dan pasti.Yang kedua, komitmen dari berbagai pihak. Bank sentral selama ini kami rasa sudah banyak sekali yang diabadikan untuk perkembangan bank syariah, baik dalam peningkatan SDM, fasilitasi maupun promosi dan sosialisasi di berbagai kesempatan.

Tantangan lainnya?

Ada hal yang masih mengganggu yaitu perpajakan. Ini yang saya mintakan tempo hari. Saya pernah kirim surat dua kali kepada Menkeu untuk menyelesaikan persoalan pajak ganda. Kalau itu bisa diselesaikan, saya mendengar dari berbagai pihak termasuk dari bank di Timur Tengah ini, mereka mengatakan dua hal sajalah agar diselesaikan, pertama soal perpajakan dan masalah UU sukuk. Kalau itu selesai, mereka dengan senang hati datang dan investasi di Indonesia.Bila itu bisa diberikan, saya kira perkembangan perbankan syariah di Indonesia akan cepat dan memberikan solusi bagi persoalan perekonomian kita.

Berapa jumlah bank syariah yang diproyeksikan BI? dalam Arsitektur Perbankan Indonesia?

Kami tidak menyebut angka, sebetulnya kami ingin bank syariah secara bertahap memiliki pangsa cukup besar dalam perekonomian. Kalau 2008 bisa 5% dan kita tahu untuk mencapai itu dibutuhkan tenaga kerja yang memahami perbankan syariah sekitar 40.000 orang.2008 itu tahun depan, kalau sekarang kita berupaya melatih saja, berarti orang-orang yang sekarang di perbankan konvensional melatih para pimpinannya kemudian, kami ingin secara strategis itu spread out ke bank lain.Saya juga minta manajemen bank yang sekarang memiliki unit usaha syariah dan bank syariah agar memilih pegawai yang cerdas dan bukan orang nomor dua. Harus orang nomor satu karena bank syariah produk yang sophisticated.

Terkait dengan kepatuhan terhadap standar internasional, apa saja yang telah dilakukan oleh perbankan syariah?

Itu suatu isu dan IFSB sama seperti BIS yang men-set standar kemudian diserahkan kepada masing-masing Negara mau ikut atau tidak dan itu tergantung dari penilaian masing-masing.Ada yang merasa sangat syariah dibandingkan yang lain. Indonesia ini berdasarkan penelitian, dia merasa lebih syariah dibandingkan negara lain. Sebanyak 38% produk syariah di Indonesia comply terhadap prinsip syariah sedangkan di negara lain hanya 18%.Tetapi kembali, persoalannya apakah kita ingin membesarkannya dahulu lalu sambil kalan kita comply, atau kita comply dahulu baru kemudian agak rigid dan sulit berkembang, itu suatu pilihan.

BI pilih yang mana?

Sebetulnya sekarang ini kita ingin memperbesar dahulu! Tapi kami juga melakukan pendidikan, pelatihan supaya mereka comply dengan prinsip syariah.

Selain Albarakah, siapa lagi calon investor yang berminat?

Tempo hari ada Qatar Islamic Bank dan Albarakah, kemudian Sheikh Saleh anggota chambers of commerce UEA cerita mereka sudah dapat izin dan dia mengatakan ada beberapa bank lagi yang tertarik pada Indonesia. Saya kira ini kerjaan pak Alwi Shihab yang saya puji bagus sekali dan berbagai pihak mengatakan peran Pak Alwi cukup positif dalam memperkenalkan Indonesia dan membawa investor ke Indonesia.

Tetapi kenapa mereka memilih Singapura dan Malaysia?

Persoalannya di perangkat hukum, mereka mengatakan andaikan pajak bisa diperbaiki dan UU sukuk diselesaikan, mereka langsung mau, karena itu sudah comparable dengan Malaysia dan Singapura. Kalau kita masih saja berdiskusi kemudian menunda-nunda, saya kira jangan dipersoalkan bila mereka yang menjadi pusat syariah dibandingkan kita.

Apa momentumnya masih ada?

Seharusnya masih ada karena kita memiliki potensi yang sangat besar dibandingkan negara tetangga. Kita mestinya sepakat bekerja sama dan berbagai pihak harus ada konsensus sama-sama mendukung karena ini adalah agenda nasional, bukan agenda BI.

Pewawancara: Fahmi Achmad
Bisnis Indonesia

0 comments: