Friday, May 18, 2007

Presiden tak Perlu Takut

Jumat, 18 Mei 2007 8:35:00

JAKARTA -- Di tengah adanya ancaman teror bom yang tak terbukti di Gedung DPR, Kamis (17/5), berbagai kalangan mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap dewasa dan berani memenuhi panggilan penggunaan hak meminta penjelasan dan bertanya (interpelasi) yang disetujui Rapat Paripurna DPR, Selasa lalu.

Presiden juga didesak untuk menjawab langsung interpelasi, sekaligus meminta maaf, atas kasus dukungan pemerintah Indonesia terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No 1747 tentang perluasan sanksi atas program nuklir Iran itu. `'Saya melihat, teman-teman di DPR ingin mendengar langsung dari Presiden, tidak hanya mengandalkan Menteri Luar Negeri. Jadi tak perlu takut,'' ujar pengamat politik LIPI, Indria Samego, kepada pers, di Jakarta, Rabu (16/5).
Selain harus berani, menurut Indria, Yudhoyono tidak perlu menafsirkan interpelasi ini terlalu jauh. Misalnya, akan lari kepada pemakjulan (impeachment) dirinya dari kursi presiden. Saat ini berkembang isu, Presiden tidak akan hadir dalam sidang interpelasi yang jadwalnya baru akan ditentukan pada rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Selasa (22/5). Anggota Komisi I DPR, Hilman Rosyad Sihab, mengemukakan, Menlu Nur Hasan Wirajuda telah menyampaikan bahwa Presiden masih mempertimbangkan kehadirannya. Sedangkan juru bicara presiden, Andi Malaranggeng, mengatakan, Presiden tidak perlu hadir.
''Presiden harusnya hadir dan memberikan penjelasan. Bahkan, kalau perlu, Presiden juga meminta maaf telah melakukan kesalahan,'' kata Hilman, usai acara Milad PKS di Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Sepuluh alasanAnggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi, menyebutkan sepuluh alasan mengapa Presiden harus datang langsung ke DPR menjawab interpelasi. Pertama, Presiden adalah pemegang tanggung jawab otoritas kebijakan politik luar negeri tertinggi yang memutuskan dukungan terhadap Resolusi 1747.
Kedua, UU Nomor 22/2003 tentang Susduk DPR, mewajibkan siapapun yg diundang DPR harus hadir tanpa kecuali. Ketiga, Tata Tertib (Tatib) DPR pasal 174 ayat 1, 2, dan 3 mengharuskan Presiden datang sendiri menjawab Interpelasi. Bila terjadi tanya jawab, ayat 4 membolehkan Presiden mewakilkan pada menterinya. Keempat, Presiden dalam keadaan sehat dan berada di dalam negeri saat diagendakannya hak interpelasi DPR. Kelima, sebagian besar rakyat ingin mendengar langsung penjelasan Presiden, setidaknya 64,2 persen pemilihnya pada Pilpres 2004.
Keenam, Presiden adalah seorang intelektual, komunikator ulung, yang seharusnya berani berdialog dengan DPR untuk meyakinkan rakyat atas kebijakan tersebut. Ketujuh, Menlu gagal meyakinkan DPR saat menjelaskan di hadapan Komisi I soal tersebut, dengan kesimpulan 'mengecewakan'.
Kedepalan, dukungan pada Resolusi 1747 bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya yang menyiratkan bahwa pemerintah RI mendukung program kuklir Iran untuk tujuan kemanusiaan. Kesembilan, adanya pembicaraan langsung Presiden dengan Presiden AS George W Bush sebelum pengambilan keputusan DK PBB.
Kesepuluh, Yuddy mengingatkan, Presiden Gus Dur sudah memberikan contoh patriotik yg demokratis menghadapi interpelasi DPR. ''Maka, adalah kesalahan besar untuk politik pencitraannya bila Presiden Yudhoyono mewakilkan pada pada pembantunya. Masyarakat akan menilainya sebagai sosok yang tidak bertanggung jawab, tidak mau berdialog, dan takut mengambil risiko'' tandas Yuddy. eye/rfa/zam

0 comments: