Friday, May 18, 2007

BI: Dana Asing Terus Meningkat

Jumat, 18 Mei 2007

Ekspektasi ekonomi Indonesia masih positif, tingkat bunga relatif tinggi.

JAKARTA -- Pengawasan pemerintah terhadap aliran dana asing tak memengaruhi minat investor global untuk membenamkan dana mereka di Indonesia. Pantauan Bank Indonesia (BI) menunjukkan, dana asing yang masuk (capital inflow) terus meningkat.

''Khususnya sampai pekan yang terakhir,'' kata Deputi BI, Hartadi A Sarwono, di Jakarta, Rabu (16/5). Menurut Hartadi, investor asing menyerbu pasar obligasi dan pasar modal karena dinilai masih menggiurkan. ''Instrumen keuangan di Indonesia masih menarik di mata mereka. Semua amat diminati asing,'' katanya.
Sejumlah instrumen keuangan yang kepemilikan asingnya bertambah, adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), dan saham. Dari total SBI yang diterbitkan sampai 10 Mei 2007 senilai Rp 257,6 triliun, investor asing sudah menggenggam Rp 45,3 triliun. Jumlah ini membengkak jika dibandingkan dengan posisi Desember 2006 yang Rp 18,07 triliun.
Peningkatan kepemilikan asing juga terjadi pada SUN. Investor asing telah membeli SUN senilai Rp 77,2 triliun dari total Rp 442,1 triliun. Ini berarti meningkat sekitar Rp 16 triliun ketimbang akhir 2006. Sedangkan dari pasar modal, investor asing hingga kini telah meraup Rp 550,51 triliun. Nilai transaksi oleh asing ini jauh melesat dibanding akhir tahun lalu yang masih Rp 522,34 triliun.
Sejumlah alasan, jelas Hartadi, mendasari tingginya minat investor asing berburu portofolio keuangan di Indonesia. Alasan pertama, kondisi ekonomi dipercaya bakal terus meningkat. Ekspektasi positif ini berujung meningkatnya keuntungan (gain) di pasar finansial.
Dia lantas memperlihatkan salah satu tanda berupa membaiknya pertumbuhan ekonomi triwulan pertama. ''Prospek ekonomi triwulan satu meningkat, sehingga kalau investor tanam dana lewat saham ke perusahaan telekomunikasi atau bank, ia akan mendapat gain yang bagus pada jangka panjang,'' ujarnya.
Alasab kedua adalah tingkat bunga yang relatif tinggi ketimbang negara lain di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, kurs rupiah terhadap dolar AS tak mengalami gejolak signifikan. Bahkan, dengan kecenderungan rupiah yang menguat, mereka bakal dapat untung lebih besar. ''Sudah dapat dari bunga, masuk dengan dolar AS, tukar ke rupiah. Karena rupiah menguat, dia dapat gain lagi dari rupiah,'' ungkapnya.
Namun, Hartadi tak menjawab tegas apakah dana asing itu bakal terus membanjiri pasar finansial Indonesia hingga akhir tahun. Dia hanya berharap pemerintah dan bank sentral bisa memanfaatkan capital inflow ini sebaik-baiknya. Di antara caranya adalah dengan menambah instrumen baru di pasar serta memperbanyak perusahaan masuk bursa (IPO). Hanya melalui cara itu, kejenuhan pasar dapat diatasi. ''Masuknya instrumen baru bisa menambah kembali gairah para investor.''
Dana asing yang masuk itu harus memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi Indonesia, juga dipaparkan Menko Perekonomian, Boediono. BUMN yang bakal melantai di bursa harus jeli menangkap peluang itu. Dalam konteks inilah, dia dan Menneg BUMN, Sofyan Djalil, telah mengkaji ulang sejumlah BUMN yang siap masuk bursa. ''Itu artinya bisa menampung. Uang yang masuk itu ketangkap di sini, bukan hanya masuk ke SBI,'' kata dia.
Strategi mengubah dana-dana jangka pendek itu melalui penerbitan obligasi maupun IPO BUMN, nilai ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, belum efektif. ''Ongkosnya sangat mahal karena kita kehilangan peluang dalam jangka panjang akibat berkurangnya saham pemerintah di BUMN,'' katanya.
Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah mengontrol arus dana jangka pendek dengan memperbaiki kebijakan lalu lintas modal, seperti proceeds from exports, invisibles, currents transfer, instrumen pasar modal dan uang, dan likuidasi atas investasi langsung. ''Pajak atas transaksi valas juga makin relevan dikaji lagi.'' evy/has

0 comments: