Friday, May 18, 2007

Payung hukum PSH minyak goreng masih disusun

Jumat, 18/05/2007

JAKARTA: Pemerintah masih menyusun payung hukum program stabilisasi harga (PSH) minyak goreng untuk meredam? kekhawatiran produsen dan asosiasi CPO dan minyak goreng terhadap kemungkinan tuntutan hukum. Mari Elka Pangestu, Menteri Perdagangan, mengatakan pengusaha dan asosiasi industri minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya menginginkan perlindungan hukum dari komitmennya melakukan PSH dengan menjual produk di bawah harga pasar.

"Payung hukumnya sedang disusun. [Payung hukum] itu adalah surat yang mereka? [pengusaha dan asosiasi] perlukan dari segi pemeriksaan kepolisian [agar] tidak menjadi masalah bagi produsen," katanya Rabu.Pemerintah, katanya, akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan komitmen PSH dan dampaknya pada perkembangan harga minyak goreng di dalam negeri.? Seperti diketahui komitmen pengusaha saat ini baru didukung surat tiga dirjen di Depdag, Depperin, dan Deptan. Pengusaha meminta 'surat jaminan' yang lebih tinggi, untuk meredam praktik 'sengaja merugi' itu. ?Pendataan komitmen tambahan pasokan CPO ke dalam negeri dan distribusi minyak goreng dengan harga yang ditentukan dalam pelaksanaan PSH tetap diserahkan ke pengusaha.? Pengusaha memilih Ernst&Young sebagai auditor komitmen PSH itu.? Pemerintah sendiri menyatakan akan menggunakan patokan perkembangan harga sebagai acuan realisasi komitmen tersebut.? Tidak gegabahDirektur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengingatkan kepada eksekutif dan legislatif untuk tidak gegabah dalam membuat regulasi pembatasan ekspor CPO jika hal tersebut dinilai sebagai antisipasi menjaga pasokan minyak goreng dalam negeri.?"Jangan terlalu gegabah dan panik dalam mengajukan kebijakan tanpa melihat konteks jangka panjangnya, yang diperlukan saat ini adalah langkah koordinasi bersama untuk meredam harga minyak goreng," kata Sahat kepada Bisnis di Jakarta, kemarin.Pernyataan Sahat tersebut menyikapi pernyataan legislatif kepada eksekutif dalam rapat kerja Komisi VI DPR beberapa hari yang lalu mengenai usulan untuk mengikat ekspotir CPO dalam menjaga pasokan dalam negeri melalui regulasi.Menurut dia, pembatasan atau regulasi CPO justru bisa menyebabkan seretnya ekspor komoditas tersebut. Sehingga hal itu akan menguntungkan eksportir negara lain karena mendapatkan pangsa pasar lebih luas dengan harga yang lebih tinggi.Dia mencontohkan, India salah satu importir terbesar CPO dari Indonesia maka akan lari mengambil komoditas itu dari Malaysia. Apabila hal itu terjadi bisa mempersulit Indonesia dalam memulihkan kembali kepercayaan pasar dunia. (m02)
lutfi.zaenudin@bisnis.co.id
Oleh Lutfi ZaenudinBisnis Indonesia

0 comments: