Tuesday, May 22, 2007

Kejaksaan Buka Lagi Kasus BPPC

KORAN TEMPO - Selasa, 22 Mei 2007

"Tommy bisa dijadikan tersangka."

JAKARTA - Kejaksaan Agung akan menyidik lagi kasus dugaan korupsi Badan Penyelenggara dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang melibatkan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Penyidikan kasus ini menjadi prioritas kejaksaan karena dinilai paling cepat proses pembuktiannya ketimbang kasus Tommy yang lain. "Surat perintah dimulainya penyidikan sudah keluar pada 7 Mei," kata Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Muhammad Salim kemarin.

Salim menjelaskan indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus BPPC sangat kuat. Di antaranya, kata dia, persyaratan yang tidak dilaksanakan BPPC sebagaimana diatur Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1992. Tapi dia tak bersedia menjelaskan lebih terperinci.
Salim juga menegaskan akan memeriksa semua pihak yang terkait dengan BPPC, termasuk mantan Ketua Induk Koperasi Unit Desa Nurdin Khalid. Tim kejaksaan, kata dia, sedang merumuskan peranan ketua Induk Koperasi tersebut.
Direktur Perdata Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda menambahkan dugaan korupsi dalam BPPC dapat dijadikan sarana pencairan uang Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang Guernsey oleh pemerintah Indonesia. Apabila hasil penyidikan menyatakan uang Tommy harus disita, menurut Yoseph, uang yang di Guernsey bisa dipakai untuk membayar ganti rugi. Pencairan bisa dilakukan lewat jalur perdata dan pidana.
Surat perintah penyidikan kasus BPPC itu juga dibawa jaksa pidana khusus Baringin Sianturi ke pengadilan Guernsey pekan lalu. Surat itu ditunjukkan kepada hakim untuk menjawab argumentasi pengacara Garnet Investment Limited, Christopher Edward, yang menyatakan tidak ada tindakan hukum pemerintah Indonesia terhadap Tommy.
Surat itu sekaligus membantah surat yang dikeluarkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (waktu itu) Hamid Awaludin pada 5 April 2005. Di sana dinyatakan Tommy tidak terlibat perkara apa pun di Indonesia. Untuk memperkuat argumentasi, kejaksaan juga menunjukkan bukti laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai kerugian pemerintah RI dalam proyek BPPC.
Garnet menggugat BNP karena menolak mencairkan uang Tommy yang diklaim berasal dari penjualan saham Lamborghini senilai US$ 48 juta dan penjualan perusahaan Motorbike senilai US$ 18,5 juta. Angka ini tercantum dalam keterangan tertulis (affidavit) yang dikeluarkan Direktur Garnet Abdurrahman Abdul Kadir.
Kuasa hukum Tommy, O.C. Kaligis, menilai langkah kejaksaan hanya rekayasa dan terkesan dipaksakan. "Tujuan utamanya hanya untuk pembuktian di persidangan Guernsey," ujar Kaligis saat dihubungi Tempo.
Menurut Kaligis, deretan perkara yang dibeberkan kejaksaan merupakan kasus lama yang sudah diproses hukum. Dia yakin upaya kejaksaan tidak berpengaruh terhadap proses pengadilan Guernsey, yang besok akan memutuskan nasib uang kliennya itu.
Anggota badan pekerja ICW, Adnan Topan, optimistis atas skenario kejaksaan itu. "Perkara ini tidak kedaluwarsa. Bahkan kejaksaan bisa menjadikan Tommy sebagai tersangka," katanya.
FANNY FEBIANA SANDY INDRA BUDI SAIFUL


Bunga Cengkeh Sang Pangeran
Kasus penyelewengan dana Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) kembali akan dibuka. Langkah ini, menurut pihak Kejaksaan Agung, diharapkan menjadi titik penting dalam proses persidangan kasus pencairan uang Tommy Soeharto di pengadilan Guernsey, Inggris.
BPPC sendiri dibentuk oleh Presiden Soeharto, dengan Keputusan Presiden Nomor 20 disambung dengan Instruksi Presiden Nomor 1 yang dirilis pada 1992. Lembaga ini mengantongi berbagai hak istimewa yang menguntungkan.
Berikut ini sepintas gambaran tentang BPPC.

Unsur-unsur pendukung:
Koperasi: Induk Koperasi Unit Desa
BUMN: PT Kerta Niaga
Swasta: PT Kembang Cengkeh Nasional (milik Tommy Soeharto)

Monopoli Cengkeh:
BPPC memonopoli penuh pembelian dan penjualan hasil produksi cengkeh nasional. Seluruh cengkeh yang dihasilkan oleh petani harus dibeli BPPC dengan harga yang telah ditentukan. Pabrik rokok kretek pun harus membeli cengkeh dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan.

Keuntungan BPPC
Keuntungan yang didapat BPPC, melalui hak monopoli, diperkirakan mencapai Rp 1,4 triliun.

Tanggungan BPPC
BPPC sebenarnya dibubarkan pada 1998. Namun, Indonesia Corruption Watch menilai badan itu masih punya utang. Pertanggungjawaban pengelolaan dana milik dan hak petani cengkeh selama tata niaga cengkeh berlangsung belum dilakukan BPPC, yakni meliputi:
Sumbangan Diversifikasi Tanaman Cengkeh: Rp 67 miliar
Sumbangan Wajib Khusus Petani: Rp 670 miliar
Dana Konversi: Rp 74 miliar
Dana Penyertaan Modal: Rp 1,1 triliun

Total Rp 1,9 triliun ini seluruhnya dipungut dari petani cengkeh dan pabrik rokok.


Jejak-jejak Tommy
Tommy Soeharto memang "sakti". Pada berbagai kasus, putra penguasa Orde Baru ini biasa menang di tingkat akhir, misalnya pada saat peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung.
Berikut ini sejumlah jejak yang ditinggalkan Tommy.

Kasus tukar guling antara Goro dan Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai Rp 94 miliar. Kasasi MA, pada 2000, memvonis Tommy dan Ricardo Gelael 18 bulan. Namun, Tommy bebas pada peninjauan kembali. Padahal, selain Ricardo, mantan Kepala Bulog Beddu Amang dinyatakan bersalah dan divonis empat tahun.

PT Sempati Air berutang Rp 40 miliar kepada pemerintah. Sebagai pemilik saham, Tommy harus bertanggung jawab atas soal ini.

PT Timor Putra Nasional dianggap berutang kepada Bank Bumi Daya dan pajak yang belum dibayar senilai Rp 3,2 triliun. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Tommy. Departemen Keuangan dan Bank Mandiri (yang mengambil alih BBD) meminta banding.

Pada kasus dana Tommy di BNP Paribas, pemerintah Indonesia mengajukan bukti bahwa dana Tommy tersebut adalah hasil penjualan saham Lamborghini senilai Rp 630 miliar yang dianggap bermasalah dan karena itu harus dibekukan.
Tommy membeli saham Petral-Pertamina yang beroperasi di Blok Cepu. Audit PricewaterhouseCoopers memperkirakan pejabat Pertamina mengantongi US$ 128 juta sebagai komisi jual-beli saham itu.

SANDY INDRA PRATAMA


0 comments: