REPUBLIKA - Selasa, 22 Mei 2007 8:02:00
JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) diminta mempercepat proses hukum sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat (Jakbar). Warga Meruya Selatan membutuhkan kejelasan hukum agar tidak terhimpit dalam ketidakpastian.
''Saya sangat mengharapkan bantuan dewan untuk menyegerakan proses hukum,'' kata Wali Kota Jakbar, Fadjar Panjaitan, ketika melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta, Senin (21/5).
Untuk mempercepat proses hukum ini, Fadjar meminta DPRD DKI melayangkan surat dimaksud ke MA. ''Pemprov dan masyarakat tidak ingin status hukum tanahnya terkatung-katung,'' tambah Fadjar.
Berkaca dari pengalaman, penyelesaian proses hukum biasanya butuh waktu tak sebentar. Dia mencontohkan sengketa antara H Juhri dan PT Portanigra yang diajukan ke PN Jakbar pada 1997, baru rampung 10 tahun kemudian.
Menurut Fadjar, pelepasan hak warga ke PT Portanigra tidak jelas. Ini diperkuat putusan Pengadilan Tinggi DKI yang tak mengabulkan pengajuan sita jaminan PT Portanigra. ''Karena tak dikabulkan, sita jaminan itu gugur.'' Menanggapi desakan mempercepat proses hukum, Ketua Komisi A DPRD DKI, Ahmad Suaedy, akan memenuhinya. Sesegera mungkin, pihaknya akan mengirim rekomendasi ke MA. ''Keputusan MA yang kami inginkan adalah perbaikan atau pembatalan putusan,'' kata dia.
Apabila MA tidak mengubah putusannya, menurut Ahmad, berarti lembaga peradilan tertinggi itu tak menghargai produk hukum Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jika demikian yang terjadi, tegasnya, akan berdampak sangat luas. Putusan MA lain yang ada kaitannya dengan produk hukum BPN, harus ditinjau kembali supaya adil.
''Kita tidak menghendaki itu,'' lanjut Ahmad. Dalam kesempatan yang sama, Camat Kebon Jeruk periode 1969-1979, Zainudin, mengungkapkan, sewaktu menjabat, dia tak pernah memberi izin Juhri menjual tanah yang sekarang bersengketa. ''Juhri memang mengajukan pembebasan tanah, tapi saya tolak,'' kata Zainudin.
Seingat dia, Pemprov DKI juga tak membeli tanah dari Juhri, melainkan langsung dari warga dengan bukti-bukti surat yang lengkap.
Kepala BPN Jakbar, Roli Irawan, menambahkan, PT Portanigra tidak memiliki Surat Izin Penunjukan dan Penggunaan Tanah (SIPPT) dan Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L). Tak dimilikinya dua dokumen itu, menjadikan PT Portanigra tidak tercatat dalam daftar pengembang di Jakbar. ''Portanigra telah melanggar hukum administrasi negara,'' kata Roli.
Girik yang dimiliki PT Portanigra, menurutnya, bukan bukti hak kepemilikan atas tanah. ''Girik cuma bukti telah membayar pajak bumi dan bangunan,'' jelasnya.
Sementara itu, pengacara PT Portanigra, Yan Juanda Saputra, menilai surat pernyataan Kepala PN Jakbar, Haryanto, yang menegaskan tak pernah membuat surat pelaksanaan eksekusi, tidak sah. ''Substansinya tak masalah, tapi caranya tidak pantas,'' kata Yan Juanda.
Dia berkeras agar PN Jakbar tegas melakukan eksekusi. ''Kita hanya sebagai pemohon. Pihak termohon, yaitu pengadilan negeri sudah siap belum melakukan eksekusi?''
Kemarin, Gubernur DKI, Sutiyoso, bertatap muka dengan warga Meruya Selatan. ''Sejak awal saya yakin eksekusi tak akan terjadi,'' katanya. Dia meyakinkan warga, hukum masih bisa ditegakkan di negeri ini. ''Bukti kepemilikan berupa sertifikat itu yang paling tinggi, tak mungkin sertifikat dikalahkan girik,'' katanya. ( ind/c53/zak )
Tuesday, May 22, 2007
Percepat Proses Hukum Meruya
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:29 AM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment