Wednesday, May 23, 2007

Pembenahan IPDN: Tak Ada Jaminan Kekerasan Tak Terulang

KOMPAS - Rabu, 23 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau IPDN J Kaloh tidak bisa memberikan jaminan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di IPDN benar-benar tidak akan terjadi lagi. Kendati demikian, pihaknya akan tetap melakukan upaya pembenahan.
"Ada hal-hal yang terjadi melampaui kekuatan manusia. Kami akan mengerahkan semua daya dan upaya untuk pembenahan," ujar J Kaloh seusai rapat dengar pendapat umum dengan Panitia Kerja (Panja) Evaluasi IPDN di Ruang Rapat Komisi II DPR, Selasa (22/5).

Di tempat terpisah, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bedjo Sujanto menyatakan, kekerasan yang masih terjadi di dunia pendidikan—khususnya di IPDN—sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, pembenahan secara serius perlu dilakukan agar praktik-praktik semacam itu tidak berulang dan menimbulkan korban baru.
"Kekerasan dalam pendidikan yang cukup mengejutkan bisa dilihat dari apa yang terjadi di IPDN. Sekolah ini justru jadi sebuah lembaga dengan mayat-mayat mahasiswanya terus berjatuhan. Dari informasi yang berkembang sampai ada 37 mayat yang ada di IPDN. Tentu saja ini memprihatinkan dan harus dihentikan," kata Bedjo.
Terkait jumlah korban meninggal dunia akibat kekerasan di kampus IPDN, Ryaas Rasyid selaku Ketua Tim Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan di IPDN mengungkapkan bahwa informasi adanya 37 kuburan di IPDN itu masih rancu. Soalnya, informasi itu hanya disampaikan sekilas.
"Kuburan itu ada di IPDN, tetapi tidak sebanyak itu dan itu kuburan keluarga staf yang meninggal dan identitasnya ada semua," paparnya ketika dikonfirmasi, Selasa malam, terkait pernyataan Bedjo Sujanto. Lagi pula, menurut Ryaas, ia tidak memiliki kewenangan menyelidiki soal adanya kuburan tersebut karena bukan bagian dari tugasnya.
Dalam rapat dengan Panja Evaluasi IPDN, sebagian anggota panja meragukan "upacara" kekerasan di dalam kampus tersebut akan hilang. Bahkan, ada anggota panja yang tetap bersikukuh agar IPDN dibubarkan.
"Pada tahun 2005, setelah kasus Wahyu Hidayat, DPR mengunjungi IPDN dan secara eksplisit ada tertulis komitmen tidak ada pembinaan lewat kekerasan dan akan ada perubahan total. Kenyataannya, muncul kasus Cliff Muntu. Perubahan yang diinginkan bukan sekadar pergeseran jabatan," kata Jazuli Juwaini dari Fraksi PKS.
Hal senada diungkapkan Andi Yuliani Paris dari Fraksi PAN. Ia bertanya kepada Rektor IPDN, apa jaminannya "upacara" kekerasan serupa tidak akan terjadi lagi. Andi sendiri konsisten berpendapat bahwa sebaiknya IPDN dibubarkan.
Terhadap gugatan tersebut, Kaloh mengatakan, permasalahan utamanya ialah manajemen dan kepemimpinan. "Intinya, bagaimana mengelola masalah di bidang pendidikan. Seperti apa pun sistemnya, kalau dikelola oleh orang yang tidak bertanggung jawab, akan percuma," katanya. (eln/sut/INE)


0 comments: