Monday, June 11, 2007

Kehidupan: Mengais Rezeki di Waduk Gajah Mungkur

KOMPAS - Senin, 11 Juni 2007

Pascal S Bin Saju

Lilik Setiawan (22) terus mendayung sampan, bergegas hendak pulang ke tepi Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah, saat Tim Ekspedisi Bengawan Solo 2007 Kompas mendekatinya, Minggu (10/6) siang. Padahal, ikan hasil tangkapannya hanya empat ekor, itu pun kecil-kecil ukurannya.
Jumlah ikan yang saya peroleh cuma segini. Lagi sepi, tidak ada ikan. Biasanya saya bisa menangkap hingga 5 kilogram," katanya saat bercakap-cakap dengan Tim Ekspedisi yang mengarungi waduk dengan perahu karet milik personel Pangkalan Marinir Surabaya.
Sebenarnya ia amat berharap bisa mendapat ikan yang banyak. Harapan itu sebesar beban tanggung jawabnya untuk menafkahi orangtua dan tiga saudaranya. Maklum, anak kedua dari empat bersaudara itu satu-satunya anak laki-laki dewasa yang menjadi tulang punggung keluarga.
Ayah dan ibunya, Rasiman (42) dan Mini (38), adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian, kecuali menjadi buruh tani. Kakaknya, Erna (23), meski sudah menikah, masih tetap menumpang. Dua adiknya masih kecil, yakni Angga (4) dan Rendy (3).
Orangtuanya tidak mampu menyekolahkannya lagi. Setelah tamat dan lulus sekolah menengah pertama empat tahun silam, warga Dusun Karang Widodo, Desa Glesungrejo, Kecamatan Baturetno, Wonogiri, ini menjadi pencari ikan di waduk.
Waduk adalah sumber penghidupan keluarga dan taruhan masa depannya setelah lahan pertanian punah. Tidak hanya terdesak oleh populasi penduduk desa yang terus bertambah, tetapi juga tanah habis dijual karena terimpit kebutuhan hidup.
Karena hanya memperoleh empat ekor ikan kecil-kecil, yakni dua ikan patin dan dua ikan nila, wajah Lilik seperti menyimpan beban. Empat ekor ikan akan dijual Rp 7.000 per kilogram.
Jangankan untuk satu keluarga beranggotakan tiga orang, untuk makan seorang sehari pun, uang Rp 7.000 tidak cukup. Namun, Lilik yakin, waduk masih menyimpan banyak ikan. "Masalahnya, alat tangkap saya terbatas," katanya.
Alat tangkapnya terdiri dari satu sampan ukuran kecil atau kano. Jaring yang dipasangnya hanya tiga, masing-masing berukuran kecil, yakni 2 meter x 2 meter. Pada saat angin kencang dan gelombang melanda waduk, usahanya nyaris tanpa hasil.
Sekalipun membutuhkan ikan, Lilik tidak menangkap secara serampangan. Ikan-ikan kecil yang terperangkap dalam jaringnya tidak diambil, tetapi dilepas lagi ke danau. Ikan paling kecil yang diambilnya sebesar tiga jari orang dewasa.
Menurut pengamatan Kompas, ada sejumlah kelompok pencari ikan atau biota air tawar di Waduk Gajah Mungkin menurut jenis alat tangkapnya. "Ada nelayan bubu, branjang, jaring angkat," kata Bejo Hadi alias Bejo Iwak.
Bejo, warga Dusun Siraman, Desa Gambir Anom, Baturetno, termasuk salah satu di antara 60 nelayan branjang di wilayah desanya. Usaha penangkapan ikan dengan branjang dilarang oleh peraturan daerah Wonogiri.
"Meski dilarang, di waduk ini setidaknya di dua kecamatan bertetangga, yakni Baturetno dan Eromoko, ada sekitar 130 nelayan branjang. Mereka bertahan karena itulah usaha yang bisa menjadi sumber penghidupan warga," kata Bejo.
Ayah empat anak ini ditemui pada Minggu pukul 09.00 di tengah waduk di kedalaman air sekitar 3 meter. Di sana dia memasang branjang ukuran 14 meter x 14 meter. Ia menunggui jaringnya di sebuah pondok kecil ukuran 1,5 meter x 1,5 meter.
Bejo sudah empat kali terkena penertiban oleh aparat gabungan itu, yang menyebabkan semua perlengkapan branjang-nya, mulai dari jaring hingga pondoknya, diambil petugas. Namun, ia bertahan menangkap ikan dengan branjang meski untuk membangun satu branjang perlu biaya Rp 800.000.
Bejo dan Lilik hanyalah segelintir kecil dari ratusan orang yang mengandalkan hidupnya dari waduk setelah lahan pertanian mereka semakin menyusut. Meski demikian, kondisi waduk saat ini semakin memprihatinkan akibat pendangkalan. Waduk Gajah Mungkur diklaim Bupati Wonogiri Begug Poernomosidi sebagai waduk terbesar di Asia Tenggara. "Waduk dikitari 54 desa di enam kecamatan," kata Begug.
(FX L Agung Saputra/ Sonya Hellen Sinombor)

0 comments: