Monday, June 11, 2007

Paus: Tak Ada Kemajuan di Irak

KOMPAS - Senin, 11 Juni 2007

Demonstran di Roma Cap Presiden Bush sebagai Pengacau Dunia

Vatican City, Sabtu - Dalam pertemuan sekitar 35 menit dengan Presiden AS George Walker Bush, Sabtu (9/6) di Vatican City, Paus Benediktus XVI menyatakan kekhawatiran soal situasi di Irak. Paus menyebutkan, "Tidak ada yang positif di Irak."
Pernyataan Paus merupakan tamparan langsung pada Bush, yang selama ini kerap mengatakan bahwa keadaan di Irak telah mengalami banyak kemajuan.
Namun, Paus tetap menyampaikan kalimat eufimisme kepada Bush, yang baru pertama kali bertemu dengan seorang Paus sejak menjabat pada 20 Januari 2001. Kepada Bush, Paus juga menyatakan kesedihannya yang mendalam "atas pembantaian yang terus berlanjut di Irak" dan menyimpulkan bahwa "tak ada berita positif yang datang dari Irak".
Bush mencoba bereaksi sebaik mungkin atas pernyataan-pernyataan Paus, yang juga mempertanyakan hasil pertemuan Bush dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Dialog dengan Putin juga baik," kata Bush kepada Paus.
"Saya berbicara dengan seseorang yang sangat cerdik, pria yang pengasih. Saya terkesan dan dibuat bergetar," kata Bush, yang juga ditanyai soal perkembangan tentang peran AS membantu Afrika dalam perang melawan HIV/AIDS.
Bush juga mengatakan bahwa Paus makin khawatir soal sikap warga mayoritas di Irak yang juga mulai tidak toleran kepada minoritas, khususnya Katolik Kaldean yang merupakan sekitar 3 persen dari 26 juta warga Irak.
Ketika di bawah pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein, kelompok minoritas relatif bisa menjalankan ibadah dengan aman, tetapi sekarang hal itu telah sirna dan bahkan banyak minoritas yang lari dari Irak, sebagaimana halnya warga Irak lainnya, setelah invasi AS.
Bush juga berbicara dengan Kardinal Tarcisio Bertone, orang kedua di Vatikan. Kardinal ini juga menegaskan kembali kekhawatiran Vatikan soal situasi di Irak, termasuk keadaan kritis yang dihadapi kaum Kristen. Namun, Bush berjanji bahwa kehidupan antara kelompok minoritas dan mayoritas di Irak akan menjadi perhatiannya.
Bush langsung berangkat menuju Albania pada hari Minggu dan kemudian ke Bulgaria.
Kunjungan Bush benar-benar tidak enak karena Italia juga mengadili secara in absensia 26 agen Badan Pusat Intelijen AS (CIA) di Milan.
Selain bertemu dengan Paus, Bush juga bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Italia Romano Prodi dan menyempatkan diri bertemu dengan sekutu sejatinya, yakni mantan PM Italia Silvio Berlusconi.
Solusi regional
Dalam pertemuannya dengan Bush, Paus juga menekankan soal pentingnya mengatasi keadaan di Irak, dengan melakukan perundingan regional. Ini adalah juga usul Ketua Parlemen AS Nancy Pelosi (dari Partai Demokrat), yang lebih memilih bernegosiasi dengan Irak dan Suriah untuk mengatasi persoalan di Irak.
Usul tersebut hingga kini belum menjadi pegangan utama pemerintahan Bush.
Uskup Agung Leonardo Sandri, Wakil Menteri Luar Negeri Vatikan dan juga orang kepercayaan Paus, menyinggung soal minoritas Kristen di wilayah Israel-Palestina, Lebanon, dan Irak.
Bush ancaman global
Puluhan ribu orang Italia menentang kedatangan Bush di Roma. Sambutan terhadap Presiden Bush di Italia benar-benar tidak ramah. Puluhan ribu warga Italia berunjuk rasa menyatakan bahwa Bush adalah ancaman terhadap keamanan global dan pemicu perang.
Puluhan ribu pengunjuk rasa berjalan di ruas-ruas jalan terkenal di Roma. Barisan massa membentang sejauh kira-kira satu kilometer. Penyelenggara unjuk rasa mengatakan, massa diperkirakan terdiri dari 150.000 orang, yang membuat transportasi di Roma menjadi kacau-balau.
Sebagian dari pengunjuk rasa berasal dari beberapa kota lain di Italia, seperti Vicenza. Mereka datang ke Roma menggunakan kereta api.
Pengunjuk rasa membentangkan spanduk bertuliskan "No Bush, No War". Spanduk lain bertuliskan pesan lebih sinis, seperti "Bush, Saya Tahu Kamu. Ayahmu (mantan Presiden AS George Bush) juga Seorang Pembunuh".
Seorang pengunjuk rasa dari Perugia, Marco Franchi, mengatakan, ia menentang AS karena kebijakan agresif negara itu di bawah pemerintahan Bush telah mengancam dunia. Selain itu, AS juga berupaya mengekspor budaya mereka ke seluruh dunia.
Pengunjuk rasa lainnya dari Napoli mengatakan, "Kami menentang kedatangan Bush yang merupakan ancaman nyata terhadap dunia. Kami juga menentang Prodi (PM Italia Romano Prodi) karena kebijakan luar negerinya belum berubah jika dibandingkan dengan PM (Silvio) Berlusconi yang digantikannya."
Unjuk rasa ini juga dijadikan ajang untuk mengkritik pemerintahan Prodi. Franco Turigliatto dari Partai Pemulihan Komunis menegaskan, di Afganistan, Italia ikut berpartisipasi dalam kebijakan menjajah kembali dunia. Kebijakan ini diusung AS dengan dukungan Eropa.
"Kami menentang kebijakan imperialis yang membuat Irak sebagai mimpi buruk yang tak juga berakhir," kata Turigliatto.
Sebagian pengunjuk rasa juga mengusung beberapa isu mengenai antiglobalisasi dan isu lokal seperti penolakan atas rencana perluasan pangkalan militer AS di timur laut Vicenza.
Rusuh
Unjuk rasa anti-Bush yang semula damai, Sabtu malam, berubah menjadi rusuh. Kerusuhan terjadi seusai Bush bertemu dengan Paus dan para pejabat Italia.
Kerusuhan dimulai ketika massa memasuki Piazza Navona yang merupakan kawasan bersejarah dan titik berkumpulnya turis. Saat itu sebagian pengunjuk rasa yang mengenakan penutup wajah atau helm melempari polisi antihuru-hara dengan botol dan benda-benda keras lainnya. Polisi membalasnya dengan menembakkan gas air mata.
Amuk massa pun tak dapat dihindari. Sebagian pengunjuk rasa memecahkan jendela bank, menghancurkan pot tanaman, menjungkirbalikkan tong-tong sampah dan meja-meja restoran terbuka, serta membuat coretan-coretan di dekat restoran ala AS, McDonald’s.
Akibat kerusuhan itu, seorang polisi dan seorang pengunjuk rasa terluka. Agen berita ANSA melaporkan, enam pengunjuk rasa ditahan polisi.
Ribuan personel polisi diterjunkan di sekitar Koloseum dan lokasi lainnya untuk mencegah kemungkinan kerusuhan lain. Polisi juga memperingatkan pengunjuk rasa agar tidak menutupi wajah mereka dengan topeng, membawa pentungan, dan senjata lainnya. (REUTERS/AP/AFP/BSW/MON)

0 comments: