KOMPAS - Rabu, 27 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Indonesia memiliki peluang untuk mengatasi ketertinggalan dari negara lain melalui pengembangan nanoteknologi atau teknologi berskala satu per satu miliar meter. Dengan nanoteknologi, kekayaan sumber daya alam Indonesia dapat diberi nilai tambah guna memenangi persaingan global.
Demikian disampaikan Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia Dr Nurul Taufiqu Rochman di Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Tangerang, Selasa (26/6). "Negara yang menguasai nanoteknologi diyakini dapat memenangi persaingan global pada masa mendatang," kata Nurul.
Dengan menciptakan zat hingga berukuran satu per miliar meter (nanometer), sifat dan fungsi zat tersebut bisa diubah sesuai dengan yang diinginkan. "Misalnya, kita bisa menciptakan baja dengan kekuatan 10 kali lebih kuat dari yang ada, membuat pipa leding tahan karat, bahkan secara teori bisa membuat berlian dari karbon," katanya.
Penelitian Nurul tentang pembersihan timbal (Pb) dari pipa air tembaga melalui nanoteknologi hasilnya telah dipatenkan di Jepang dan telah diaplikasikan untuk industri di negara itu. Saat ini sedikitnya delapan hasil penelitian Nurul terkait nanoteknologi dipatenkan, termasuk dua alat pembuat partikel berskala nanometer berbahan lokal.
Nanoteknologi juga berguna dalam pembuatan serat optik di dunia telekomunikasi, robot-robot mungil yang mampu membunuh virus dalam tubuh, telepon genggam, dan berbagai teknologi mutakhir lainnya.
Dengan nanoteknologi pula, kekayaan alam menjadi tak berarti karena sifat-sifat zat bisa diciptakan sesuai dengan keinginan. "Karena itu, kita harus mampu memberi nilai tambah atas kekayaan alam kita. Arang yang diekspor ke Korea dan Jepang, misalnya, bisa dibuat menjadi alat semikonduktor untuk membuat komputer. Pasir zirkomia, yang banyak ditemukan di Kalimantan dan diekspor, sebenarnya memiliki nilai tambah 1.000 kali lipat jika dijadikan partikel berskala nano. Zirkomia bisa menjadi bahan yang tahan terhadap panas tinggi," papar Nurul.
Hasil penelitian Nurul tentang nanosilika menunjukkan bahan itu dapat digunakan sebagai penguat beton hingga dua kali lipat. Padahal, silika ini sangat banyak, yaitu di pasir dan sekam padi.
Pengenalan nanoteknologi
Pengenalan mengenai nanoteknologi harus segera dilakukan di berbagai level pendidikan. "Jepang sudah mengenalkannya sejak di sekolah dasar. Di Indonesia belum ada, bahkan di universitas pun belum berkembang," kata Nurul, pencipta Nano-Edu, pengantar mengenai nanoteknologi untuk pelajar.
Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Suyanto mengatakan, pihaknya sangat terbuka untuk memasukkan nanoteknologi ke pendidikan dasar dan menengah.
"Nanoteknologi tengah menjadi pemimpin teknologi masa depan, kita perlu mengenalkannya sejak dini. Mungkin bisa dimasukkan dalam pelajaran Fisika," kata Suyanto. (AIK)
Wednesday, June 27, 2007
Nanoteknologi, Peluang Kita Diusulkan Masuk Kurikulum Pendidikan
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:29 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment