Wednesday, June 27, 2007

Terorisme Tetap Agenda Prioritas

KOMPAS - Rabu, 27 Juni 2007

Jakarta, Kompas - Masalah terorisme di Indonesia sepatutnya tetap menjadi agenda prioritas bagi pemerintah, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri, sebab negara berkewajiban menjamin rasa aman warganya. Meskipun demikian, penanganan terorisme tetap harus berpegang pada koridor hukum dan prinsip hak asasi manusia.
Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengemukakan itu, Selasa (26/6), menanggapi maraknya protes dari sejumlah pihak terhadap upaya Polri menangkap para tersangka teroris. "Jangan sampai isu pemberantasan terorisme justru bergeser ke hal-hal yang tidak perlu, apalagi dipolitisasi. Kami di DPR juga akan selalu mengingatkan, pemerintah atau Polri tetap harus mematuhi prinsip HAM," kata Trimedya.
Sementara itu, Forum Umat Islam (FUI) mendesak Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dibubarkan karena melanggar HAM dan hanya mengejar kelompok teror dari pihak tertentu. "Densus 88 hanya dibentuk untuk memerangi Islam dan jihad dengan dukungan biaya dari Amerika," kata Munarman dari tim advokasi FUI.
Rencananya, tim advokasi FUI akan mendaftarkan gugatan kelompok (class action) dari para korban Densus 88 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu ini. Munarman menyebut salah satu korban adalah pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba’asyir.
Ba’asyir mengatakan, di Indonesia tidak ada teroris. Menurut dia, peledakan bom selama ini adalah tindakan kontrateroris untuk membela umat Islam yang disakiti oleh AS di luar negeri. "Saya kurang setuju dengan cara yang mereka lakukan karena mengebom di daerah aman, bukan daerah konflik," kata Ba’asyir.
Dujana mengaku melawan
Sebelumnya, Senin lalu, istri tersangka teroris Abu Dujana (37), Sri Mardiyati, mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terkait proses penangkapan Dujana. Pengacara Mardiyati, Akhmad Kholid, mengatakan, gugatan itu karena berdasarkan keterangan anak Dujana, Sidiq Abdullah (8), Dujana ditembak dalam keadaan menyerah tanpa perlawanan.
Keterangan itu berbeda dengan pengakuan Dujana dalam wawancara dengan Kompas, pekan lalu. Ia mengaku spontan melawan saat ditangkap. "Saya disekap, didekap, saya pun melawan dengan spontan. Harga diri dan kehormatan," kata Dujana.
Pengacara Dujana, Asluddin Hajani, juga membenarkan, Dujana ditembak saat melawan dan bergumul dengan polisi. "Waktu ditembak yang pertama ia tetap melawan karena ngaku belum terasa. Setelah itu ditembak lagi baru menyerah," kata Asluddin.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto mengatakan, setiap warga negara berhak mengajukan gugatan hukum apa pun. Polri akan menghormati hal itu.
Trimedya menegaskan, Polri harus tetap konsisten jika yakin penembakan yang mereka lakukan sudah benar. Maraknya protes jangan membuat pemberantasan terorisme terhambat. (MZW/SF)

0 comments: