Monday, May 21, 2007

Lukisan Wajah Preman Ekonomi

Senin, 21 Mei 2007

Skenario jahat telah dijalankankan kapitalis untuk menguasai dunia. Lewat buku The Confession of an Economic Hit Man, John Perkins mengungkap skenario itu. Berikut adalah bagian pertama dari dua tulisan tentang proyek lanjutan pengungkapan kejahatan tersebut.
Kepentingan siapa yang kita layani? Kepetingan bangsa sendiri atau kepentingan negara-negara kaya dengan semangat penjajahan ekonomi kapitalismenya? Apa peran kita di dalam kepentingan itu?

Pertanyaan-pertanyaan macam inilah yang mencuat dalam buku kumpulan karangan yang berjudul A Game As Old As Empire (AGAOAE), terbitan Berrett-Koehler, 2007. AGAOAE adalah buku lanjutan dari buku The Confession of an Economic Hit Man, yang ditulis John Perkins, dan diterbitkan oleh penerbit yang sama, tiga tahun lalu.
Bedanya, AGAOAE berkisah dari berbagai sudut pandang penulisnya. Penulisnya pun beragam. Ada jurnalis investigatif, ada mantan economic hit man (EHM alias preman ekonomi), ada orang dalam Bank Dunia, dan berbagai pihak yang mengetahui sepak terjang pasukan intelektual yang digaji mahal untuk mengisap sumber daya ekonomi negara-negara miskin. Intinya satu, siapa saja, secara sadar atau tidak sadar, bisa berperan menjadi EHM.
Steven Hiatt, penyunting AGAOAE, memberi contoh. Karyawan bank di London bekerja setiap hari mengurusi administrasi setoran ke sejumlah rekening di luar negeri. Mereka masuk kategori EHM, bila ternyata rekening yang diproses adalah duit hasil cuci uang bandar narkoba kelas kakap atau perusahaan multinasional yang ingin menghindari pajak.
Atau, tim Dana Moneter Internasional, alias IMF, yang tiba di suatu negara di Afrika untuk menyeret negara itu ke dalam jurang kecanduan utang luar negeri. Tim tersebut memberi ''solusi'' dengan mengambil utang kepada IMF dengan memotong dulu dana pendidikan negara yang bersangkutan atau membuka pintu perdagangan bagi produk-produk AS dan Eropa. Tim ini sudah barang tentu merupakan EHM tulen. Konsultan asing maupun lokal yang ikut menulis aturan undang-undang di Irak, juga bisa masuk ke kategori EHM bila kebijakan yang mereka hasilkan justru mengeksploitasi ekonomi negara tersebut untuk kepentingan AS dan Eropa.
''Saat ini, 'permainan' yang dilakukan EHM lebih kompleks, ia menularkan wabah korupsi lebih ganas, operasi yang dilakukannya lebih mengakar ke ekonomi dan politik negara korbannya. Banyak sekali tipe EHM dan peran yang mereka mainkan jauh lebih beragam,'' kata Perkins dalam kata sambutannya di AGAOAE. Pasukan EHM menggunakan beribu akal untuk menjebak mangsanya. Mereka memanfaatkan aturan hukum yang legal, namun memiliki sejumlah celah, yang tetap sah di mata hukum negara korbannya. Hasilnya triliunan dolar AS pun masuk ke segelintir orang di AS atau di Eropa.
EHM menggunakan wahana Bank Dunia, US Agency for International Development (USAID), atau lembaga donor lainnya. Mereka membuat negara-negara yang menjadi mangsanya melepas kendali penuh atas sumber daya alamnya. Mereka memanipulasi laporan keuangan suatu negara, mengatur pemilu, menyogok, menyiksa, menyodorkan seks kepada pejabat hidung belang, sampai membunuh pejabat yang tidak setuju.
Intrik dan konspirasi yang disajikan oleh dua seri buku EHM memang membuka mata pembacanya lebar-lebar. Perasaan pembacanya menjadi bertanya-tanya. Betulkah apa yang diungkap John Perkins dan koleganya? Atau, itu hanya rekaan belaka.
Perkins mengaku banyak mendapat komentar dari pembacanya, baik itu pro atau kontra. ''Mayoritas mereka mendukung dan mempercayai apa yang saya ceritakan,'' kata Perkins kepada Republika, lewat surat elektronik.
Nah, usul menerbitkan AGAOAE muncul oleh banyaknya reaksi positif ini. ''Kalau hanya dengan satu pengakuan EHM saja reaksinya sudah seperti itu, bagaimana dengan pengakuan bermacam-macam EHM atau pihak yang pernah berhubungan dengannya? Pesan yang disampaikan pasti akan lebih kuat ke masyarakat,'' tutur dia.
Bersama Steven Piersanti, eksekutif penerbit di Berrett Koehler, Perkins mulai bergerilya yang cukup sulit mencari orang-orang yang mau menuliskan pengalaman mereka. ''Banyak mantan EHM yang tidak mau buka mulut karena mereka mendapat imbalan yang sangat besar dari perusahaan,'' ungkap dia.
Akhirnya, ditemukanlah 12 orang yang pernah terlibat, atau paling tidak pernah bersinggungan dengan EHM. Mereka menuliskan bermacam-macam pengalamannya yang bisa dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu jejak uang haram dari negara berkembang ke kantong negara kaya, penguasaan sumber daya alam, dan jebakan utang asing.
Kerakusan negara kaya, yang diungkap dalam AGAOAE, diceritakan sudah bermula sejak berabad-abad yang lalu. Tapi, aktivitas penjajahan ekonomi kapitalisme terhadap ekonomi negara berkembang secara sistematis dan teroganisasi modern baru dilakukan pada awal abad ke-20.
Sejumlah negara berkembang saat itu perlahan-lahan mulai membebaskan diri dari pengaruh negara Eropa dan AS. Tindakan ini kontan menimbulkan ketakutan. Eropa dan AS sangat bergantung pada sumber daya alam di negara jajahannya. Ditambah fobia terhadap komunisme, maka dibuatlah jaring-jaring EHM untuk mengekalkan kepentingan negara-negara kaya.
Bagaimana dengan Indonesia? Buku AGAOAE tampaknya tepat terbit tahun ini, saat kita ''merayakan'' 10 tahun krisis ekonomi di Asia Tenggara. Krisis tersebut telah membuat Indonesia jadi bulan-bulanan salah kebijakan IMF, yang menurut Perkins dan teman-temannya ditukangi oleh IMF sendiri. (stevy maradona )

0 comments: