Monday, May 28, 2007

Mimpi Samsuddin Mendapat Kaki Palsu

REPUBLIKA - Senin, 28 Mei 2007

Terik matahari terasa menyengat kulit. Seorang pria paruh baya mengendarai sepeda gerobak yang memuat jajanan pasar dan kebutuhan pokok. Terlihat bulir-bulir peluh membasahi dahi dan pipinya. Pria bernama Samsudin (58 tahun) itu baru saja pulang dari Pasar Anyar, Tangerang. Dia tinggal di Komplek Serba Guna RT 03/13, Neglasari, Tangerang.
Sesampainya di rumah semi permanen berukuran 3 X 7 meter persegi, Samsudin duduk di bangku kayu di depan rumahnya. ''Belanjaan itu untuk mengisi warung saya,'' ujar dia. Di rumah yang berdiri di atas lahan milik PDAM, Samsudin membuka warung yang menjual makanan kecil, serta kebutuhan pokok. Rumah berlantai dua itu terbagi menjadi tiga ruangan. Satu ruangan di lantai satu digunakan untuk warung, ruang tamu, dan dapur. Sedang dua ruangan di lantai dua dijadikan kamar tidur.
Samsudin mengaku warung itu dikelola istrinya. ''Kalau saya tidak bekerja,'' ungkap dia. Akibat terserang kusta, dia kehilangan kaki kanannya sejak 1979. ''Saya lima tahun dirawat di Sitanala,'' kata dia. Setelah lima tahun dirawat, ia dinyatakan sembuh dari kusta. Sejak keluar dari rumah sakit hingga dua tahun lalu, Samsudin harus mengenakan tongkat. Kondisi fisik yang tidak sempurna itu membuatnya sangat terkendala untuk mendapatkan pekerjaan. Warung itulah yang menjadi gantungan hidupnya.
''Saya dan istri harus menghidupi empat orang anak,'' tutur dia. Dua orang anak samsudin masih bersekolah, yaitu Yadi (17 tahun) dan Angga (14 tahun). Sedangkan dua anak lainnya, Siti (6 tahun) dan Salsia (5 tahun) belum bersekolah. Untuk kebutuhan sekolah anaknya, setiap bulan dia harus menyediakan uang minimal Rp 130 ribu. Selain itu, dia harus membayar kebutuhan hidup sehari-harinya. Sementara, pendapatan kotor dari warungnya setiap hari paling banyak Rp 75 ribu.
Samsudin mengaku beruntung karena masih memiliki warung. ''Teman-teman penyandang kusta lainnya umumnya menjadi pengemis,'' ungkap dia. Menurut Samsudin, mereka mengemis karena tidak ada yang bersedia memberikan pekerjaan kepada penyandang cacat akibat kusta. Padahal, mereka perlu hidup.
Untuk kebutuhan warungnya, sepekan sekali Samsudin pergi ke Pasar Anyar. Pasar tersebut terletak sekitar dua kilometer dari kediamannya. Dengan kaki palsu yang dipinjam dari temannya, dia belanja ke pasar itu. Karena ukurannya tidak pas betul, dia kerap mengeluh sakit saat mengenakan kaki palsu. Sebenarnya, dia ingin membeli kaki palsu sendiri yang ukurannya pas. Tapi bagi dia, harga kaki palsu itu sulit dijangkau.
Maret silam, Samsudin mendengar ada sebuah yayasan di kawasan Sunter, Jakut, yang memberikan kaki palsu secara gratis. Samsudin dan 50 orang kawannya pun pergi ke Sunter an mengajukan permohonan. Dari 50 hanya sekitar 19 orang yang mendapatkan kaki palsu secara gratis. ''Permohonan saya termasuk yang ditolak,'' ujarnya lirih. Penolakan itu terjadi karena kakinya terluka akibat terus-terusan mengenakan kaki palsu yang tidak pas ukurannya.
Samsudin bukannya tidak mengetahui jika rumah sakit tempat ia dulu dirawat menyediakan kaki palsu gratis bagi penyandang cacat akibat kusta yang tidak mampu. Tapi, menurut Samsudin, ternyata ada biaya yang harus dibayarnya. ''Saya tidak tahu apakah itu ulah oknum atau memang peraturannya seperti itu,'' ungkap Samsudin. Besar kutipannya, kata Samsudin, Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Karena itu, Samsudin berhenti berharap jika akan mendapatkan kaki palsu dari rumah sakit tersebut.
Samsudin hanyalah salah satu contoh penderita kusta di Kompleks Serba Guna, Neglasari, Tangerang, yang tidak memiliki kaki palsu. Setidaknya masih ada 20 orang lain yang bernasib seperti Samsudin. Mereka berharap mendapatkan kaki palsu gratis yang akan memudahkan mereka beraktivitas. Untuk mendapatkan kaki palsu ini, kata Ketua Yayasan Angku Budi, Muhammad Abadi, para penyandang cacat karena kusta sudah pernah melapor ke Depkes. Menurut Abadi, keluhan mereka seharusnya ditindaklanjuti pihak RSK Sitanala. ''Namun hingga kini belum ada kejelasan,'' ujar Abadi.
Wakil Direktur Pelayanan Penunjang RSK Sitanala, dr Handoko Suwono, membantah jika pihaknya menetapkan kutipan untuk mendapatkan kaki palsu. ''Semuanya gratis selama mereka memiliki Askeskin,'' tuturnya. Handoko menjelaskan, rumah sakit selalu menyediakan obat-obatan dan semua fasilitas medis yang dibutuhkan pasien. Namun, jika ada kutipan yang harus dibayar pasien, hal itu dilakukan oleh oknum rumah sakit.
Handoko menjelaskan untuk mendapatkan kaki palsu secara gratis yang diperlukan hanyalah persayaratan administrasi. Selain Askeskin, pasien harus membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan surat pernyataan tidak mampu. ''Surat-surat tersebut dikeluarkan pemerintah setempat, bukan rumah sakit yang menentukan,'' kata Handoko menambahkan. Selain itu, persyaratan medis yang harus dipenuhi adalah tidak ada luka pada kaki pasien dan bentuk kaki sudah siap dipasangi kaki palsu. c52

0 comments: