KOMPAS - Senin, 28 Mei 2007
Yenti Aprianti
"Mengapa kota tak ada tamannya?" tanya Gilang Alamsyah (12) tak habis pikir. Siswa kelas VI sekolah dasar itu tak bisa membayangkan tinggal di sebuah kota tanpa taman.
"Kalau kota tanpa taman, saya tak bisa pulang jalan kaki karena pasti panas sekali," ucap Gilang yang menjadikan taman sebagai "kamar" khusus tidur siang.
Setelah lelah belajar dan perut kosong dalam perjalanan pulang sekolah, sebuah taman kota yang rindang dan asri menjadi tempat singgah yang nyaman.
Sekelompok burung punai lengguak (grey cheecked green) terbang di atas Taman Ganesha, Kota Bandung. Burung-burung itu membubung di atas sebuah pohon kelapa, lalu menukik, nyaris mencium pucuk sebuah pohon yang rindang sebelum mengitarinya.
Burung-burung genit pada siang hari itulah yang selalu dirindukan Gilang. Masih berseragam sekolah, siswa SD Pertiwi IV, Kebon Bibit, Kota Bandung, itu memerhatikan para punai sambil mencari kursi taman dari besi yang kosong.
Sebuah kursi di dekat kolam tampak masih kosong. Kursi lain sudah dipakai para mahasiswa untuk berdiskusi. Ada juga pemulung yang menggunakan kursi besi panjang itu untuk tidur. Seorang lelaki tampak sibuk membimbing anak perempuannya mengerjakan pekerjaan rumah. Pada hari-hari tertentu Taman Ganesha juga dipenuhi anak-anak yang belajar mengaji.
Pada sore hari, taman itu dikunjungi belasan anak kecil dari perkampungan padat Kebon Bibit, 300 meter dari taman, yang hendak bermain perosotan di tanah miring di sekeliling taman.
Siang itu, Taman Ganesha yang luasnya 9.607 meter persegi terbilang sepi. Pedagang es dan siomai pikul juga tampak menganggur. Beberapa di antara mereka duduk di atas permadani rumput yang hijau hingga terkulai nyenyak di bawah pohon.
Gilang menuju satu kursi dan segera menaruh tasnya. Sambil membuka-buka buku pelajaran sekolahnya, sesekali Gilang mencandai tekukur dengan menendang-nendangkan sepatunya ke lantai taman. Tekukur, burung yang paling sering berjalan-jalan di lantai taman sambil mencari biji atau buah kecil yang berjatuhan dari pohon. Namun, patukan paruh tekukur yang kecil tak mampu menyaingi suara ungkut-ungkut (Coppersmith barbet) yang berbunyi: kut... kut... kut....
Gilang senang memerhatikan burung. Burung-burung itu sering masuk dalam mimpinya dan mengajaknya terbang. Namun, dalam mimpinya, anak yang bercita-cita jadi pilot itu terbang menggunakan pesawat.
Tidur siang
Setiap hari sepulang sekolah, Gilang selalu mendatangi taman di muka gerbang Institut Teknologi Bandung. Taman tersebut berada di tengah-tengah jalan pulang antara sekolah dan rumahnya di Sekaloa Selatan.
Setiap hari, Gilang diberi uang saku Rp 1.000. Ia berangkat menggunakan angkutan kota dengan ongkos Rp 1.000. Kadang ayahnya yang tidak bekerja dan ibunya yang berdagang ayam di Pasar Haurpancuh memberikan tambahan Rp 500 untuk jajan. Gilang biasanya menggunakan uang jajannya untuk membeli roti sebagai pengganjal perutnya yang jarang sarapan.
Sepotong roti rupanya tak cukup mengenyangkan. Gilang sering kelelahan sepulang sekolah. Padahal, ia harus berjalan kaki melintasi perkampungan di Kebon Bibit, Jalan Ganesha, Jalan Hasanuddin, Jalan Dipati Ukur, dan Jalan Sekaloa karena tak ada ongkos untuk pulang. Untuk mengusir lelah dan lapar, ia tidur siang di taman selama satu atau dua jam sebelum melanjutkan perjalanan.
"Lagi pula kalau di rumah, belum tentu saya bisa tidur siang," kata pelajar yang sering masuk peringkat lima besar ini.
Selain tidur siang di taman, Gilang juga membaca buku atau mengerjakan tugas sekolah. Cita-citanya ingin menjadi pilot.
Taman Ganesha merupakan salah satu taman buatan Belanda. Di gerbang utara terdapat tembok berbentuk setengah lingkaran yang menunjuk berbagai gunung yang mengelilingi Bandung.
Di taman tersebut masih terdapat beberapa jenis burung, antara lain cinenen kelabu dan gelatik batu yang senang makan ulat dan serangga, jalak putih, dan jalak kerbau.
Kolamnya pun cukup terawat. Juga masih berdiri beberapa pohon kelapa, cemara, ganitri, dan ki merak. Suara daun-daunnya yang tertiup angin meninabobokan Gilang. Ia bisa terbang bersama punai.
Sobirin, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, mengatakan, selain hutan kota, taman kota juga merupakan salah satu bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 63/2002, minimum RTH adalah 10 persen dari luas kota. Luas Kota Bandung 16.700 hektar. Namun, berdasarkan data satelit yang dihimpun Sobirin, luas RTH-nya baru mencapai 2-3 persen.
Jumlah pohon pun masih kurang. Sobirin mengatakan, jumlah penduduk Kota Bandung pada siang hari mencapai 2,5 juta orang dan pada malam hari sebanyak 3 juta orang.
Untuk memberi oksigen bagi 3 juta penduduk dibutuhkan sekitar 1,5 juta pohon. Kenyataannya, Kota Bandung hanya memiliki sekitar 800.000 pohon. Kekurangan pohon menyebabkan kota menjadi panas.
Monday, May 28, 2007
Ruang Hijau: Mimpi dan Tidur di Taman Kota
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:34 AM
Labels: HeadlineNews: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment