Monday, May 28, 2007

Polemik Bisa Merugikan Bangsa

KOMPAS - Senin, 28 Mei 2007

Ketua MPR: Kubu Amien Rais dan Yudhoyono Jangan Peruncing Masalah

Jakarta, Kompas - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, polemik tentang isu penyaluran dana Departemen Kelautan dan Perikanan serta penerimaan dana dari pihak asing oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Umum 2004 sangat memprihatinkan.

Dari Manila, Filipina, Minggu (27/5), Din Syamsuddin mengatakan kepada Kompas, polemik itu berpotensi mendorong terjadinya konflik politik yang tajam. Konflik itu, katanya, pada akhirnya akan membawa kerunyaman dan kerugian bagi bangsa.
Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid meminta kepada partai politik, khususnya dari kubu Amien Rais dan kubu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar jangan memperuncing masalah terkait dana nonbugeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
“Tentu ada hukum yang harus ditegakkan. Akan tetapi, kalau arahnya pada mendakwa, saya takut itu bisa menghadirkan gempa politik yang luar biasa," kata Hidayat, usai memberikan pidato dalam refleksi setahun gempa di Alun-Alun Utara, Yogyakarta, Sabtu malam.
Hidayat menyatakan, lebih bijaksana kalau pimpinan puncak dan tokoh negara menjadikan seluruh panggung politik sebagai pendidikan berpolitik. Demikian pula para pucuk pimpinan agar menjadi negarawan yang menenteramkan bangsa.
“Saya menangkap kedua belah pihak, yakni Pak Amien dan Pak Presiden, ingin memberikan komitmen hukum. Namun, saya harap masalah itu jangan diperuncing karena ada hal-hal serius bagi negara yang berpotensi muncul, dan itu membahayakan negara," kata Hidayat.
Pansus Penyelesaian
Sementara itu, kemarin, Direktur Eksekutif Indonesia Barometer Muhammad Qodari di Jakarta mengatakan, DPR perlu membuat pansus untuk mendorong penyelesaian kasus dana DKP secara hukum dan bukan politik. Pasalnya, penyelesaian kasus DKP melalui jalur politik dipenuhi berbagai kepentingan politik, serta berpotensi menjadi bola liar dan mengarah kepada kisruh politik.
Emosional
Menurut Din Syamsuddin, sebenarnya polemik yang sehat baik untuk pengembangan demokrasi, apalagi jika itu rasional dan bersifat kritik membangun dan dilengkapi argumen dan bukti yang akurat.
Namun, kalau polemik bersifat emosional dan tendensius untuk saling menjatuhkan, itu akan sangat buruk bagi pengembangan demokrasi dan budaya politik yang beretika.
"Saya mengharapkan agar para elite politik dapat saling menahan diri dan menghentikan polemik yang tidak konstruktif bagi bangsa yang sedang dilanda banyak masalah akibat bencana alam maupun sosial-ekonomi," ujarnya.
Ia menegaskan, polemik, apalagi konflik elite politik, hanya akan membuat rakyat semakin susah dan terpuruk. Janganlah rakyat terkorbankan seperti pelanduk mati di antara gajah-gajah yang berkelahi.
"Masalah yang ada dapat diselesaikan melalui jalur hukum, di mana semua pihak mengungkapkan kebenaran dan kejujuran demi keadilan. Atau dapat juga diselesaikan secara kekeluargaan sebagaimana watak bangsa dan ajaran agama. Adalah sangat baik dan bijak agar pihak-pihak yang bertikai bertemu guna menjernihkan persoalan," ujarnya.
Sedangkan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Amanat Nasional Totok Daryanto mengatakan, konflik antara Amien Rais dan Yudhoyono telah mendorong bermunculannya pikiran-pikiran liar dari sebagian politisi.
Totok menyesalkan pernyataan Yudhoyono yang mendorong dirinya semakin berhadap-hadapan dengan Amien. Padahal, terjadinya "perang terbuka" bisa dihindari.
Mantan Wakil Sekretaris Tim Sukses Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Bulan Bintang Anwar Shaleh, di Jakarta, kemarin juga mengatakan, perseteruan antara Yudhoyono dan Amien Rais harus segera diakhiri, jangan sampai mengorbankan rakyat.
Ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berani memanggil Amien Rais dan Yudhoyono untuk dimintai keterangan di bawah sumpah. Jika tidak, minimum tim sukses mereka yang dimintai keterangan.
Anwar, yang juga mantan juru kampanye SBY, meminta Yudhoyono bersikap jujur.
Sementara itu, pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Rudy Satriyo Mukantardjo kepada Kompas, kemarin mengatakan, penyelesaian secara hukum dalam perkara korupsi DKP harus dilakukan, terutama berkaitan dengan pihak penerima dana. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mesti berinisiatif memanggil orang-orang yang disebut di persidangan menerima dana tersebut.
"Sepanjang mencari kebenaran materiil menyangkut kasus ini, sudah menjadi kewajiban hakim memanggil orang-orang yang disebut menerima dana, untuk dimintai keterangan di pengadilan," kata Rudy.
Menurut Rudy, meski nama-nama yang disebut Rokhmin menerima dana tidak tercantum dalam berita acara pemeriksaan penyidik KPK, hakim dapat memerintahkan mereka dihadirkan di sidang untuk didengar keterangannya.
Sekretaris Jenderal PAN Zulkifli Hasan saat dihubungi Kompas, kemarin mengatakan, PAN akan mengembalikan dana nonbujeter DKP yang telah diterima oleh Amien Rais sebanyak Rp 200 juta. Dana tersebut akan dikembalikan ke pengadilan hari Selasa besok oleh Badan Advokasi PAN yang diwakili oleh Herman Kadir selaku anggota Badan Advokasi PAN.
Sementara itu, anggota majelis hakim tindak pidana korupsi yang menangani kasus Rokhmin, I Made Hendra Kusumah, mengatakan, pengadilan hanya bisa memanggil para saksi yang terkait dengan surat dakwaan JPU. Surat dakwaan JPU terkait dengan pengumpulan dana nonbujeter DKP, bukan pemberian dana-dana nonbujeter DKP ke pihak-pihak lain.
Humas KPK Johan Budi SP mengatakan, saat ini yang diadili di Pengadilan Khusus Tipikor terkait dengan pengumpulan dana nonbujeter DKP dengan terdakwa Andin H Taryoto dan Rokhmin Dahuri, bukan aliran dana nonbujeter yang diberikan kepada pihak-pihak lain.
Aktivis politik Sri Bintang Pamungkas menilai, tanggapan Yudhoyono terhadap pernyataan Amien Rais selain terlalu emosial juga terkesan bernada ancaman. Presiden seharusnya tidak perlu terjebak dengan pernyataan Amien Rais dan memberikan reaksi berlebihan seperti itu. (IDR/PRA/MZW/VIN/JON/MAM/SON)

0 comments: