Monday, June 04, 2007

420 Ha Lahan TNI AL Akan Dilepas

KOMPAS - Senin, 04 Juni 2007

Hotman: Kasus Pasuruan Bukti Lemahnya Administrasi

PASURUAN, KOMPAS - Untuk menyelesaikan konflik dengan warga, TNI Angkatan Laut akan melepaskan 420 hektar lahan Pusat Latihan Tempur Marinir di Pasuruan bagi masyarakat sekitar. Selain untuk relokasi permukiman warga, tanah itu juga dimaksudkan untuk tanah bengkok, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
Tawaran pelepasan 420 hektar (ha) dari total 3.569 ha lahan itu disampaikan Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur Laksamana Muda Moekhlas Sidik di Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, seusai menjenguk dua warga Desa Alas Tlogo korban penembakan yang masih dirawat di RS itu, Minggu (3/6). "Saya sendiri akan duduk sebagai ketua panitia relokasi," katanya.
Menurut Moekhlas, untuk keperluan itu saat ini sudah sampai pada tahap pendataan.
Akan tetapi, tawaran simpatik TNI AL itu hampir pasti ditolak warga. Beberapa tokoh masyarakat 11 desa di Kecamatan Lekok dan Kecamatan Nguling akan menyampaikan penolakan itu dalam pertemuan dengan Moekhlas Sidik, Senin. Mereka tetap yakin tanah itu milik mereka.
Ke-11 desa yang berada di kawasan Pusat Latihan tempur (Puslatpur) TNI itu adalah Desa Sumberanyar dan Sumberagung di Kecamatan Nguling, lalu Desa Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Branang, Gejugjati, Tamping, dan Alas Tlogo di Kecamatan Lekok.
Kepala Desa Sumberanyar Purwoeko, Minggu, mengatakan, warga sudah tinggal di Lekok dan Nguling sebelum Puslatpur TNI dibangun tahun 1961-1963. Pada periode tahun itu pula tidak ada warga yang menjual tanahnya kepada TNI AL. "Jadi, salah kalau TNI AL mengklaim tanah kami sudah dibebaskan atau dibeli," ujarnya.
Kepala Desa Alas Tlogo Imam Sugnadi menyatakan, sangat mustahil kalau TNI AL mengklaim telah membeli tanah warga. "Kalau tanah kami sudah dibeli, pasti TNI AL yang memiliki Letter C dan Petok D-nya," kata Imam Sugnadi. Selain itu, proses penyertifikatan tanah oleh TNI AL juga dinilai janggal karena syarat pembuatan sertifikat harus ada Letter C dan Petok D.
Sebagaimana diberitakan, empat warga Desa Alas Tlogo tewas dan delapan luka-luka akibat tertembak prajurit Marinir TNI AL, Rabu lalu.
500 meter per rumah
Menurut Moekhlas, hasil pendataan yang dilakukan panitia menyebutkan terdapat 6.302 rumah di lokasi sekitar lahan Puslatpur Marinir. Pihaknya juga sudah membuat rencana tata ruang relokasi.
"Jadi, prinsipnya daerah itu tetap diputuskan untuk daerah pendidikan dasar dan latihan. Tahapan berikutnya dari rencana relokasi ini, yakni pemaparan di depan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Pasuruan untuk mendapatkan masukan. Kemudian setelah itu dilaksanakan relokasi. Saya mohon masyarakat bisa mengerti dengan rencana ini," ujarnya.
Rencananya, kata Moekhlas, setiap rumah mendapat ganti lahan 500 meter persegi, dengan dana pembangunan rumah Rp 10 juta setiap rumah. Untuk 7.000 rumah, misalnya, sudah harus dikeluarkan 350 hektar. Kemudian ditambah 20 persen untuk fasilitas umum, jalan sekolah, serta sisanya untuk tanah bengkok, sekitar 70 ha.
"Kalau kami didesak untuk mundur, tidak bisa. Sekali lagi tidak bisa," kata Moekhlas tegas.
Konflik agraria
Pengajar di FISIP Universitas Airlangga, Prof Dr Hotman Siahaan, mengatakan, insiden di Pasuruan bukanlah masalah kultur. Insiden itu adalah bentuk konflik agraria yang sudah berlangsung lama dan selalu mengandung kekerasan.
Penyebabnya, Undang-Undang Pokok Agraria tidak tegas dijalankan sehingga bukti pemilikan tanah sulit diperoleh. Administrasi pertanahan kita tidak memadai dan tidak tanggap dalam mengatur hak pemilikan tanah. Tanah semakin terbatas sehingga menjadi persoalan hidup mati.
Apalagi, lahan di Pasuruan itu diklaim oleh TNI AL sebagai miliknya dan kemudian disewakan ke perkebunan. Sementara warga sangat berharap memiliki. Oleh karena itu, Badan Pertanahan Nasional harus tegas menangani masalah ini.
Secara terpisah, pengajar antropologi Universitas Jember, yang juga pakar budaya Madura, Kusnadi, menjelaskan, kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat terbatas sehingga walau tanah tidak begitu subur, tetap menjadi tumpuan hidup yang sangat penting.
Untuk mengatasi masalah ini, lanjut Kusnadi, diperlukan kesepakatan bersama untuk mencegah kemungkinan klaim sepihak di lain waktu.
Harus diusut tuntas
Meski internal TNI AL sudah mengambil langkah tegas terhadap prajuritnya, berbagai pihak tetap menuntut agar kasus itu diusut tuntas.
Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, misalnya, meminta para pelaku dihukum seberat-beratnya.
Partai Amanat Nasional bahkan memasukkan tuntutan pengusutan secara tuntas kasus Pasuruan itu sebagai salah satu dari 20 butir pernyataan politik hasil rakernas partai.
Sementara itu, Polisi Militer TNI AL Lantamal V Surabaya akan mulai meminta keterangan dari warga Alas Tlogo, hari Selasa besok.
Polisi Militer TNI AL juga akan meminta keterangan dari karyawan PT Kebon Grati Agung, anak perusahaan PT Rajawali I.
Sedangkan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono meminta semua pihak tidak menyikapi negatif atau apriori terlebih dahulu terhadap komitmen TNI untuk bersikap terbuka dalam menangani kasus Pasuruan itu. (ody/ina/apa/LKT/ WAD/DWA/JON)

0 comments: