Monday, June 04, 2007

'Proses dengan Hukum Pidana'

REPUBLIKA - Senin, 04 Juni 2007

Agar tak terulang, pelaku harus dihukum sekeras-kerasnya.

JAKARTA -- Pelaku penembakan warga Desa Alas Tlogo, Kec Lekok, Pasuruan, Rabu (30/5) lalu, harus diproses secara hukum pidana. Hal sama juga diberlakukan terhadap pimpinan 13 anggota Marinir --kini telah ditetapkan sebagai tersangka-- yang memerintahkan penembakan itu, sehingga terjadi tragedi berdarah tersebut.
''Harus diproses dengan hukum pidana, bukan dengan hukum militer,'' kata Ketua Dewan Pengurus Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Ahad (3/6).
Sejalan dengan itu, seluruh anggota Marinir yang terlibat harus dipecat dari dinas militer. ''Kemudian, Panglima TNI memerintahkan semua jajaran TNI untuk tidak ikut campur urusan sengketa tanah di mana pun karena itu bukan tugas TNI,'' tegasnya.
Menurut Hendardi, atas alasan apa pun, tak dibenarkan TNI mengarahkan moncong senjatanya kepada rakyat sendiri. ''Tragedi di Pasuruan itu jelas bentuk pelanggaran HAM. Menjaga tanah sengketa saja bukan urusan TNI, apalagi menembaki rakyat.''
Kemarin, tim Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang terdiri dari delapan orang, datang ke lokasi bentrok. Kedatangan tim Kontras guna melakukan advokasi warga. Menurut Sinung dari Pendampingan Hukum Konflik dan Perdamaian (PHKP) Kontras, data dan fakta hasil wawancara warga telah mereka kumpulkan.
Kesimpulan sementara, penembakan warga Desa Alas Tlogo adalah pelanggaran HAM. Namun, Sinung mengaku belum bisa menjelaskan seberapa berat HAM yang dilanggar. ''Kadar pelanggaran HAM masih kita olah setelah data dan fakta seluruhnya terkumpul,'' ujarnya.
Investigasi di lapangan membuktikan, ungkap dia, penembakan anggota Marinir terhadap warga tak didahului tembakan peringatan. Sasaran tembakan pun mematikan, karena ada peluru yang mengenai kepala dan rahang.
Berdasarkan fakta, tembakan dilakukan bukan untuk melumpuhkan. ''Sasaran tembakannya sudah menjadi target, meski tidak direncanakan sebelumnya.''
Sekjen DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz, mengingatkan TNI untuk tidak kembali pada pola Orba yang represif. Dia setuju untuk menindak tegas 13 anggota Marinir pelaku penembakan berdarah itu. ''Sementara, pemerintah harus memberi perhatian agar tak menimbulkan trauma psikologis,'' katanya.
Di Palembang, Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, meminta pelaku penembakan dihukum sekeras-kerasnya supaya kejadian serupa tak terulang di tempat lain. ''Kini kasusnya sudah terjadi, dan saya sepakat bahwa kasus ini harus dituntaskan secara hukum, apakah sampai pelanggaran HAM berat atau tidak,'' kata dia.
Sementara itu, di Kompleks Ponpes Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jatim, sekitar 5.000 warga NU menggelar istighotsah dan shalat ghaib. KH Hasyim Muzadi selaku pimpinan ponpes menjelaskan, kegiatan ini dilakukan berkaitan dengan tragedi berdarah di Pasuruan.
Dia berharap, warga tidak melakukan tindakan anarkis menyikapi peristiwa tersebut. ''Memang, penembakan itu perbuatan zalim, tapi tidak boleh dilawan dengan kezaliman juga,'' katanya.
Dalam tradisi militer, paparnya, yang bertanggung jawab tak hanya anggota yang terlibat, tapi juga pimpinan yang memerintahkan penembakan. ''Mereka juga harus diadili,'' tegasnya.
Dikawal puluhan tentara berseragam, Pangarmatim TNI AL, Laksda Moekhlas Sidik, menjenguk korban yang dirawat intensif di RS Syaiful Anwar, Malang, Ahad (3/6) pagi. Di RS tersebut, saat ini masih dirawat dua korban luka tembak, yakni Khoirul Anwar (3 tahun) dan Erwanto (27 tahun).
''Pangarmatim bilang ke Khoirul, 'semoga kamu kelak jadi pemimpin','' kata Sutrisno, orangtua Khoirul, menirukan ucapan Moekhlas. (osa/aji/lis/ant )

0 comments: