Thursday, June 28, 2007

Rekening liar terindikasi pidana

BISNIS - Kamis, 28/06/2007

JAKARTA: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sebanyak 10% rekening liar milik kementerian dan lembaga, yang tidak dilaporkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terindikasi tindak pidana. Menkeu menegaskan setiap kementerian dan lembaga, termasuk Depkeu, yang memiliki rekening liar, harus melakukan investigasi. Upaya ini, menurut dia, mendesak dilakukan mengingat adanya indikasi tindak pidana pada temuan BPK. Untuk menertibkan sejumlah rekening tersebut, pemerintah juga akan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP). "Sebagian yang disebutkan [BPK], 10% [rekening] dibuka tanpa tujuan. Karena itu, perlu investigasi lebih lanjut motifnya untuk apa. Itu lebih pada masalah hukum," tutur Menkeu seusai membuka acara sosialisasi pengelolaan dan penertiban rekening pemerintah pada kementerian dan lembaga, di Jakarta, kemarin. Berdasarkan hasil audit BPK, ditemukan 3.266 rekening liar senilai Rp18,19 triliun yang tidak dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2006. (lihat tabel) Sri Mulyani menjelaskan sebelum PP itu dikeluarkan setiap kementerian dan lembaga wajib mengklarifikasi adanya rekening yang dimiliki paling lambat enam bulan terhitung saat ini. Sementara itu, di lingkungan Depkeu diberi waktu tiga bulan untuk menjelaskan status keberadaan rekening liar tersebut. Tentang kondisi dari 90% rekening lainnya, Menkeu menyatakan rekening tersebut diakui legitimasinya dan dibuka karena memang dibutuhkan oleh satuan kerja. "Rekening itu memang sebagai tempat penerimaan dan pengeluaran keuangan negara." Masalahnya, menurut dia, ada ketidaktahuan kementerian dan lembaga bahwa pembukaan rekening atas nama pemerintah harus mendapatkan izin dari Menkeu. Belum lama ini, keluar Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja, dan PMK No. 58/PMK.05/2007 tentang Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. PMK ini pada dasarnya mewajibkan setiap kementerian dan lembaga untuk meminta persetujuan dan melaporkan kepada Menkeu tentang keberadaan rekening yang sudah dibuka sebelum diterbitkannya PMK itu. Sri Mulyani menginformasikan bahwa Depkeu telah meminta bantuan Bank Indonesia dan kalangan perbankan untuk menolak pembukaan rekening atas nama pemerintah yang tidak disertai izin Menkeu. Di tempat terpisah, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Didi Widayadi menilai BPK belum mengikuti standar profesi audit yang berakibat munculnya opini disclaimer terhadap LKPP 2006.Tak profesionalOpini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) terhadap LKPP 2006, menurut dia, tidak profesional. Hal ini karena proses audit masih berlangsung, sehingga opini belum selayaknya dikeluarkan. Untuk itu, dia meminta BPK agar segera melakukan restatement (pernyataan ulang). "Opini BPK seharusnya murni merupakan hasil audit yang profesional yang berdasarkan pada standar profesi, bukan pada pernyataan politik. BPK harus melakukan restatement atas pernyataan tersebut," ujar Didi di kantornya, kemarin. Dia menilai sudah menjadi kewajiban BPK untuk menindaklanjuti upaya klarifikasi kementerian dan lembaga atas audit yang dilakukan badan tersebut. Didi kemudian memberi contoh Kepolisian yang telah melakukan klarifikasi dan perbaikan atas audit BPK, tetapi belum ada pernyataan ulang dari auditor."BPK harus berani membuat restatement, jangan menyesatkan. Saya akan bertemu Ketua BPK [Anwar Nasution], merapikan semua ini."Didi menegaskan pernyataan Ketua BPK atas LKPP 2006 di DPR belum lama ini mengakibatkan kegelisahan di kalangan petinggi negara. Hal ini karena opini politik BPK itu bisa berakibat ke masalah hukum. "Belum tentu tindak pidana korupsi, kalaupun terbukti ada kerugian negara. Mohon disclaimer disikapi dengan cerdas." BPK untuk ketiga kalinya menyatakan disclaimer atas LKPP 2006 karena adanya kelemahan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN. Badan ini menilai kelemahan itu belum dapat diperbaiki oleh pemerintah secara maksimal dalam tiga tahun terakhir ini. (Bisnis, 20 Juni)Menurut Ketua BPK Anwar Nasution, masalah pokok keluarnya opini disclaimer adalah sistem akuntansi yang masih sangat lemah. Dalam sistem akuntansi yang ditetapkan dan diselenggarakan pemerintah belum ada rekonsiliasi realisasi anggaran yang efektif.
(diena.lestari@bisnis.co.id)
Oleh Diena Lestari
Bisnis Indonesia

0 comments: