REPUBLIKA - Kamis, 28 Juni 2007 8:21:00
JAKARTA --- Walaupun pemerintah menganggap Kesepakatan Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dan Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty/ET) RI-Singapura saling terhubung, Komisi I DPR menyatakan keduanya terpisah. Pemerintah justru diminta harus berjuang agar ET untuk meringkus para koruptor kakap dan mengembalikan asetnya ke Indonesia tetap bisa diratifikasi oleh Singapura, walaupun DPR RI bisa saja menolak ratifikasi DCA.
''Bagaimana bisa berhubungan, substansinya saja berbeda. Tak boleh itu ET dicantolkan pada DCA,'' kata Ketua Komisi I DPR, Theo L Sambuaga, di sela-sela acara peluncuran buku, di Gedung The Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, Rabu (27/6). Komisi I juga menyayangkan sikap pemerintah yang hanya memberi naskah DCA tanpa peraturan pelaksanaannya (implementing arrangement/IA). Padahal semua IA, kecuali di wilayah Bravo yang membentang dari Kepulauan Anambas sampai Natuna, Riau, untuk latihan AU dan AL Singapura sudah disepakati.
Theo menegaskan, yang ditolak DPR adalah DCA yang tak disertai IA karena isinya dianggap merugikan. Dalam rapat kerja dengan Menhan dan Panglima TNI pada 28 Mei lalu, Komisi I pun sudah meminta pemerintah merundingkan IA agar tak merugikan Indonesia. Theo menyesalkan, sebagian IA yaitu Alfa I, Alfa II, Baturaja, ternyata sudah disepakati pada 23 April 2007. Bahkan Military Training Area (MTA) sudah ditandatangani antarpanglima angkatan bersenjata bersama DCA di Tampak Siring, Bali, pada 27 April lalu ''Yang disampaikan kepada kita selama ini cuma DCA. Kalau IA memang sudah disepakati, berikan (dokumennya),'' pinta Theo.
Terlalu emosiTapi Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono, yang juga hadir di Gedung CSIS, menilai DPR terlalu banyak emosinya tapi belum membaca betul substansi DCA. ''Saya dan Menteri Luar Negeri (Menlu) akan memberi penjelasan ke DPR supaya antara emosi dan substansi berimbanglah. Sekarang emosinya masih 80 persen,'' katanya. Menhan meminta DPR tidak menolak DCA sebelum mempelajari pasal-pasal dan . Dia menambahkan, amanat presiden untuk ratifikasi DCA pun baru bisa keluar setelah semua IA ditandatangani kedua negara.
Dia juga membantah tudingan kurangnya koordinasi di jajaran pemerintahan sehingga masih ada perselisihan antara RI-Singapura mengenai IA untuk area Bravo. Sementara IA untuk area Alfa I, Alfa II, dan Baturaja (Sumatera Selatan) sudah disepakati kedua negara. Menhan mengaku selalu melakukan pertemuan dengan Menlu, Panglima TNI, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Istana Negara, kediaman Presiden SBY di Cikeas, maupun kantor Menko Polhukam. Pada 6 April 2007, ditegaskannya, masing-masing pihak di pemerintahan sudah sepakat.
Menurut Menhan, meski dalam DCA disepakati penembakan peluru kendali di Bravo, namun Singapura meminta frekuensi latihan yang terlalu sering. Dalam satu semester, setiap bulan bisa 15 hari latihan. ''Itu terlalu banyak, kita minta empat kali saja setahun untuk latihan dan penembakan rudal,'' ujarnya. ''Ini (Bravo) adalah ketidaksepakatan antara dua pemerintah. Jadi tidak benar ada kesemerawutan (di dalam pemerintahan RI). Semua selalu terkoordinasi di bawah Menko Polhukam,'' kata Menhan.
Syarat dari TNI ADSementara itu, TNI AD mengajukan syarat teknis DCA, khususnya dalam penggunaan fasilitas latihan militer di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Ini dilakukan supaya pemerintah, TNI AD, maupun masyarakat yang berada di sekitar lokasi latihan tidak dirugikan oleh Singapura.
''Sampai sekarang belum putus, terutama pada aturan pelaksanaannya. Kita akan berusaha supaya dalam aturan pelaksanaan ini tidak dirugikan, dan bisa mengambil manfaat atas kerja sama,'' kata Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Djoko Santoso seusai membuka acara Pekan Olahraga AD (Porad), di Markas Brigif, Kota Cimahi, Jawa Barat, kemarin. Menurut Djoko, Baturaja memang akan digunakan sebagai lokasi latihan militer AD. Tapi, TNI AD menolak jika terdapat negara ketiga yang diikutsertakan dalam latihan militer Singapura.
Selain itu, kata dia, unsur angkatan bersenjata lain dari Singapura tidak bisa mengikuti latihan militer di Baturaja seenaknya. ''AL maupun AU Singapura yang ingin mengikti latihan (di Baturaja) harus seizin dari TNI AD,'' jelas Djoko. TNI AD juga mengajukan persyaratan teknis lain, yaitu meminta adanya pembatasan penggunaan jenis senjata maupun peluru tertentu yang digunakan dan ditembakkan dalam latihan. Misalnya, hanya jenis-jenis rudal atau meriam pada kaliber tertentu dan menetapkan batas jangkauannya. ''Termasuk, kami juga akan mempertanyakan satuan mana yang akan berlatih di Baturaja,'' uajr Djoko.
Dalam prakteknya, TNI AD pun tidak akan mengizinkan Singapura menggunakan Baturaja sepanjang tahun. Tetapi hanya bisa digunakan dalam periode tertentu atau empat periode waktu selama satu tahun. Djoko merinci, periode pertama untuk latihan TNI AD. Sedangkan pada periode selanjutnya bisa digunakan oleh AD Singapura. ''Periode ketiga bisa digunakan untuk latihan bersama. Sedangkan periode terakhir bisa digunakan untuk rehabilitasi lokasi latihan.'' Menurut Djoko, pemerintah, termasuk TNI AD akan cermat dalam proses pembahasan perjanjian pertahanan dengan Singapura. Dengan demikian, masyarakat diminta tidak langsung menyatakan penolakan dalam proses pembahasan DCA. rto/rfa
Thursday, June 28, 2007
Singapura Dituntut Ratifikasi ET
Posted by RaharjoSugengUtomo at 9:01 AM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment