Thursday, June 28, 2007

Rokhmin Dahuri Dituntut Enam Tahun Penjara

REPUBLIKA - Kamis, 28 Juni 2007

JAKARTA -- Mantan menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, dituntut pidana enam tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Rokhmin didakwa melakukan korupsi dengan mengumpulkan dana ilegal selama 2002-2004 di departemen yang dipimpinnya.
Menurut JPU, Tumpak Simanjuntak, pelanggaran hukum yang didakwakan pada Rokhmin sesuai dengan dakwaan pertama yang kedua. Terdakwa pernah membicarakan perihal pengumpulan dana nonbujeter dengan Sekjen Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) saat itu, Andin H Taryoto.
''Sebelum rapat pimpinan 20 Februari 2002, terdakwa telah memaparkan ke Sekjen Andin H Taryoto mengenai hal tersebut,'' kata Tumpak saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (27/6).
Laporan berkala Sekjen DKP tentang pengumpulan dana ilegal dari para pejabat eselon I, eselon II, dan kepala dinas perikanan se-Indonesia sebesar Rp 11,395 miliar, memperkuat terdakwa dapat dipersalahkan. Ini terkait unsur penerimaan hadiah atau janji yang berhubungan dengan jabatannya. ''Pemberian berupa janji atau hadiah itu ada hubungannya dengan jabatan terdakwa selaku menteri Kelautan dan Perikanan serta jabatan Andin selaku sekjen DKP,'' jelas Tumpak.
Mengenai penerimaan barang dan uang dari sejumlah pihak, JPU menyatakan Rokhmin telah memenuhi unsur dakwaan kedua. Terdakwa menerima hadiah uang Rp 1,95 miliar, 5.000 dolar AS, dan 400 ribu dolar Singapura, serta satu unit mobil. Perbuatan ini melanggar pasal 11 UU No 31/1999 yang telah diubah menjadi UU No 20/2001 tentang tipikor jo pasal 65 ayat 1 KUHP. Selain dituntut enam tahun penjara, terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara.
Menurut JPU, terpenuhinya unsur pasal 65 ayat 1 tentang akumulasi perbuatan melawan hukum membuat tuntutan pidana dapat ditambah sepertiga dari tuntutan tertinggi. Menanggapi tuntutan jaksa itu, Rokhmin tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. ''Tuntutan jaksa sadis dan berimplikasi politis. Namun, saya tetap optimistis majelis hakim masih punya objektivitas dalam memutus nanti,'' katanya usai persidangan.
Kuasa hukum Rokhmin, M Assegaf, menambahkan, JPU tak mempertimbangkan fakta bahwa semua dana yang diterima dicatat secara transparan. Dana itu juga tak masuk ke rekening pribadi kliennya. Demikian juga masalah gratifikasi. ''Untuk dana yang dimasukkan ke rekening departemen dan keperluan operasional departemen serta bantuan dari departemen, kan bukan pribadi Pak Rokhmin,'' tegas Assegaf. Unsur gratifikasi dapat dikenakan ke Rokhmin jika pemberian itu digunakan untuk pribadi. Meski terdakwa tak terlihat emosional, namun beberapa pengunjung sidang yang mendukung Rokhmin tampak menangis. ann/ant

0 comments: