REPUBLIKA - Senin, 02 Juli 2007 7:46:00
JAKARTA -- Pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Kota Ambon, Jumat (29/6) lalu, membuat gerah aparat keamanan dan intelijen. Panglima TNI dan Kapolri sudah mengakui ada kelalaian. Namun, kalangan intelijen tak mau disalahkan.
Staf Khusus Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Janzi Sofyan, mengatakan, sepekan sebelum SBY datang, aparat intelijen di Ambon sudah melakukan pertemuan. Kepala Kantor Pusat BIN Wilayah Ambon menyampaikan ada tiga kemungkinan gerakan menyambut Presiden.
Pertama, RMS akan mengibarkan bendera. Namun, bentuknya seperti apa, belum jelas. Kedua, akan ada demo dari para pengungsi korban konflik karena masalah mereka belum tuntas. Ketiga, unjuk rasa dari aktivis lingkungan hidup.
Informasi itu, kata Janzi, telah dilaporkan dalam pertemuan teknis di daerah yang dihadiri Pangdam XVI Pattimura, Kapolda Maluku, dan Gubernur Maluku. Laporan serupa juga disampaikan di tingkat kantor Kementerian Polhukam.
''BIN sudah membuat laporan intelijen. Bila Panglima TNI dan Kapolri menyampaikan tak ada deteksi dini (oleh intelijen), itu keliru. Saya luruskan pernyataan Panglima TNI, sudah ada deteksi dini. Hanya saja, BIN itu tak seperti Polri yang bisa menangkap orang,'' kata Janzi saat jumpa pers di Jakarta, Ahad (1/7).
Prosedur pengamanan tamu very very important person (VVIP), jelas dia, adalah lapis pengamanan di ring III dilakukan Polri, ring II oleh TNI, dan ring I oleh Paspampres. Para penari Cakalele yang memasuki lapangan Merdeka itu berada di area ring III.
Atas fakta itu, dia meminta mengusut siapa yang memasukkan mereka. ''Jangan intelijen dan BIN yang disalahkan,'' katanya. Kondisi di Ambon saat ini, imbuhnya, relatif kurang kondusif dan memungkinkan insiden itu terjadi. ''Ambon tengah menjelang pilkada, di mana terjadi persaingan antara gubernur dan wagub. Selain itu, tak semua Polri di Ambon merah putih mengingat konflik terdahulu.''
Menanggapi hal ini, Panglima TNI, Marsekal Djoko Suyanto, menyatakan, semua pihak baik TNI, Polri, maupun intelijen punya tugas pokok masing-masing dalam pengamanan Presiden. Semua sudah ada prosedur tetapnya. ''Intinya, kita sama-sama introspeksi. Jangan malah sibuk antarkita sendiri,'' kata Djoko.
Insiden pengibaran bendera RMS, tegasnya, menjadi pelajaran penting semua pihak. ''Daripada saling menyalahkan, lebih baik kita bersatu dan fokus pada aksi separatisme RMS. Kalau saling menyalahkan, kita akan hancur sendiri.''
Menyusupnya anggota RMS di acara Harganas, kata tiga anggota Komisi I DPR, yakni Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golkar), Effendy Choirie (FKB), dan Zulkifli Hasan (FPAN), membuktikan bahwa kelompok separatis masih jadi ancaman serius NKRI. Aparat keamanan diingatkan untuk tak lengah. ''Kita harap insiden itu jadi bahan evaluasi terhadap sistem keamanan dan juga kinerja intelijen,'' kata Yuddy. Amir MMI, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, menilai insiden itu sudah dirancang untuk mengalihkan isu. (rto/rig/ant )
Monday, July 02, 2007
BIN Tolak Disalahkan
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:50 AM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment