Monday, July 02, 2007

Eropa Larang Warganya Naik Pesawat Indonesia

KORAN TEMPO - Senin, 02 Juli 2007

Perusahaan asuransi tak mau menjamin.

JAKARTA -- Setelah Komisi Uni Eropa mencekal maskapai Indonesia terbang ke kawasan itu, kini giliran perusahaan-perusahaan asuransi Eropa melarang warga Eropa terbang dengan pesawat Indonesia.
"Asuransi di sana (Eropa) tidak akan menanggung jika terjadi apa-apa saat menggunakan pesawat Indonesia," kata Penasihat Asosiasi Biro Perjalanan Indonesia (ASITA) Meity Robot kepada Tempo di Jakarta kemarin. Artinya, bila ada kecelakaan pesawat di Indonesia, turis Eropa tak mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi Eropa.
Meity, yang juga pengurus harian Care Tourism, mengungkapkan bahwa larangan itu sudah diterapkan sejak ada pencekalan 51 maskapai Indonesia di langit Eropa. Pencekalan itu terjadi karena Eropa menilai maskapai Indonesia tak memenuhi standar keselamatan internasional. Keputusan ini hasil rekomendasi tim ahli penerbangan Uni Eropa setelah mempelajari sejumlah kecelakaan di Indonesia.
Otoritas penerbangan Jakarta pun dinilai gagal memberikan jaminan keamanan. Bersama Indonesia, sejumlah maskapai dari Ukraina, Angola, Rusia, Bulgaria, serta Moldova juga masuk daftar hitam.
Meity khawatir larangan itu akan berdampak pada jumlah kunjungan wisatawan Eropa ke Indonesia. Belajar dari pengalaman sebelumnya, kata Meity, "Kebanyakan warga Eropa patuh." Bila larangan itu tak cepat diantisipasi, "Buntutnya, sektor pariwisata nasional akan terpukul."
Juru bicara Batavia Air, Anton Situmeang, membenarkan bahwa larangan terbang ke Eropa juga meluas menjadi larangan bagi warga Eropa menggunakan pesawat-pesawat Indonesia. "Itu cara lain dari larangan masuk Eropa," ujarnya. Dia menilai itu masih wajar setelah maraknya kecelakaan pesawat di Indonesia belakangan ini.
Awal tahun ini, dunia penerbangan Indonesia berduka setelah pesawat milik Adam Air yang membawa 102 penumpang dan awak pesawat hilang di perairan Sulawesi. Hingga saat ini burung besi Adam Air tersebut belum ditemukan. Hanya dua bulan berselang, pesawat Garuda Indonesia gagal mendarat di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta. Kecelakaan ini menewaskan 21 orang penumpangnya.
Menurut Anton, sejauh ini larangan-larangan tersebut belum berdampak negatif bagi pasar Batavia, baik rute domestik maupun internasional. Namun, dia tetap mengimbau pemerintah agar segera mengantisipasi dan memberi penjelasan transparan kepada dunia internasional.
Sejumlah maskapai sebenarnya sudah membenahi armadanya. Garuda Indonesia, misalnya, Maret lalu hanya ada di peringkat kedua (memenuhi standar) saat diteliti oleh Departemen Perhubungan. Penelitian ini didasarkan atas ketaatan pada aturan keselamatan International Civil Aviation Organization. Akhir bulan lalu Garuda naik kelas ke peringkat pertama, artinya telah melebihi standar keselamatan penerbangan sipil.
HARUN MAHBUB

0 comments: