REPUBLIKA - Selasa, 05 Juni 2007
BPLS dianggap mandul, tak berani menekan Lapindo.
SIDOARJO -- Aksi ratusan warga dari empat desa, terutama Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang memblokade ruas jalan tol Gempol-Porong, Senin (4/6) siang berlanjut dan memasuki hari ketiga. Hingga sore kemarin, massa korban semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas Inc itu masih bergerombol di KM 42 arah Gempol.
Ruas jalan tol yang selama ini memang sudah ditutup untuk umum, atau hanya sebatas dimanfaatkan akses truk pengangkut pasir dan batu (sirtu) untuk penguatan tanggul lumpur Lapindo, itu oleh massa dipasangi barikade dengan tumpukan batu dan potongan pohon. Ini dilakukan karena tuntutan mereka yang meminta ganti rugi gagal panen, biaya evakuasi, dan masuk peta areal dampak semburan lumpur, belum direspon pemerintah atau Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), apalagi oleh Lapindo.
Massa mendirikan tenda posko di sisi selatan ruas jalan tol. Mereka secara bergiliran berjaga selama 24 jam, untuk melarang setiap truk pengakut sirtu melaju menuju ke lokasi tanggul di kawasan sekitar semburan lumpur. Di posko itu juga terbentang spanduk berisi berbagai tuntutan terkait dampak semburan lumpur Lapindo.
''Soal ganti rugi gagal panen itu, sebelumnya sudah diputuskan oleh Timnas maupun Lapindo. Perhitungannya setahun dua kali panen diberi ganti rugi sekitar Rp 7 juta untuk sawah 1 ha. Jumlah itu belum dibayar sama sekali oleh Lapindo. Bahkan, dengan digantinya Timnas oleh BPLS, sepertinya keputusan itu dianggap tidak ada sama sekali,'' kata Rokhim, warga Besuki.
Tak sebaik TimnasPara pengenunjuk rasa mengemukakan, kehadiran BPLS menggantikan Timnas, semula memberi harapan lebih kepada warga. ''Namun kenyataannya BPLS tidak sebaik Timnas, bahkan malah mandul. Tidak ada keberanian menekan Lapindo, agar memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai putusan awal,'' tegas Imron.
Soal tuntutan pemetaan baru yang memasukan Desa Besuki, sebagai areal dampak langsung yang juga harus diberi ganti rugi, lanjut Imron, itu merupakan kesepakatan bersama dengan warga Desa Pejarakan, Mindi, maupun Kedungcankring. Mengingat, kondisi pemukiman empat desa itu, merupakan daerah rawan tergenang lumpur, sehingga layak untuk mendapatkan ganti rugi.
A Zakaria, ketua Gerakan Masyarakat Korban Lumpur (Gempur) dari perwakilan warga Desa Pejarakan, juga mengatakan, empat desa itu berpotensi kena aliran banjir lumpur Lapindo. ''Bahkan itu pernah terjadi pada 19 Januari lalu. Dan saat ini air sumur milik warga sudah tercemar,'' ujarnya. Dikatakan, sebelum digantikan BPLS, Timnas pernah berjanji bahkan telah membuat kesepakatan memberi ganti rugi dan mengevakuasi warga. ''Tetapi Lapindo berdalih empat desa tersebut tidak ada dalam peta ganti rugi berdasarkan Perpres No 14/2007. BPLS pun rupanya tidak bisa berbuat apa-apa,'' tegasnya.
Zulkarnaen, Humas BPLS ketika dikonfirmasi mengatakan, soal tuntutan warga empat desa, yang saat ini masih melanjutkan aksinya memblokade jalan tol itu, sudah direspon. ''Namun BPLS memang tidak mempunyai kewenangan memutuskan tuntutan itu, terutama menyangkut pembuatan peta baru agar mereka mendapatkan ganti rugi," ujarnya. (tok )
Tuesday, June 05, 2007
Blokade Jalan Tol Berlanjut
Posted by RaharjoSugengUtomo at 8:25 AM
Labels: HeadlineNews: Republika
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment